Asuhan Keperawatan pada Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008)...

Materi Intepretasi EKG Normal

Elektrokardiografi adalah ilmu yg mempelajari aktivitas listrik jantung sedangkan Elektrokardigram ( EKG ) adalah suatu grafik yg menggambarkan rekaman listrik jantung...

Liburan Murah Bersama Alam di Hutan Pinus Pandaan

Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki puluhan destinasi wisata yang menarik. Banyak para pelancong yang akhirnya melabuhkan hatinya di Pasuruan...

Mahasiswa FKp Satu-Satunya Delegasi Keperawatan pada Kompetisi Riset Dunia

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengirimkan satu tim delegasi untuk mengikuti Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting-14 (HISAS-14) di Hokkaido...

Kisah Inspiratif Dua Pedagang Keren

assalamualaikum wr.wb para pembaca yang budiman. Sudah lama ane gak posting-posting lagi. Hari ini izinkan ane berbagi pengalaman kepada pembaca semua...

Apa yang Membuat Saya Rindu Kampung Halaman?

Pembaca yang budiman, mungkin di antara kita banyak yang sedang atau pernah menyandang status sebagai perantau kota besar. Entah karena studi...

السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Wednesday, 31 December 2014

Endometriosis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Endometrium adalah lapisan dalam dinding kavum uteri yang berfungsi sebagai bakal tempat implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada pembuahan/ implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa darah/ jaringan haid.

Jika ada pembuahan/ implantasi, endometrium dipertahankan sebagai tempat konsepsi. Fisiologi endometrium juga dipengaruhi oleh siklus hormon-hormon ovarium. Di dalam lapisan Endometrium terdapat pembuluh darah yang berguna untuk menyalurkan zat makanan ke lapisan ini. Saat ovum yang telah dibuahi (yang biasa disebut fertilisasi) menempel di lapisan endometrium (implantasi), maka ovum akan terhubung dengan badan induk dengan plasenta yang berhubung dengan tali pusat pada bayi.

Pada suatu fase dimana ovum tidak dibuahi oleh sperma, maka kurpus luteum akan berhenti memproduksi hormon progesteron dan berubah menjadi korpus albikan yang menghasilkan sedikit hormon diikuti meluruhnya lapisan endometrium yang telah menebal, karena hormon estrogen dan progesteron telah berhenti diproduksi. Pada fase ini, biasa disebut menstruasi atau peluruhan dinding rahim.

2.2 Definisi Endometriosis

Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer, 2001). Endometriosis adalah adanya kelenjar dan stroma endometrium di luar uterus paling sering mengenai ovarium atau perlukaan peritoneum viseralis yang mengantung (Ralph C. & Martin L., 2009).

Endometriosis merupakan lesi jinak dengan sel-sel yang mempunyai sel-sel yang melapisi uterus yang tumbuh secara aberans pada rogga pelvis di luar uterus (Diane C. & JoAnn C., 2000). Meskipun jinak, endometriosis bersifat progresif, cenderung kambuh dan dapat menginvasi secara lokal, dapat memiliki banyak fokus yang tersebar luas dan dapat terjadi dalam nodus limfe pelvis (30%). Ovarium, ligamentum sakrouterina, septum rektovaginal, dan peritoneum pelvis lebih sering terkena namun, endometriosis dapat juga mempengaruhi traktus intestinalis (kolon rektosigmoid) dan traktus urinarius.

Berdasarkan data dari Ralph C. & Martin L. (2009), endometriosis menyerang 10-20% wanita yang masih mengalami menstruasi dan ditemukan pada 30-45% wanita infertil yang menyebabkan 20% dari seluruh operasi di bidang ginekologi serta merupakan satu-satunya penyebab perawatan inap non kebidanan (>5%) pada waita berumur 15-44 tahun. Perbedaan utama endometriosis remaja dan dewasa adalah hubungannya dengan kelainan kongenital pada saluran reproduksi pasien pubertas (William M., 2005).

2.3 Klasifikasi Endometriosis

Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh American Fertility Society (AFS) pada tahun 1979 yang kemudian berubah nama menjadi ASRM pada tahun 1996. ASRM merevisi klasifikasi endometriosis pada tahun 1996, yang dikenal dengan sistem skoring revisied AFS (r-ASF). Sistem ini membagi edometriosis kedalam empat derajat keparahan, yaitu:

Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan) : 6-15
Stadium III (sedang) : 16-40
Stadium IV : >40


Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis

Menurut ARM, endometriosis dapat diklasifikasikan ke dalam 4 derajat keparahan tergantung pada lokasi, luas, kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlangketan dan ukuran dari endometrioma ovarium.


