BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Endometrium
adalah lapisan dalam dinding kavum uteri yang berfungsi sebagai bakal
tempat implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan
endometrium berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian
jika tidak ada pembuahan/ implantasi, endometrium rontok kembali dan
keluar berupa darah/ jaringan haid.
Jika
ada pembuahan/ implantasi, endometrium dipertahankan sebagai tempat
konsepsi. Fisiologi endometrium juga dipengaruhi oleh siklus
hormon-hormon ovarium. Di dalam lapisan Endometrium terdapat pembuluh
darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.
Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.
2.2 Definisi Endometriosis
Endometriosis
adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim
(endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2001).
Endometriosis adalah adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar
uterus paling sering mengenai ovarium atau perlukaan peritoneum
viseralis yang mengantung (Ralph C. & Martin L., 2009).
Endometriosis
merupakan lesi jinak dengan sel-sel yang mempunyai sel-sel yang
melapisi uterus yang tumbuh secara aberans pada rogga pelvis di luar
uterus (Diane C. & JoAnn C., 2000). Meskipun jinak, endometriosis
bersifat progresif, cenderung kambuh dan dapat menginvasi secara lokal,
dapat memiliki banyak fokus yang tersebar luas dan dapat terjadi dalam
nodus limfe pelvis (30%). Ovarium, ligamentum sakrouterina, septum
rektovaginal, dan peritoneum pelvis lebih sering terkena namun,
endometriosis dapat juga mempengaruhi traktus intestinalis (kolon
rektosigmoid) dan traktus urinarius.
Berdasarkan
data dari Ralph C. & Martin L. (2009), endometriosis menyerang
10-20% wanita yang masih mengalami menstruasi dan ditemukan pada 30-45%
wanita infertil yang menyebabkan 20% dari seluruh operasi di bidang
ginekologi serta merupakan satu-satunya penyebab perawatan inap non
kebidanan (>5%) pada waita berumur 15-44 tahun. Perbedaan utama
endometriosis remaja dan dewasa adalah hubungannya dengan kelainan
kongenital pada saluran reproduksi pasien pubertas (William M., 2005).
2.3 Klasifikasi Endometriosis
Sistem
klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American
Fertility Society (AFS) pada tahun 1979 yang kemudian berubah nama
menjadi ASRM pada tahun 1996. ASRM merevisi klasifikasi endometriosis
pada tahun 1996, yang dikenal dengan sistem skoring revisied AFS
(r-ASF). Sistem ini membagi edometriosis kedalam empat derajat
keparahan, yaitu:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV : >40
Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis
Menurut ARM, endometriosis dapat
diklasifikasikan ke dalam 4 derajat keparahan tergantung pada lokasi,
luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlangketan
dan ukuran dari endometrioma ovarium.
Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis
2.4 Etiologi
Etiologinya
tidak diketahui, tetapi ada beberapa mekanisme yang mungkin berperan
penting dalam pathogenesis. Mekanisme dari penyakit ini adalah
menstruasi retrograde (sel-sel endometrium bergerak mundur melalui tuba
falopii memasuki rongga abdomen) atau penyebaran melalui sistem limfatik
atau perdarahan. Jaringan yang nyasar tersebut biasanya ditemukan
menempel pada ovarium, permukaan posterior uterus, ligamentum
uterosakral, ligamentum latum, atau pada usus. Namun, banyak teori telah
diusulkan untuk menjelaskan presentasi klinis penyakit.
- Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi transtuba pada saat menstruasi.
- Teori metaplasia, yaitu metaplasia sela multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen.
- Teori induksi, yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia indogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak diperesiansi menjadi jaringan endometrium (Mansjoer, 2001: 381).
- Teori sistem kekebalan, kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.
- Teori genetik, keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak ataupun penderita endometriosis beresiko besar mengalami endometriosis sendiri.
- Teori Retrograde menstruation (menstruasi yang bergerak mundur) menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat menstruasi mengalir kembali melalui tubake dalam rongga pelvis.
