Asuhan Keperawatan pada Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008)...

Materi Intepretasi EKG Normal

Elektrokardiografi adalah ilmu yg mempelajari aktivitas listrik jantung sedangkan Elektrokardigram ( EKG ) adalah suatu grafik yg menggambarkan rekaman listrik jantung...

Liburan Murah Bersama Alam di Hutan Pinus Pandaan

Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki puluhan destinasi wisata yang menarik. Banyak para pelancong yang akhirnya melabuhkan hatinya di Pasuruan...

Mahasiswa FKp Satu-Satunya Delegasi Keperawatan pada Kompetisi Riset Dunia

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengirimkan satu tim delegasi untuk mengikuti Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting-14 (HISAS-14) di Hokkaido...

Kisah Inspiratif Dua Pedagang Keren

assalamualaikum wr.wb para pembaca yang budiman. Sudah lama ane gak posting-posting lagi. Hari ini izinkan ane berbagi pengalaman kepada pembaca semua...

Apa yang Membuat Saya Rindu Kampung Halaman?

Pembaca yang budiman, mungkin di antara kita banyak yang sedang atau pernah menyandang status sebagai perantau kota besar. Entah karena studi...

السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Thursday 12 April 2018

PPT Materi : Metode dan Media Promkes

Menurut WHO, Promosi kesehatan adalah proses atau upaya pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Untuk mencapai keadaan sehat, seseorang atau kelompok harus mampu mengidentifikasi dan menyadari aspirasi, mampu memenuhi kebutuhan dan merubah atau mengendalikan lingkungan (Piagam Ottawwa, 1986).

Sasaran Promosi Kesehatan:
  1. Primer : yang diharapkan akan menerapkan perilaku baru.
  2. Sekunder : yang dapat mempengaruhi sasaran primer. Mis : tokoh masyarakat.
  3. Tersier: yang berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan. Mis : penyandang dana, penentu kebijakan
Metode merupakan Kombinasi antara cara dan alat untuk menyampaikan pesan kesehatan pada klien sedangkan media adalah Sarana untuk menampilkan pesan yang ingin disampaikan komunikator, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuan

Kami menyediakan materi tentang Metode dan Media Promosi Kesehatan (Promkes) pada Link di bawah ini dan dapat Anda download secara gratis. semoga bermanfaat. 


 Download PPT Metode dan Media Promkes

PPT Metode dan Media Promkes

Askep pada Pasien dengan Melasma

BAB IV
MELASMA

  1. Definisi
Melasma adalah keadaan hiperpigmentasi (hipermelanosis) simetris yang non konginetal ditandai dengan macula atau bercak berwarna (variasi mulai dari coklat muda sampai coklat tua). Biasanya melasma terjadi atau mengenai daerah kulit yang terpajan sinar matahari, terutama di bagian dahi, kedua pipi, hidung, dagu, dan kadang leher. Melasma pada umumnya sering disebut sebagai kloasma.
Melasma adalah tampilan keabu-abuan hingga kecoklatan gelap dari kulit wajah akibat dari respon estrogen (internal) dan matahari (eksternal). Melasma ini biasanya terjadi akibat pengaruh dari pil KB, kehamilan. Pigmentasi biasanya muncul di daerah dahi, pipi, bibir atas, dagu dan distribusinya merata. (Molino, 2011). Jadi, melasma merupakan bercak abu-abu atau kecoklatan gelap yang timbul pada wajah, biasanya di daerah dahi, pipi, dagu, bibir atas karena pengaruh respon dari internal (esterogen) dan eksternal (matahari).

  1. Klasifikasi
Terdapat beberapa jenis melasm ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan histopatologik, dan pemeriksaan dengan sinar wood.

Berdasarkan gambaran klinis dibedakan menjadi tiga kelompok (Soepardiman, 2010), yaitu:
  1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah hidung, serta dagu (63%).
  2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
  3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%) (Soepardiman, 2010)

Berdasarkan pemeriksaan histopatologik dibedakan menjadi dua kelompok (Soepardiman, 2010), yaitu :
  1. Melasma tipe epidermal, umumnya berwarna coklat. Melanin terutama terdapat pada lapisan basal dan suprabasal, kadang-kadang diseluruh stratum korneum dan stratum spinosum
  2. Melasma tipe dermal, berwarna coklat kebiruan. Terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah di dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrate

Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood, melasma dapat dibedakan menjadi 4 kelompok (Grimes, 1995 & Soepardiman, 2010), yaitu :
  1. Tipe epidermal, melasma tampak lebih jelas dengan sinar Wood dibandingkan dengan sinar biasa
  2. Tipe dermal, dengan sinar Wood tak tampak warna kontras dibanding dengan sinar biasa
  3. Tipe campuran, tampak beberapa lokasi lebih jelas sedang lainnya tidak jelas
  4. Tipe sukar dinilai karena warna kulit yang gelap, dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat.