Sumber: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis

2.4 Etiologi

Etiologinya tidak diketahui, tetapi ada beberapa mekanisme yang mungkin berperan penting dalam pathogenesis. Mekanisme dari penyakit ini adalah menstruasi retrograde (sel-sel endometrium bergerak mundur melalui tuba falopii memasuki rongga abdomen) atau penyebaran melalui sistem limfatik atau perdarahan. Jaringan yang nyasar tersebut biasanya ditemukan menempel pada ovarium, permukaan posterior uterus, ligamentum uterosakral, ligamentum latum, atau pada usus. Namun, banyak teori telah diusulkan untuk menjelaskan presentasi klinis penyakit.
  1. Teori implantasi yaitu implantasi sel endometrium akibat regurgitasi transtuba pada saat menstruasi.
  2. Teori metaplasia, yaitu metaplasia sela multipotensial menjadi endometrium, namun teori ini tidak didukung bukti klinis maupun eksperimen.
  3. Teori induksi, yaitu kelanjutan teori metaplasia dimana faktor biokimia indogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak diperesiansi menjadi jaringan endometrium (Mansjoer, 2001: 381).
  4. Teori sistem kekebalan, kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.
  5. Teori genetik, keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak ataupun penderita endometriosis beresiko besar mengalami endometriosis sendiri.
  6. Teori Retrograde menstruation (menstruasi yang bergerak mundur) menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat menstruasi mengalir kembali melalui tubake dalam rongga pelvis.
Adapun faktor risiko endometriosis meliputi:
  1. obstruksi aliran menstruasi (misalnya, anomali mullerian), 
  2. paparan terhadap diethylstilbestrol di dalam uterus,
  3. paparan berkepanjangan dengan estrogen endogen (misalnya, karena menarche dini, terlambat menopause, atau obesitas),
  4. siklus menstruasi pendek,
  5. berat badan lahir rendah
  6. paparan terhadap bahan kimia yang mengganggu endokrin. 
Studi terhadap kembar dan keluarga menunjukkan adanya keterlibatan komponen genetik. Konsumsi daging merah dan trans fats berhubungan dengan peningkatan risiko endometriosis yang dikonfirmasi dengan laparoskopi, dan makan buah-buahan, sayuran hijau, dan asam lemak n-3 rantai panjang  dikaitkan dengan penurunan risiko. Laktasi lama dan kehamilan multipel bersifat protektif. Endometriosis dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit autoimun, endometrioid ovarium, clear-cell karsinoma, serta kanker lainnya, termasuk limfoma non-Hodgkin dan melanoma.

2.5 Patofisiologi

Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu atau saudara perempuan penderita endometriosis memiliki resiko lebih besar terkena penyakit seperti ini, karena adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.

Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon berupa gangguan seksresi estrogen dan progresteron menyebabkan gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis seperti ini akan tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progresteron dalam tubuh.

Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan menyebabkan microorganism masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan makrofag dan menyebabkan respon imun tubuh menurun, dan menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal meningkat seiring dengan peningkatan perkembangan sel abnormal. Jaringan endometrium tumbuh di luar uterus, terdiri dari fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium adalah bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenal dalam endometriosis.

Sel endometrial seperti ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel endometrial seperti ini memiliki kesempatan buat mengikuti aliran regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.

Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstra uterin seperti ini dapat dipengaruhi oleh siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus endokrin, maka pada saat estrogen dan progresteron meningkat, jaringan endometrial seperti ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi perubahan, kadar estrogen dan progresteron lebih rendah atau berkurang. Jaringan endometrial seperti ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic.

Perdarahan di daerah pelvic seperti ini disebabkan karena iritasi peritoneum dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan adhesi atau perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal seperti ini akan menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan seks.

Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba falopii. Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi, sedangkan adhesi di tuba falopii menyebabkan gerakan spontan ujung-ujung fimbriae buat membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertilisasi pada endometriosis.

Pada intinya, endometriosis berespon seperti endometrium normal, jadi ikut menebal, melepaskan diri, dan sebagainya seperti selama siklus haid biasa, termasuk perdarahan. Pada ovarium, beruba endometrium (kista yang dilapisi endometrium yang berfungsi). Bila berdarah ke dalam, isi kista tampak berwarna coklat disebut kista coklat. Bila perdarahan ke luar akan timbul perlengketan-perlengketan dalam rongga peritoneum.

Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi retrograd dan metaplasia. Teori menstruasi retrograd mengatakan bahwa selama menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk ke rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa epitel ambrional yang belum berdiferensiasi sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon terhadap estrogen dan progresteron sebagaimana endometrium.

2.6 WOC

 