Adapun faktor risiko endometriosis meliputi:
- obstruksi aliran menstruasi (misalnya, anomali mullerian),
- paparan terhadap diethylstilbestrol di dalam uterus,
- paparan berkepanjangan dengan estrogen endogen (misalnya, karena menarche dini, terlambat menopause, atau obesitas),
- siklus menstruasi pendek,
- berat badan lahir rendah
- paparan terhadap bahan kimia yang mengganggu endokrin.
Studi terhadap kembar dan
keluarga menunjukkan adanya keterlibatan komponen genetik. Konsumsi
daging merah dan trans fats berhubungan dengan peningkatan risiko
endometriosis yang dikonfirmasi dengan laparoskopi, dan makan
buah-buahan, sayuran hijau, dan asam lemak n-3 rantai panjang dikaitkan
dengan penurunan risiko. Laktasi lama dan kehamilan multipel bersifat
protektif. Endometriosis dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit
autoimun, endometrioid ovarium, clear-cell karsinoma, serta kanker
lainnya, termasuk limfoma non-Hodgkin dan melanoma.
2.5 Patofisiologi
Endometriosis
dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara
perempuan penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit seperti ini, karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi
seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal
tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan seksresi estrogen
dan progresteron menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama
halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis
seperti ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan
progresteron dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa
toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan microorganism masuk ke
dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag dan
menyebabkan respon imun tubuh menurun, dan menyebabkan faktor
pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan
perkembangan sel abnormal. Jaringan endometrium tumbuh di luar uterus,
terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut
dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan
menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium adalah bagian pertama
dalam rongga pelvis yang dikenal dalam endometriosis.
Sel
endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa,
sehingga sel endometrial seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun
lokasi terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat
dipengaruhi oleh siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus
endokrin, maka pada saat estrogen dan progresteron meningkat, jaringan
endometrial seperti ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat
terjadi perubahan, kadar estrogen dan progresteron lebih rendah atau
berkurang. Jaringan endometrial seperti ini akan menjadi nekrosis dan
terjadi perdarahan di daerah pelvic.
Perdarahan di daerah pelvic
seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan menyebabkan nyeri
saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di
pelvis akan menyebabkan adhesi atau perlekatan di dinding dan permukaan
pelvis. Hal seperti ini akan menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis
tapi juga nyeri pada daerah permukaan terkait, nyeri saat latihan,
defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.
Adhesi juga dapat terjadi di sekitar
uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami
retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii menyebabkan gerakan spontan
ujung-ujung fimbriae buat membawa ovum ke uterus menjadi terhambat.
Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertilisasi pada
endometriosis.
Pada
intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut
menebal, melepaskan diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa,
termasuk perdarahan. Pada ovarium, beruba endometrium (kista yang
dilapisi endometrium yang berfungsi). Bila berdarah ke dalam, isi kista
tampak berwarna coklat disebut kista coklat. Bila perdarahan ke luar
akan timbul perlengketan-perlengketan dalam rongga peritoneum.
Penyebab
kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd
dan metaplasia. Teori menstruasi retrograd mengatakan bahwa selama
menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk
ke rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa
epitel ambrional yang belum berdiferensiasi sampai menarke. Jaringan
inilah yang berespon terhadap estrogen dan progresteron sebagaimana
endometrium.
2.6 WOC
2.7 Manifestasi klinis
Tanda umum adanya endometriosis
adalah nyeri pelvis yang parah. Dapat muncul sesekali atau konstan, dan
biasa berkaitan dengan siklus menstruasi si penderita. (Andi Priyatna,
2009)
Gejala paling umum yang menjadi ciri khas kasus endometriosis adalah : (VitaHealth, 2007)
- Nyeri yang sangat hebat di bagian
perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau awal dari siklus
haid (75% kasus), sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan),
tetapi tidak sampai mengancam nyawa. Lokasi nyeri di daerah panggul
sering berhubungan dengan lokasi dari lesi endometriosis. Bila
endometriosis telah menyerang indung telur, rasa nyeri tersebut mungkin
berlanjut hingga akhir siklus haid, dan semakin parah sakitnya
berhubungan dengan perkembangan penyakitnya.