2.7 Manifestasi klinis

Tanda umum adanya endometriosis adalah nyeri pelvis yang parah. Dapat muncul sesekali atau konstan, dan biasa berkaitan dengan siklus menstruasi si penderita. (Andi Priyatna, 2009)
Gejala paling umum yang menjadi ciri khas kasus endometriosis adalah : (VitaHealth, 2007)
  1. Nyeri yang sangat hebat di bagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum atau awal dari siklus haid (75% kasus), sehingga membuat pasien tidak berdaya (pingsan), tetapi tidak sampai mengancam nyawa. Lokasi nyeri di daerah panggul sering berhubungan dengan lokasi dari lesi endometriosis. Bila endometriosis telah menyerang indung telur, rasa nyeri tersebut mungkin berlanjut hingga akhir siklus haid, dan semakin parah sakitnya berhubungan dengan perkembangan penyakitnya.
  2. Nyeri sendi kalau ditekan (fibromyalgia), yang disertai dengan kelelahan sehingga membuat tidak nyaman.
  3. Sakit sewaktu melakukan hubungan intim atau biasa disebut disperunia (32% kasus). Sangat umum terjadi pada penderita dengan sebaran endometriosis berlokasi pada jaringan di belakang rahim dan dinding panggul, serta permukaan dasar panggul dan ligamen pada daerah tersebut (ligamen uterosakral). Semakin dalam penetrasi pada saat hubungan seksual, rasa sakit pun akan semakin berat.
  4. Perdarahan dari anus sewaktu buang air besar, yang mungkin terasa sangat sakit, disebabkan tumbuhnya implan endometrium pada usus besar (colon), atau pada saluran kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah.
  5. Gangguan pra-haid dan perdarahan pada rahim. Gangguan siklus haid berupa bercak-bercak menjelang haid dan perdarahan rahim yang tidak seharusnya terjadi. Kurangnya frekuensi ovulasi, tidak teratur, atau jumlahnya tidak cukup adalah gejala umum yang juga mungkin dialami penderita endometriosis. Namun, gangguan-gangguan tersebut kurang spesifik, karena pada penderita yang parah pun sering kali fungsi sel telurnya masih normal.
  6. Terjadi rasa sakit pada waktu buang air kecil, yang kadang-kadang disertai darah di dalam urin. Hal ini terjadi karena implan tersebut menekan organ tubuh yang membawa kotoran ke luar (kandung kemih, usus, dan anus)
  7. Masalah infertilitas (kemandulan) akibat penyempitan dan tersumbatnya saluran indung telur, sehingga menghalangi sel telur sampai di rahim. Dalam hal ini terindikasi bahwa prevalensi endometriosis 3x lebih tinggi pada wanita yang tidak subur dibandingkan dengan wanita yang subur pada umumnya. Namun, berbagai pendapat menyatakan ada begitu banyak faktor penyebab infertilitas, dan bahkan banyak pasien endometriosis yang kemudian masih tetap bisa mengalami kehamilan.
  8. Sebagai tambahan, wanita penderita endometriosis bisa mengalami gejala yang menyerupai gangguan saluran pencernaan (gastrointestinal) dan kelelahan kronis (chronic fatigue syndrome) yang dialami lebih dari 20% penderita endometriosis di Amerika Serikat.
  9. Gangguan fase luteal (luteinized unruptured fillice syndrome), pasien mampu berovulasi, tetapi bisa keluar dari ovarium. Hal ini pada beberapa kasus menjadi penyebab terjadinya kemandulan.
Gejala-gejela biasanya berupa nyeri pelvis, infertilitas, dan perdarahan abnormal : (Ralph Benson, 2008)
  1. Nyeri Pelvis
Nyeri panggul merupakan tanda utama endometriosis, dengan ciri khas nyeri bersifat kronis dan berulang, timbul sebagai dismenore didapat atau sekunder. Nyeri biasanya terjadi 24-48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa saat setelah timbul menstruasi. Namun rasa tidak nyaman dapat terjadi selama seluruh interval menstruasi. Nyeri ditandai dengan nyeri konstan,, biasanya pada pelvis atau punggung bawah (sakrum). Namun nyeri mungkin unilateral atau bilateral dan dapat menyebar ke tungkai bawah atau selangkang. Jika dibandingkan dengan dismenore primer, nyeri pelvis lebih konstan dan jarang timbul di bagian garis tengah tubuh. Gejala-gejala pelvis lainnya adalah kejang yang berat, rasa berat pada panggul dan tekanan pada pelvis.
Dapat terjadi gejala-gejala saluran cerna, tanpa diketahui apakah disertai keterlibatan usus besar atau tidak, misalnya nyeri perut siklik, konstipasi intermiten, diare, nyeri saat defekasi, dan adanya darah dalam feses. Gejala-gejala saluran kemih meliputi gangguan frekuensi miksi, disuri, hematuri perimenstruasi atau hidronefrosis. Penetrasi dalam saat hubungan seks dapat menimbulkan nyeri hebat (dispareunia) yang dapat berlangsung selama 1-2 jam. Gejala-gejala yang tidak lazim pada saat menstruasi pernah dilaporkan : kejang (implantasi di sistem saraf pusat) dan hemotoraks atau hematemesis (implantasi di paru)
  1. Infertilitas
Endometriosis didiagnosis hampir 2x lebih sering pada wanita infertil dibanding wanita ferrtil. Karena itu endometriosis harus dicurigai pada setiap kasus infertilitas.
  1. Perdarahan Abnormal
Perdarahan abnormal, tidak berhubungan dengan anovulasi, terjadi pada 15-20% wanita dengan endometriosis. Gambaran yang khas adalah perdarahan berupa bercak pramenstruasi atau menoragi atau keduanya.

Trias gejala klinis endometriosis : (Ida Bagus, 2001)
  1. Dismenore
  2. Dispareunia
  3. Infertilitas

2.8 Pemeriksaan Diagnostik
  1. Diagnosa klinis
Anamnesa
Keluhan utama dari endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai dengan infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis. Emdometrium pada organ tertentu dapat menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga.
Riwayat pada keluarga sangat penting untuk diketahui karena penyakit endometriosis bersifat diwariskan. Keturunan pertama memiliki resiko tujuh kali lebih besar untuk mengalami hal serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot. Rambut dan nevus displastik telah diperlihatkan berhubungan dengan endometriosis.
  1. Pemeriksaan fisik umum
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan guna mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Endometrioma pada parut pembedahan bisa berupa pembengkakan yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti granuloma, abses dan hematom.
  1. Pemeriksaan fisik ginekologik
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak didapatkan kelainan. Lesi pada endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sementara pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada kaitan antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif ditemukan pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.
Hasil pemeriksaan fisik yang nnormal tidak menyingkirkan diagnosis endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual dapat digunakan.

Kelompok
Gabungan gejala
Kemungkinan endometriosis (%)
1
-nyeri haid
-tumor >2x2 atau nodul
-Infertilitas
89,09
2
-nyeri haid
-tumor >2x2 atau nodul
65,45
3
-nyeri haid
-infertilitas
60,00
4
-tumor >2x2 atau nodul
-infertilitas
52,73
  1. Dignosa pencitraan
Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama jika dijumpai massa pelvis atau adxena seperti endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara transabdominal (USG-TA), transvaginal (USG –TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara nir-infasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini tak dapat menilai luasnya endometriosis. Bagaimanapun, cara-cara tersebut masih penting untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.
  1. Diagnosa laparoskopi
Dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen, yang pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis.
Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan oleh timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanykan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atpikal tak berpigmen berwarna merah atau putih.
Diagnosa endometriosis secara visual pada laparoskopi tak selalu sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri pelvik kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Warna lesi
Aktivitas biologis
Makna klinis
Merah
Sangat tervaskularisasi dan proliferatif; aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi hitam.
Stadium dini endometriosis
Putih
Sedikit sekali tervaskularisasi, metabolik tidak aktif, jaringan fibrosa.
Lesi yang sembuh atau laten kurangnyeri dibandingkan lesi hitam atau merah.
Hitam
Aktivitas produksi prostaglandin F 2 alpha sama dengan lesi merah.
Stadium lanjut endometriosis (76-93% terpastikan secara histopatologis)
Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi adalah:
  1. Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi, misal hanya bagian permukaan ovarium yang terlihat dengan laparoskokpi, sehingga keberadaan endometrioma ovarium sering luput.
  2. Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan ara memutar ovarium, agar fossa ovarika dan bagian yang tersembunyi dapat terlihat.
  1. Biopsi
Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis. Seara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, ataupun diferensiasi progresif. Diagnosa pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan nkelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.
  1. Stadium endometriosis
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan. Namun stadium ini tidak memiliki kolerasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien, maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat dipahami karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang asimptomatik.

Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada tahun 1996 yang berbasi pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit dan perlengketan.

Penentuan stadium atau keterlibatan endometriosis didasarkan pada system nilai bobot (weighted point system). Sebaran nilai-nilai tersebut telah ditetapkan secara sembarang. Untuk menjamin penilaian yang sempurna, inspeksi pelvis hendaknya dilakukan searah jarum jam atau berlawanan. Catat jumlah, ukuran, dan letak susunan endometriosis, bengkak (plak), endometrioma, dan atau perlekatan. Pada stadium 1 (minimal), bobot : 1 – 5 ; stadium 2 (ringan), bobot : 6-15 ; stadium 3 (Sedang), bobot 16-40 ; stadium 4 (berat), bobot > 40.
  1. CA125
CA 125 merupakan suatu glycoprotein dengan berat molekul tinggi yaitu 200.000 Dalton yang biasa digunakan untuk marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium. Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel mesothelial pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba, endometrium, dan endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.

Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan pada endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial dan TB multiviseral. Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA 125.

Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 sudah dikemukakan sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium dibanding eutopik endometrium. CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus haid normal, ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah sehingga pada beberapa wanita dapat dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi berlangsung, baik yang mengalami endometriosis maupun yang tidak. Hal ini mungkin disebabkan oleh refluks endometrium menstrual ke rongga peritoneum.

CA 125 meningkat pada endometriosis lanjut, sehingga lebih baik sebagai penapisan bagi diagnosis endometriosis sedang hingga berat (stadium 3 san 4). Kegunaannya terbatas untuk menasah endometriosis minimal ringan, karena kepekaan teranya rendah.

  1. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis bersifat simtomatis yaitu tergantung pada keluhan dan gejala klinisnya. Tujuan penanganan endometriosis adalah mengontrol nyeri, mengontrol perkembangan penyakit endometriosis dan mempertahankan fertilitasnya. Terdapat tiga  bentuk cara penanganan endometriosis, yaitu secara bedah, medikamentosa dan kombinasi bedah dengan medikamentosa. Nyeri biasanya ditangani dengan terapi hormon dan terapi bedah, sedangkan infertilitas ditangani dengan terapi bedah dan terapi spesifik untuk infertilitas, misalnya inseminasi atau fertilisasi in vitro.
  1. Terapi Bedah
Terapi bedah pada endometriosis bisa dilakukan dengan cara laparotomi dan laparoskopi, namun menurut Sinaii sebagian besar (69,1%) dilakukan dengan laparoskopi. Hampir sebagian besar dimulai dengan tindakan laparoskopi diagnostik, walaupun sebenarnya pengenalan dan konfirmasi terhadap lesi endometriosis tidaklah mudah. Terdapat tiga tampilan lesi endometriosis, yaitu lesi peritoneum, lesi vagina dan lesi supra vagina. Lesi peritonium bisa dalam bentuk lesi tipikal, misalnya : Pukerer black, powder burm dan lain-lain, bisa juga dalm bentuk red flame- lik,   white opacification, glandular excrescences. Saat laparoskopi diagnostik ditentukan gradasi endometriosis dengan menggunakan sistem klasifikasi menurut ASRM. Berdasarkan panduan ESHRE disebutkan bahwa  inspeksi visual dengan laparoskopi merupakan standar emas untuk diagnosis definitif endometriosis.

Saat terapi bedah dilakukan dua hal, yaitu mempertahankan kesuburan dengan memperbaiki distorsi anatomi adneksa dengan cara melakukan pembebasan perlekatan, mengambil jaringan/ implan endometriosis yang dilakukan dengan cara ablasi atau eksisi. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat melakukan tindakan bedah adalah: usia penderita, gradasi penyakit endometriosis, berat ringannya keluhan dan kebutuhan untuk fertilitasnya.
  1. Terapi Obat



Obat
Efek samping
Pil KB kombinasi estrogen-progestin
Pembengkakan perut, nyeri payudara, peningkatan nafsu makan, pembengkakan pergelangan kaki, mual, perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, trombosis vena.
Progestin
Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi, perubahan suasana hati, depresi, vaginitis atrofika.
Danazole
Penambahan berat badan, suara lebih berat, pertumbuhan rambut, hot flashes, vagina kering, pembengkakan pergelangan kaki, kram otot, perdarahan diantara 2 siklus, payudara mengecil, perubahan suasana hati, kelainan fungsi hati, sindroma terowongan karpal.
Agonis GnRH
Hot flashes, vagina kering, pengeroposan tulang, perubahan suasana hati

  1. Radiasi
Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan fungsi ovarium, terapi cara ini tidak dilakukan lagi, kecuali jika ada kontra indikasi terhadap pembedahan.
  1. Radioterapi
Dilakukan pada penderita yang diagnosanya sudah jelas dan keadaan umumnya kurang baik.