- Nyeri sendi kalau ditekan (fibromyalgia), yang disertai dengan kelelahan sehingga membuat tidak nyaman.
- Sakit
sewaktu melakukan hubungan intim atau biasa disebut disperunia (32%
kasus). Sangat umum terjadi pada penderita dengan sebaran endometriosis
berlokasi pada jaringan di belakang rahim dan dinding panggul, serta
permukaan dasar panggul dan ligamen pada daerah tersebut (ligamen
uterosakral). Semakin dalam penetrasi pada saat hubungan seksual, rasa
sakit pun akan semakin berat.
- Perdarahan
dari anus sewaktu buang air besar, yang mungkin terasa sangat sakit,
disebabkan tumbuhnya implan endometrium pada usus besar (colon), atau
pada saluran kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah.
- Gangguan
pra-haid dan perdarahan pada rahim. Gangguan siklus haid berupa
bercak-bercak menjelang haid dan perdarahan rahim yang tidak seharusnya
terjadi. Kurangnya frekuensi ovulasi, tidak teratur, atau jumlahnya
tidak cukup adalah gejala umum yang juga mungkin dialami penderita
endometriosis. Namun, gangguan-gangguan tersebut kurang spesifik, karena
pada penderita yang parah pun sering kali fungsi sel telurnya masih
normal.
- Terjadi rasa sakit pada
waktu buang air kecil, yang kadang-kadang disertai darah di dalam urin.
Hal ini terjadi karena implan tersebut menekan organ tubuh yang membawa
kotoran ke luar (kandung kemih, usus, dan anus)
- Masalah
infertilitas (kemandulan) akibat penyempitan dan tersumbatnya saluran
indung telur, sehingga menghalangi sel telur sampai di rahim. Dalam hal
ini terindikasi bahwa prevalensi endometriosis 3x lebih tinggi pada
wanita yang tidak subur dibandingkan dengan wanita yang subur pada
umumnya. Namun, berbagai pendapat menyatakan ada begitu banyak faktor
penyebab infertilitas, dan bahkan banyak pasien endometriosis yang
kemudian masih tetap bisa mengalami kehamilan.
- Sebagai
tambahan, wanita penderita endometriosis bisa mengalami gejala yang
menyerupai gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan kelelahan
kronis (chronic fatigue syndrome) yang dialami lebih dari 20% penderita
endometriosis di Amerika Serikat.
- Gangguan
fase luteal (luteinized unruptured fillice syndrome), pasien mampu
berovulasi, tetapi bisa keluar dari ovarium. Hal ini pada beberapa kasus
menjadi penyebab terjadinya kemandulan.
Gejala-gejela biasanya berupa nyeri pelvis, infertilitas, dan perdarahan abnormal : (Ralph Benson, 2008)
- Nyeri Pelvis
Nyeri panggul merupakan
tanda utama endometriosis, dengan ciri khas nyeri bersifat kronis dan
berulang, timbul sebagai dismenore didapat atau sekunder. Nyeri biasanya
terjadi 24-48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat setelah
timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat terjadi selama seluruh
interval menstruasi. Nyeri ditandai dengan nyeri konstan,, biasanya pada
pelvis atau punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral
atau bilateral dan dapat menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika
dibandingkan dengan dismenore primer, nyeri pelvis lebih konstan dan
jarang timbul di bagian garis tengah tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya
adalah kejang yang berat, rasa berat pada panggul dan tekanan pada
pelvis.
Dapat
terjadi gejala-gejala saluran cerna, tanpa diketahui apakah disertai
keterlibatan usus besar atau tidak, misalnya nyeri perut siklik,
konstipasi intermiten, diare, nyeri saat defekasi, dan adanya darah
dalam feses. Gejala-gejala saluran kemih meliputi gangguan frekuensi
miksi, disuri, hematuri perimenstruasi atau hidronefrosis. Penetrasi
dalam saat hubungan seks dapat menimbulkan nyeri hebat (dispareunia)
yang dapat berlangsung selama 1-2 jam. Gejala-gejala yang tidak lazim
pada saat menstruasi pernah dilaporkan : kejang (implantasi di sistem
saraf pusat) dan hemotoraks atau hematemesis (implantasi di paru)
- Infertilitas
Endometriosis didiagnosis
hampir 2x lebih sering pada wanita infertil dibanding wanita ferrtil.
Karena itu endometriosis harus dicurigai pada setiap kasus infertilitas.
- Perdarahan Abnormal
Perdarahan
abnormal, tidak berhubungan dengan anovulasi, terjadi pada 15-20%
wanita dengan endometriosis. Gambaran yang khas adalah perdarahan berupa bercak pramenstruasi atau menoragi atau keduanya.
Trias gejala klinis endometriosis : (Ida Bagus, 2001)
- Dismenore
- Dispareunia
- Infertilitas
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
- Diagnosa klinis
Anamnesa
Keluhan utama dari endometriosis
adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai dengan infertilitas
juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis. Emdometrium pada
organ tertentu dapat menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ
tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat pada keluarga sangat
penting untuk diketahui karena penyakit endometriosis bersifat
diwariskan. Keturunan pertama memiliki resiko tujuh kali lebih besar
untuk mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang
pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus
displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.
- Pemeriksaan fisik umum
Jarang
dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada
daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan guna mencari
penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada
parut pembedahan bisa berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal
dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.
- Pemeriksaan fisik ginekologik
Pada genitalia eksterna
dan permukaan vagina biasanya tidak didapatkan kelainan. Lesi pada
endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sementara
pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada
kaitan antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri
pelvik kronik. Paling umum, tanda positif ditemukan pada pemeriksaan
bimanual dan rektovaginal.
Hasil
pemeriksaan fisik yang nnormal tidak menyingkirkan diagnosis
endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan.
Kelompok
|
Gabungan gejala
|
Kemungkinan endometriosis (%)
|
1
|
-nyeri haid
-tumor >2x2 atau nodul
-Infertilitas
|
89,09
|
2
|
-nyeri haid
-tumor >2x2 atau nodul
|
65,45
|
3
|
-nyeri haid
-infertilitas
|
60,00
|
4
|
-tumor >2x2 atau nodul
-infertilitas
|
52,73
|
- Dignosa pencitraan
Pencitraan berguna untuk
memeriksa penderita endometriosis terutama jika dijumpai massa pelvis
atau adxena seperti endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara
transabdominal (USG-TA), transvaginal (USG –TV) atau secara transrektal
(TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara
nir-infasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan
endometrioma. Tetapi hal ini tak dapat menilai luasnya endometriosis.
Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih penting untuk menetapkan sisi
lesi atau menilai dimensinya yang mungkin bermanfaat untuk menentukan
pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.
- Diagnosa laparoskopi
Dengan pemeriksaan
visualisasi langsung ke rongga abdomen, yang pada banyak kasus sering
dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Penampakan
klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat
pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan oleh timbunan
hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanykan invasi ke
peritoneum berupa lesi-lesi atpikal tak berpigmen berwarna merah atau
putih.