  1. Komplikasi
Komplikasi dari endometriosis meliputi:
  1. Internal jaringan parut
  2. Adhesi
  3. Panggul kista
  4. Kista coklat ovarys
  5. Ruptur kista
  6. Diblokir usus/ usus obstruksi
Infertilitas dapat terkait dengan pembentukan parut dan distorsi anatomi karena endometriosis, namun endometriosis juga dapat mengganggu dengan cara yang lebih halus: sitokin dan bahan kimia lain mungkin akan dirilis yang mengganggu reproduksi. Komplikasi dari endometriosis termasuk usus dan obstruksi saluran kemih akibat perlengketan pelvis. Juga, peritonitis dari perforasi usus dapat terjadi.

  1. Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang tidak ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) untuk mengurangi nyeri pelvis tapi tidak untuk pengobatan endometriosis yang berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi estrogen progestin meredakan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien dengan endometiosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal hysterectomy and bilateral salpingo-oophoretomy dilapokan hingga 90% dalam meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin begantung pada keparahan penyakit. Tanda dan gejala secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama kehamilan.



BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 KASUS

Ny.T berusia 28 tahun dan sudah menikah. Ny T mengeluh mengalami periode menstruasi yang berat disertai nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat. Nyeri yang dirasakan semakin bertahap dan memburuk. Nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun. Menstruasinya biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali. Klien tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ny T. Mengatakan merasa nyeri saat bersenggama (dispareunia). Ia dan suaminya ingi memiliki anak, tetapi ia tidak pernah bisa mengandung walau ia telah menikah selama tiga tahun. Ny. T mengatakan bahwa ia merasa lemah dan lelah. Suatu diagnosis sementara endometriosis telah ditetapkan. Dan tindakan laparoskopi untuk mengkonfirmasi diagnosis tersebut dijadwalkan.

3.2 Pengkajian
  1. Identitas
Nama: Ny. T
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: P
Alamat: Surabaya
Pekerjaan: Ibu rumah tangga
  1. Keluhan Utama
Ny T mengeluh mengalami nyeri abdomen kuadran kiri dan nyeri pelvis berat dan nyeri saat bersenggama.
  1. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan nyeri saat menstruasi dan bersenggama. Menstruasi biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan menstruasi berlangsung hingga 8 hari, setiap hari klien ganti pembalut lebih dari lima kali.
  1. Riwayat kehamilan dan kelahiran :  -
  2. Riwayat penyakit lalu
Nyeri saat awal menstruasi dirasakan klien sejak berusia 18 tahun.
  1. Head To Toe
Kepala, mata, kuping, hidung dan tenggorokan :
  1. Kepala:
Bentuk                  : Normal, tidak ada pembengkakan
Keluhan                 : Tidak ada keluhan
  1. Mata:
Kelopak mata        : Kulit kelopak mata normal
Gerakan mata        : Deviasi normal dan mistagmus
Konjungtiva          : Normal
Sklera                    : Normal
Pupil                      : Reflek cahaya normal
  1. Hidung:
Reaksi alergi          : Tidak ada alergi
Sinus                     : Tidak ada nyeri tekan sinus
  1. Mulut dan Tenggorokan:
Gigi geligi             : Normal
Kesulitan menelan : Tidak ada
  1. Dada dan Axilla
Mammae               : Membesar (      ) ya               (   √   ) tidak
Areolla mammae   : Normal
Papila mammae     : Normal
Colostrum             : -
  1. Pernafasan
Jalan nafas             : Normal
Suara nafas            : Normal
Menggunakan otot-otot bantu pernafasan: -
  1. Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apical: Takikardi
Irama                     : normal teratur
Kelainan bunyi jantung: -
  1. Abdomen
Mengecil               : -
Linea & Striae       : -
Luka bekas operasi: -
Kontraksi              : -
Lainnya sebutkan  : Nyeri pada abdomen
  1. Genitourinary
Perineum               : Normal
Vesika urinaria      : Oliguri
  1. Ekstremitas (Integumen/Muskuloskletal)
Turgor kulit           : Normal
Warna kulit           : Normal
Kontraktur pada persendian ekstremitas: Tidak ada
Kesulitan dalam pergerakan: Tidak ada kesulitan

3.3 Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS:
Klien mengeluh sakit pada perut bagian kiri bawah pada saat menstruasi dan nyeri pelvis berat
DO:
Klien memegangi perut bagian kiri bawahnya sambil menunjukan ekspresi kesakitan
Endometriosis
Peningkatan respon thd FH dan LSH
Menstruasi
Kontraksi otot-otot rahim
Nyeri
2.
DS:
Menstruasi yang dialami klien biasanya banyak dari hari pertama sampai hari keempat dan berlangsung lebih dari 8 hari
DO:
Setiap hari klien ganti pembalut lebih dari 4 kali
Endometriosis
Pendarahan per vagina masif saat menstruasi


Syok hipovolemik
3.
DS: Klien mengaku nyeri saat berhubungan seksual dengan suaminya.
DO: Skala nyeri 4
Endometriosis
Nyeri pada pelvis
Gangguan pola seksual
4.
DS : Klien mengaku rendah diri karena tidak bisa hamil.
DO: Klien merasa lelah dan lemah dan lebih memilih bekerja sepanjang hari.


Endometriosis
Adhesi di tuba fallopii
Gerakan spontan ujung-ujung fimbriae
Gerakan ovum ke uterus lambat
Ovum tertahan di saluran ekstra uterine
Infertil
Gangguan citra tubuh

3.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
  1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
  2. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif pervaginam saat menstruasi.
  3. Gangguan pola seksual berhubungan dengan rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertile

3.5 Intervensi
  1. Nyeri akut berhubungan dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
    Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri klien akan berkurang.
    Kriteria evaluasi:
    1. Klien mengatakan nyeri berkurang
    2. Klien tidak memegang punggung, kepala atau daerah lainnya yang sakit, keringat berkurang.