Diagnosa
endometriosis secara visual pada laparoskopi tak selalu sesuai dengan
pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik
kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%,
ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Warna lesi
|
Aktivitas biologis
|
Makna klinis
|
Merah
|
Sangat tervaskularisasi dan proliferatif; aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi hitam.
|
Stadium dini endometriosis
|
Putih
|
Sedikit sekali tervaskularisasi, metabolik tidak aktif, jaringan fibrosa.
|
Lesi yang sembuh atau laten kurangnyeri dibandingkan lesi hitam atau merah.
|
Hitam
|
Aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi merah.
|
Stadium lanjut endometriosis (76-93% terpastikan secara histopatologis)
|
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi adalah:
- Pemeriksaan USG terhadap
ovarium pralaparoskopi, misal hanya bagian permukaan ovarium yang
terlihat dengan laparoskokpi, sehingga keberadaan endometrioma ovarium
sering luput.
- Seluruh permukaan
ovarium harus terlihat dengan ara memutar ovarium, agar fossa ovarika
dan bagian yang tersembunyi dapat terlihat.
- Biopsi
Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam makrofag yang termuati hemosiderin dapat
dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis. Seara histopatologis,
endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, ataupun
diferensiasi progresif. Diagnosa pasti endometriosis dapat dibuat hanya
dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan
nkelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.
- Stadium endometriosis
Penentuan
stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk
menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Namun stadium ini tidak memiliki kolerasi dengan derajat nyeri, keluhan
pasien, maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas.
Hal ini dapat dipahami karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien
yang asimptomatik.
Klasifikasi
endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society
For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasi pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.
Penentuan stadium atau
keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot (weighted
point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara
sembarang. Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis
hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah,
ukuran, dan letak susunan endometriosis, bengkak (plak), endometrioma,
dan atau perlekatan. Pada stadium 1 (minimal), bobot : 1 – 5 ; stadium 2
(ringan), bobot : 6-15 ; stadium 3 (Sedang), bobot 16-40 ; stadium 4
(berat), bobot > 40.
- CA125
CA 125 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi yaitu 200.000 Dalton yang biasa digunakan untuk marker tumor pilihan
pada tumor epithel ovarium. Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang
berasal dari epitel coelom (sel mesothelial pleura, pericardium dan
peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan
endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak
menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang
mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.
Pada
kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada
endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial dan TB multiviseral. Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.
Hubungan
antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 sudah dikemukakan
sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi
yang lebih tinggi dari ektopik endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh
ektopik endometrium dibanding eutopik endometrium. CA 125 dihasilkan
juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus haid normal, ektopik
endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke
dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah sehingga pada beberapa wanita
dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi berlangsung, baik
yang mengalami endometriosis maupun yang tidak. Hal ini mungkin
disebabkan oleh refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.
CA
125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai
penapisan bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium 3
san 4). Kegunaannya terbatas untuk menasah endometriosis minimal ringan,
karena kepekaan teranya rendah.
- Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala klinisnya. Tujuan penanganan endometriosis
adalah mengontrol nyeri, mengontrol perkembangan penyakit endometriosis
dan mempertahankan fertilitasnya. Terdapat tiga bentuk cara penanganan
endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan kombinasi bedah
dengan medikamentosa. Nyeri biasanya ditangani dengan terapi hormon dan
terapi bedah, sedangkan infertilitas ditangani dengan terapi bedah dan
terapi spesifik untuk infertilitas, misalnya inseminasi atau fertilisasi
in vitro.
- Terapi Bedah
Terapi bedah pada
endometriosis bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan laparoskopi,
namun menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan
laparoskopi. Hampir sebagian besar dimulai dengan tindakan laparoskopi
diagnostik, walaupun sebenarnya pengenalan dan konfirmasi terhadap lesi
endometriosis tidaklah mudah. Terdapat tiga tampilan lesi endometriosis,
yaitu lesi peritoneum, lesi vagina dan lesi supra vagina. Lesi
peritonium bisa dalam bentuk lesi tipikal, misalnya : Pukerer black,
powder burm dan lain-lain, bisa juga dalm bentuk red flame- lik, white
opacification, glandular excrescences. Saat laparoskopi diagnostik
ditentukan gradasi endometriosis dengan menggunakan sistem klasifikasi
menurut ASRM. Berdasarkan panduan ESHRE disebutkan bahwa inspeksi
visual dengan laparoskopi merupakan standar emas untuk diagnosis
definitif endometriosis.
Saat
terapi bedah dilakukan dua hal, yaitu mempertahankan kesuburan dengan
memperbaiki distorsi anatomi adneksa dengan cara melakukan pembebasan
perlekatan, mengambil jaringan/ implan endometriosis yang dilakukan
dengan cara ablasi atau eksisi. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan saat melakukan tindakan bedah adalah: usia penderita,
gradasi penyakit endometriosis, berat ringannya keluhan dan kebutuhan
untuk fertilitasnya.
- Terapi Obat
Obat
|
Efek samping
|
Pil KB kombinasi
estrogen-progestin
|
Pembengkakan perut,
nyeri payudara, peningkatan nafsu makan, pembengkakan pergelangan kaki, mual,
perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, trombosis vena.
|
Progestin
|
Perdarahan diantara 2
siklus menstruasi, perubahan suasana hati, depresi, vaginitis atrofika.
|
Danazole
|
Penambahan berat
badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut, hot flashes, vagina kering,
pembengkakan pergelangan kaki, kram otot, perdarahan diantara 2 siklus,
payudara mengecil, perubahan suasana hati, kelainan fungsi hati, sindroma
terowongan karpal.
|
Agonis GnRH
|
Hot flashes, vagina
kering, pengeroposan tulang, perubahan suasana hati
|
- Radiasi
Pengobatan ini bertujuan
untuk menghentikan fungsi ovarium, terapi cara ini tidak dilakukan
lagi, kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.
- Radioterapi
Dilakukan pada penderita yang diagnosanya sudah jelas dan keadaan umumnya kurang baik.
- Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis meliputi:
- Internal jaringan parut
- Adhesi
- Panggul kista
- Kista coklat ovarys
- Ruptur kista
- Diblokir usus/ usus obstruksi
Infertilitas dapat terkait dengan
pembentukan parut dan distorsi anatomi karena endometriosis, namun
endometriosis juga dapat mengganggu dengan cara yang lebih halus:
sitokin dan bahan kimia lain mungkin akan dirilis yang mengganggu
reproduksi. Komplikasi dari endometriosis termasuk usus dan obstruksi
saluran kemih akibat perlengketan pelvis. Juga, peritonitis dari
perforasi usus dapat terjadi.
- Prognosis
Endometriosis
ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak
ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) untuk
mengurangi nyeri pelvis tapi tidak untuk pengobatan endometriosis yang
berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi.
Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan
terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endometiosis sedang mengalami
penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophoretomy dilapokan
hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin begantung
pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara umum menurun dengan
adanya onset menopause dan selama kehamilan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 KASUS
Ny.T
berusia 28 tahun dan sudah menikah. Ny T mengeluh mengalami periode
menstruasi yang berat disertai nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri
pelvis berat. Nyeri yang dirasakan semakin bertahap dan memburuk. Nyeri
saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun.
Menstruasinya biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan
menstruasi berlangsung hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut
lebih dari lima kali. Klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol. Ny T. Mengatakan merasa nyeri saat bersenggama (dispareunia).
Ia dan suaminya ingi memiliki anak, tetapi ia tidak pernah bisa
mengandung walau ia telah menikah selama tiga tahun. Ny. T mengatakan
bahwa ia merasa lemah dan lelah. Suatu diagnosis sementara endometriosis
telah ditetapkan. Dan tindakan laparoskopi untuk mengkonfirmasi
diagnosis tersebut dijadwalkan.
3.2 Pengkajian
- Identitas
Nama: Ny. T
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: P
Alamat: Surabaya
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
- Keluhan Utama
Ny T mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat dan nyeri saat bersenggama.
- Riwayat penyakit sekarang
Klien
mengatakan nyeri saat menstruasi dan bersenggama. Menstruasi biasanya
banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung
hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali.