    Intervensi
    Rasional
    1. Bantu pasien menemukan posisi nyaman.

    Memodifikasi reaksi fisik dan psikis terhadap nyeri.
    1. Bantu untuk melakukan tindakan relaksasi, distraksi, massage.

    Meningkatkan relaksasi, membantu untuk memfokuskan perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
    1. Pantau/ catat karakteristik nyeri ( respon verbal, non verbal, dan respon hemodinamik) klien.
    Untuk mendapatkan indicator nyeri.

    1. Kaji lokasi nyeri dengan memantau lokasi yang ditunjuk oleh klien.
    Untuk mendapatkan sumber nyeri.

    1. Kaji intensitas nyeri dengan menggunakan skala 0-10.

    Nyeri merupakan pengalaman subyektif klien dan metode skala merupakan metodeh yang mudah serta terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri.
    1. Kolaborasi pemberian analgetik ( ibuprofen, naproksen, ponstan) dan Midol.

    Analgetik tersebut bekerja menghambat sintesa prostaglandin dan midol sebagai relaksan uterus.

    1. Tunjukan sikap penerimaan respon nyeri klien dan akui nyeri yang klien rasakan.

    Ketidakpercayaan orang lain membuat klien tidak toleransi terhadap nyeri sehingga klien merasakan nyeri semakin meningkat.

     
  1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan massif per vaginam saat menstruasi
Tujuan: Perdarahan tidak menyebabkan syok hipovolemik
Kriteria hasil:
  1. Menunjukan perfusi yang adekuat
  2. Sesuai dengan bukti tanda vital stabil
  3. Pengisian kapiler baik
  4. Hb: 12-16 gr/dl.
Intervensi
Rasional
  1. Anjurkan pada klien untuk bedrest
  1. Menghemat pengguaan oksigen dan energi
  1. Tinggikan kaki pasien (posisi shyok)
  1. Agar aliran darah di daerah ekstremitas bisa mengalir ke arah jantung

  1. Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer
  1. Membantu mengidentifikasi indikasi awal shock
  1. Kolaborasi:
  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV : RL, ringer acetat, normosal.
  2. Kolaborasi untuk penambahan darah

  1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemenuhan nutrisi

  1. Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM, GDA
  1. Kolaborasi:
  1. Mengembalikan cairan elektrolit.


  1. Mengembalikan volume plasma dan tekanan osmotik.
  2. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang terhambat karena kekurangan sel darah merah.
  3. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu menentukan rencana intervensi dalam penentuan pengobatan yang diperlukan klien.


  1. Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri saat berhubungan seksual
Tujuan : Klien dapat melakukan hubungan seksual dengan nyeri terantisipasi
Kriteria hasil: penurunan skala nyeri kurang dari 5 dari rentang 1-10

Intervensi
Rasional
  1. Kaji riwayat seksual dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya

  1. Mengkaji riwayat seksual klien digunakan untuk menetukan tindakan keperawatan.

  1. Berikan informasi terhadap berubahnya pola seksualitas akibat penyakit yang diderita.
  1. Dengan memberikan informasi pasien dapat mengetahui penyakitnya.
  1. Perawat berkolaborasi dengan terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat  menurunkan perilaku seksual yang berbeda.
  1. Terapis dapat membantu memulihkan kebiasaan klien serta melatihnya untuk kembali normal.
  1. Health education pada klien dan pasangannya
  1. Memposiskan klien dan keluarga sebagai support system

  1. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan infertil
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan citra diri klien akan meningkat.
Kriteria evaluasi:
  1. Klien mengatakan tidak malu, merasa berguna, penampilan klien rapi,
  2. Klien menunjukkan sikap menerima apa yang sedang terjadi.
Intervensi
Rasional
  1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
  1. Klien dengan mudah mengungkapkan masalahnya hanya kepada orang yang dipercayainya.
  1. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pandangan tentang dirinya.

  1. Meningkatkan kewaspadaan diri klien dan membantu perawat dalam membuat penyelesaian.

  1. Diskusikan dengan system pendukung klien tentang perlunya menyampaikan nilai dan arti klien bagi mereka.

  1. Penyampaian arti dan nilai klien dari system pendukung membuat klien merasa diterima.

  1. Gali kekuatan dan sumber-sumber yang ada pada klien dan dukung kekuatan tersebut sebagai aspek positif.

  1. mengidentifikasi kekuatan klien dapat membantu klien berfokus pada karakteristik positif yang mendukung keseluruhan konsep diri.
5.    Informasikan dan diskusikan dengan jujur dan terbuka tentang pilihan penanganan gangguan menstruasi seperti ke klinik kewanitaan, dokter ahli kebidanan.
  1. Jujur dan terbuka dapat mengontrol perasaan klien dan informasi yang diberikan dapat membuat klien mencari penanganan terhadap masalah yang dihadapinya.





DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis.  Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Baughman, Diane C. dan JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Bedaiwy Mohamed A, Liu James. 2010. Pathophysiology, diagnosis, and surgical management of endometriosis: A chronic disease. SRM e-journal Vol. 8, No. 3 , 18 september 2014
Benson, Ralph C. dan Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri & Giekologi Edisi 9. Jakarta: EGC.
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 2nd vol 8th ed. Jakarta: EGC
Doenges & Marilynn, E. 2001. Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Dr. Salma. 14 Oktober 2010. http://majalahkesehatan.com/5-jenis-gangguan-menstruasi-haid/ diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 16.17 WIB
Giudice Linda C. 2010. Endometriosis. N Engl J Med 2010;362:2389-98.
Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia. Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Nyeri Endometriosis oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Manuaba, Ida B.G. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price & Sylvia A. 2005. Patofisiologi vol. 2. Jakarta: EGC
Priyatna, Andi. 2009. Be A Smart Teenager! For Boys and Girls. Jakarta : Elex Media Komputindo halaman 105
Prof. Dr.Med. Ali Baziad, SpOG(K) Divisi Imuno Endokronologi - Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM Jakarta. 10 Mei 2012. Mengenal Berbagai Gangguan Haid http://www.anakku.net/mengenal-berbagai-gangguan-haid.html diakses pada Sabtu, 13 September 2014 pukul 17.37
Rabe, T. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta: Hipokrates
Schwartz, William M. 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC.
Scott, James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Jakarta: Widya Medica
Smeltzer, et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. Jakarta: EGC.
Spero, F Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins
Tambayong, Jan. 2012. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
VitaHealth. 2007. Endometriosis : Informasi Lengkap untuk Penderita dan Keluarga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama halaman 19-21
Werner, David, Carol Thuman, Jane Maxwell. 2010. Apa yang Anda kerjakan bila tidak ada Dokter. Yogyakarta : Andi halaman 332
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30234/4/Chapter%20II.pdf (pada 13 september 2014 pukul 13.30 WIB)

ASKEP Klien dengan Masalah Penyalahgunaan NAPZA

BAB II
KONSEP


2.1 DEFINISI

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Bahan adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil pertanian ataupun secara sintetis yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara pengenceran minuman yang mengandung etanol. Berdasarkan efek yang ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan halusinogen, depresan, stimulan, dan adiktif.

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan, secara berkala atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004). Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).

2.2  JENIS DAN EFEK YANG DITIMBULKAN OLEH NARKOTIKA 

Narkotika merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan, berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya bisa putih, coklat atau dadu, cara penggunaan dapat disuntikan, dihirup dan dimakan. Menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan “dungu”, jalan mengambang, rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan menimbulkan rasa sakit dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-muntah, mata berair, hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh. Menimbulkan kematian bila over dosis.

Ganja menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik dalam waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya. Bentuk daun kering, cairan yang lengket, minyak ‘damar ganja’. Menurunkan keterampilan motorik, peningkatan denyut jantung, rasa cemas, banyak bicara, perubahan persepsi tentang ruang dan waktu, halusinasi, rasa ketakutan dan agresif, rasa senang berlebihan, selera makan meningkat. Pengaruh jangka panjang peradangan paru-paru, aliran darah ke jantung berkurang, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang, perhatian ke sekitar berkurang.

Morfin merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih yang warnanya menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau turunnya kesadaran. Menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi dan impotensi. Pemakaian dengan jarum suntik menyebabkan HIV/AIDS, Hepatitis B & C. Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung berair, keluar air mata otot kejang, mual, muntah dan mencret.

Psikotropika memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara penggunaan ditelan secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas melampaui batas maksimum. Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, rasa senang yang berlebihan, hilangnya rasa percaya diri. Setelahnya akan terjadi perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat berlangsung beberapa hari. Gerakan tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala, hilang selera makan dan rasa haus yang berlebihan. Kematian terjadi karena tidak seimbangnya cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun terlalu banyak cairan, menimbulkan kerusakan otak yang permanen.

Methamphetamine dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal dan cairan. Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap dengan bantuan alat (bong). Menimbulkan perasaan melayang sementara yang berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama akan merusak tubuh, bahkan kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat sesuatu yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak, menyebabkan depresi, kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen. Pada kulit, pembuluh darah akan mengalami panas berlebihan dan pecah. Pada hati, bahan-bahan kimia yang terkandung dalam shabu bisa melemahkan aktivitas sel-sel hati yang mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.

Obat penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan, dll. Bentuknya berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara langsung. Memiliki efek bicara jadi pelo, jalan sempoyongan, persepsi terganggu memperlambat kerja otak, pernapasan dan jantung. Dalam dosis tinggi akan membuat pengguna tidur. Penggunaan campuran dengan alkohol akan menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan serius, sakit kepala, cemas, tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan kejang.

Alkohol memiliki efek memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran dan penilaian. Menimbulkan perilaku kekerasan, meningkatkan resiko kecelakaan lalu lintas. Gejala putus zat mulai dari hilangnya nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi dan bahkan kematian.

Zat yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin, Spiritus. Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak. Memperlambat kerja otak dan sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan senang, pusing, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan dan pelo. Problem kesehatan terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum tulang dan jantung. Kematian timbul akibat otak kekurangan oksigen, berhentinya pernafasan dan gangguan pada jantung.

Zat yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi, kecubung. Efek yang ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Perubahan pada proses berfikir, hilangnya kontrol, hilang orientasi dan depresi.

2.3 TANDA DAN GEJALA

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para pengguna NAPZA, dilihat dari :
  1. Ciri-ciri Umum
  1. Terjadi perubahan perilaku yang signifikan
  2. Sulit diajak bicara
  3. Mulai sulit untuk diajak terlibat dalam kegiatan keluarga
  4. Mulai sering pulang terlambat tanpa alasan
  5. Mudah tersinggung
  6. Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan sehari-hari
  1. Perubahan Fisik dan Lingkungan
  1. Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk
  2. Mata merah dan berair
  3. Hidung berair atau seperti pilek
  4. Pola tidur berubah, bangun di malam hari dan bangun di siang hari
  5. Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci
  6. Sering menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal
  7. Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, dan korek api di kamar atau di dalam tas
  8. Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh
  9. Sering kehilangan uang atau barang di rumah
  10. Mengabaikan kebersihan diri
  1. Perubahan Perilaku Sosial
  1. Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain
  2. Berbohong atau memanipulasi keadaan
  3. Kurang disiplin
  4. Bengong atau linglung
  5. Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor
  6. Mengabaikan kegiatan ibadah
  7. Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
  8. Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-tempat tertutup
  1. Perubahan Psikologis
  1. Mudah tersinggung
  2. Sering terjadi perubahan mood yang mendadak
  3. Malas melakukan aktivitas sehari-hari
  4. Sulit berkonsentrasi
  5. Tidak memiliki tanggung jawab
  6. Emosi tidak terkendali
  7. Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada
  8. Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
  9. Cenderung melakukan tindak pidana kekerasan

2.4 TERAPI

Upaya pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku adiktif yang menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
  1. Pengobatan
Terapi pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat dengan dua cara:
  1. Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. Klien yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.
  1. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
  1. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).

Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun.

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).
  1. Jenis program rehabilitasi:
a) Rehabilitasi psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.

b) Rehabilitasi kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya.

Meskipun sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok.

Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga brokenhome. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan jka konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.

c) Rehabilitasi komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai konselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.

Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.

d) Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.

2.5  ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA

2.5.1 PENGKAJIAN
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.

I.  IDENTITAS KLIEN

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita), usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum menikah, menikah atau bercerai), kemudian  nama  perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.

II. ALASAN MASUK
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA (fsikososial) atau mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.

III. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.

IV. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat badan,dll.

V. Psikososial
1. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan hubungan   klien dan keluarga.
2. Konsep diri
a Gambaran diri  : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas          : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran               : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d. Ideal diri         : Klien menginginkan keluarga dan orang lain menghargainya
e. Harga diri        : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
3. Hubungan sosial
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas keluarga maupun masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari kontak mata langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan NAPZA.

VI. Status Mental
1.  Penampilan.
 Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya dijelaskan.

2.   Pembicaraan
a.  Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat
b. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau memanipulasi keadaa, bengong/linglung.

3.   Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi, Tik, grimasen, termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau tidak menggunakan NAPZA

4.  Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada pecandu shabu.

5.   Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai. Afek datar muncul pada pecandu morfin karena mengalami penurunan kesadaran.

6.   lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah tersingung. Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.

7.   Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan

8.   Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.

9.   lsi pikir
  1. Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
  2. Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya.
10. Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat pengaruh NAPZA.

11.   Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.

13.   Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.

14. Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.

VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
Lakukan observasi tentang:
1.  Makan
2.   BAB/BAK,
3.  Mandi
4.   Berpakaian
5.   lstirahat dan tidur
6.   Penggunaan obat
7.   Pemeliharaan kesehatan
8.   Kegiatan di dalam rumah
9.   Kegiatan di luar rumah

VIII. Mekanisme Koping
Maladaptif.

IX.   Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungannya.

X.     Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan NAPZA

XI.    Aspek Medik
Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.

2.5.2 POHON MASALAH


2.5.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Resiko perilaku kekerasan
  2. Intoksikasi
  3. Penyalahgunaan zat
  4. Harga diri rendah
  5. Gangguan konsep diri
  6. Koping individu tidak efektif

2.5.4 INTERVENSI
Diagnosa: Resiko perilaku kekerasan
  1. Pasien
TujuanIntervensi
  1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
  2. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
  3. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
  4. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya
  5. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasannya
  6. Pasien dapat mencegah atau mengendalikan perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual, dan social dengan terapi psikofarmaka
SP 1
  1. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan
  2. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/ bantal
  3. Malatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
  4. Melatih memasukkan kegiatan tarik nafas dalam dan pukul kasur/ bantal ke dalam jadwal kegiatan harian
SP 2
  1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6 benar
  2. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
  3. Melatih cara minum obat secara teratur menggunakan prinsip 6 benar
  4. Melatih memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam jadual kegiatan harian
SP 3
  1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan verbal/bicara baik-baik
  2. Melatih cara verbal/bicara baik-baik
  3. Melatih memasukkan kegiatan bicara baik-baik ke dalam jadual kegiatan harian
SP 4
  1. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan cara spiritual
  2. Melatih cara spiritual
  3. Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam jadual kegiatan harian
  1. Keluarga
TujuanIntervensi
Keluarga dapat merawat pasien di rumahSP1
  1. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko perilaku kekerasan
  2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat perilaku kekerasan
  3. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko perilaku kekerasan
  4. Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan: latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal
  5. Latih keluarga latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
  6. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian klien klien latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal
SP 2
  1. Menjelaskan kepada keluarga tentang obat yang diminum klien
  2. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
  3. Melatih keluarga cara klien minum obat menggunakan prinsip 6 benar
  4. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian saat klien latihan minum obat sesuai dengan jadwal
SP 3
  1. Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal/ bicara baik-baik
  2. Melatih keluarga latihan verbal/bicara baik-baik
  3. Menganjurkan keluarga memotivasi, membimbing dan memberi pujian saat klien latihan verbal/bicara baik-baik.
SP 4
  1. Menjelaskan kepada keluarga cara mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
  2. Melatih keluarga cara latihan spiritual
  3. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien cara spiritual
  4. Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
  5. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
  6. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
  7. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
  8. Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan kesehatan.


2.5.5 EVALUASI
Evaluasi pada klien:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif);
3. Rencana latihan klien;
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan.
Evaluasi pada keluarga:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan keluarga (objektif);
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien:
4. Menyepakati rencana pertemuan berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC

Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC

Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.

Tira. 2012. Indonesia Sejahtera Tanpa Nrkoba. http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=1539 diakses pada 20 September 2014 pukul 09.30

www.narconon.org/drug-abuse.html diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB

www.metro.polri.go.id diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB


journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1243/1148