- Riwayat kehamilan dan kelahiran : -
- Riwayat penyakit lalu
Nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun.
- Head To Toe
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :
- Kepala:
Bentuk : Normal, tidak ada pembengkakan
Keluhan : Tidak ada keluhan
- Mata:
Kelopak mata : Kulit kelopak mata normal
Gerakan mata : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva : Normal
Sklera : Normal
Pupil : Reflek cahaya normal
- Hidung:
Reaksi alergi : Tidak ada alergi
Sinus : Tidak ada nyeri tekan sinus
- Mulut dan Tenggorokan:
Gigi geligi : Normal
Kesulitan menelan : Tidak ada
- Dada dan Axilla
Mammae : Membesar ( ) ya ( √ ) tidak
Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal
Colostrum : -
- Pernafasan
Jalan nafas : Normal
Suara nafas : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -
- Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical: Takikardi
Irama : normal teratur
Kelainan bunyi jantung: -
- Abdomen
Mengecil : -
Linea & Striae : -
Luka bekas operasi: -
Kontraksi : -
Lainnya sebutkan : Nyeri pada abdomen
- Genitourinary
Perineum : Normal
Vesika urinaria : Oliguri
- Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal)
Turgor kulit : Normal
Warna kulit : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas: Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan: Tidak ada kesulitan
3.3 Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS:
Klien mengeluh sakit pada perut bagian kiri bawah pada saat menstruasi dan nyeri pelvis berat
DO:
Klien memegangi perut bagian kiri bawahnya sambil menunjukan ekspresi kesakitan
|
Endometriosis
↓
Peningkatan respon thd FH dan LSH
↓
Menstruasi
↓
Kontraksi otot-otot rahim
|
Nyeri
|
2.
|
DS:
Menstruasi yang dialami klien biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan berlangsung lebih dari 8 hari
DO:
Setiap hari klien ganti pembalut lebih dari 4 kali
|
Endometriosis
↓
Pendarahan per vagina masif saat menstruasi
|
Syok hipovolemik
|
3.
|
DS: Klien mengaku nyeri saat berhubungan seksual dengan suaminya.
DO: Skala nyeri 4
|
Endometriosis
↓
Nyeri pada pelvis
|
Gangguan pola seksual
|
4.
|
DS : Klien mengaku rendah diri karena tidak bisa hamil.
DO: Klien merasa lelah dan lemah dan lebih memilih bekerja sepanjang hari.
|
Endometriosis
↓
Adhesi di tuba fallopii
↓
Gerakan spontan ujung-ujung fimbriae
↓
Gerakan ovum ke uterus lambat
↓
Ovum tertahan di saluran ekstra uterine
↓
Infertil
|
Gangguan citra tubuh
|
3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
- Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
- Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif pervaginam saat menstruasi.
- Gangguan pola seksual berhubungan dengan rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertile
3.5 Intervensi
- Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
Kriteria evaluasi:
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.
Intervensi
|
Rasional
|
- Bantu pasien menemukan posisi nyaman.
|
Memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
|
- Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.
|
Meningkatkan relaksasi, membantu untuk memfokuskan perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
|
- Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
|
Untuk mendapatkan indicator nyeri.
|
- Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
|
Untuk mendapatkan sumber nyeri.
|
- Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.
|
Nyeri
merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh
yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
|
- Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.
|
Analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan uterus.
|
- Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.
|
Ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat.
|
- Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif per vaginam saat menstruasi
Tujuan: Perdarahan tidak menyebabkan syok hipovolemik
Kriteria hasil:
- Menunjukan perfusi yang adekuat
- Sesuai dengan bukti tanda vital stabil
- Pengisian kapiler baik
- Hb: 12-16 gr/dl.
Intervensi
|
Rasional
|
- Anjurkan pada klien untuk bedrest
|
- Menghemat pengguaan oksigen dan energi
|
- Tinggikan kaki pasien (posisi shyok)
|
- Agar aliran darah di daerah ekstremitas bisa mengalir ke arah jantung
|
- Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer
|
- Membantu mengidentifikasi indikasi awal shock
|
- Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV : RL, ringer acetat, normosal.
- Kolaborasi untuk penambahan darah
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemenuhan nutrisi
- Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA
|
- Kolaborasi:
- Mengembalikan cairan elektrolit.
- Mengembalikan volume plasma dan tekanan osmotik.
- Memenuhi kebutuhan nutrisi yang terhambat karena kekurangan sel darah merah.
- Pemeriksaan laboratorium dapat membantu menentukan rencana intervensi dalam penentuan pengobatan yang diperlukan klien.
|
- Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri saat berhubungan seksual
Tujuan : Klien dapat melakukan hubungan seksual dengan nyeri terantisipasi
Kriteria hasil: penurunan skala nyeri kurang dari 5 dari rentang 1-10
Intervensi
|
Rasional
|
- Kaji riwayat seksual dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya
|
- Mengkaji riwayat seksual klien digunakan untuk menetukan tindakan keperawatan.
|
- Berikan informasi terhadap berubahnya pola seksualitas akibat penyakit yang diderita.
|
- Dengan memberikan informasi pasien dapat mengetahui penyakitnya.
|
- Perawat
berkolaborasi dengan terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku
untuk membantu pasien yang berhasrat menurunkan perilaku seksual yang
berbeda.
|
- Terapis dapat membantu memulihkan kebiasaan klien serta melatihnya untuk kembali normal.
|
- Health education pada klien dan pasangannya
|
- Memposiskan klien dan keluarga sebagai support system
|
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertil
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi:
- Klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi,
- Klien menunjukkan sikap menerima apa yang sedang terjadi.
Intervensi
|
Rasional
|
- Bina hubungan saling percaya dengan klien.
|
- Klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya.
|
- Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.
|
- Meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian.
|
- Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka.
|
- Penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima.
|
- Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif.
|
- mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif yang mendukung keseluruhan konsep diri.
|
5.
Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan
penanganan gangguan menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli
kebidanan.
|
- Jujur
dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan
dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang
dihadapinya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Baughman, Diane C. dan JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Bedaiwy
Mohamed A, Liu James. 2010. Pathophysiology, diagnosis, and surgical
management of endometriosis: A chronic disease. SRM e-journal Vol. 8,
No. 3 , 18 september 2014
Benson, Ralph C. dan Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri & Giekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 2nd vol 8th ed. Jakarta: EGC
Doenges & Marilynn, E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Dr. Salma. 14 Oktober 2010. http://majalahkesehatan.com/5-jenis-gangguan-menstruasi-haid/ diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 16.17 WIB
Giudice Linda C. 2010. Endometriosis. N Engl J Med 2010;362:2389-98.
Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Panduan Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis oleh Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia.
Manuaba, Ida B.G. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price & Sylvia A. 2005. Patofisiologi vol. 2. Jakarta: EGC
Priyatna, Andi. 2009. Be A Smart Teenager! For Boys and Girls. Jakarta : Elex Media Komputindo halaman 105
Prof.
Dr.Med. Ali Baziad, SpOG(K) Divisi Imuno Endokronologi - Departemen
Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Jakarta. 10 Mei 2012. Mengenal
Berbagai Gangguan Haid http://www.anakku.net/mengenal-berbagai-gangguan-haid.html diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 17.37
Rabe, T. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates
Schwartz, William M. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Scott, James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Jakarta: Widya Medica
Smeltzer, et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. Jakarta: EGC.
Spero, F Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins
Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
VitaHealth. 2007. Endometriosis : Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama halaman 19-21
Werner, David, Carol Thuman, Jane Maxwell. 2010. Apa yang Anda kerjakan bila tidak ada Dokter. Yogyakarta : Andi halaman 332
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30234/4/Chapter%20II.pdf (pada 13 september 2014 pukul 13.30 WIB)