Pemeriksaan dengan sinar Wood lebih bermakna pada kulit warna terang dan sedang. Pada kulit warna gelap (tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood tidak bermanfaat (Park et al, 2008).

  1. Etiologi
Etiologi belum pasti. Faktor-faktor yang dianggap berperan pada pathogenesis melisma adalah :
  1. Faktor genetic
Dilaporkan adanya kasus keluarga sekitar 20-70% (Soepardiman, 2010). Faktor genetik melibatkan migrasi melanoblas dan perkembangan serta diferensiasinya di kulit. Morfologi melanosit, struktur matriks melanosom, aktivitas tirosinase dan tipe dari melanin yang disintesis, semua dibawah kontrol genetik (Prananingrum, 2012).Insiden melasma terbanyak terjadi pada individu dengan tipe kulit Fitzpatrick IV-V (Sachdeva, 2005 & Dogra;Gupta, 2006).

  1. Faktor endokrin
Ranson et al (1988) menjelaskan bahwa penelitian telah menunjukkan estrogen meningkatkan aktivitas tirosinase dan jumlah melanosit in vitro. Sel-sel kulit memiliki reseptor untuk estrogen dan progesteron, dengan ekspresi yang lebih tinggi di daerah wajah dibandingkan dengan daerah lain. Distribusi reseptor ini dapat menjelaskan lokasi preferensial melasma seperti telah diketahui (Im et al, 2002 & Jee et al, 1994).

Pada kehamilan, melasma dipengaruhi oleh faktor hormon. Ketinggian kadar estrogen dan progesteron serta meningkatnya MSH mempontensiasi aktivitas tirosinase dan dengan demikian merangsang melanogenesis (Muallem;Rubeiz, 2006). Soepardiman (2010) mengatakan bahwa melasma pada kehamilan biasanya meluas pada trimester ketiga.

Pigmentasi kulit melasma merupakan efek samping yang paling umum pada pemakaian kontrasepsi oral: 5-34% individu yang terkena dengan insiden yang lebih tinggi terlihat pada ras yang berpigmen (McKenzie, 1971 & Wade et al 1978). Pada pemakai pil kontrasepsi, melasma tampak dalam 1 bulan sampai 2 tahun setelah dimulai pemakaian pil tersebut (Soepardiman, 2010).

  1. Penggunaan kosmetik
Kosmetik yang mengandung bahan pewarna, pewangi, pengawet kosmetik dapat menyebabkan fotosensitivitas yang dapat mengakibatkan timbulnya hiperpigmentasi pada wajah jika terpajan sinar matahari.

  1. Paparan sinar UV
Sinar UV akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat tirosinase à aktivitas tirosinase maksimal à memacu melanogenesis.

  1. Faktor obat
Hiperpigmentasi yang disebabkan oleh agen toksik, atau obat-obatan dianggap 10-20% dari semua kasus hiperpigmentasi yang diperoleh (Yani, 2008). Misalnya difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin dapat menyebabkan timbulnya melasma. Obat ini ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis (Soepardiman, 2010).

  1. Faktor infeksi kronis, infeksi parasite, proses keganasan
  2. Idiopatik

  1. Manifestasi Klinis
Lesi melasma berupa makula berwarna coklat muda atau coklat tua berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, sering pada pipi, dan hidung yang disebut pola malar seperti pada Gambar 2.1. Pola mandibular terdapat pada dagu, sedangkan pola sentrofasial di pelipis, dahi, alis, dan bibir atas. Warna keabu-abuan atau kebiru-biruan terutama pada tipe dermal (Soepardiman, 2010).


Melasma (Robert, 2009)

  1. Patofisiologi
Melasma adalah kelainan hypermelanosis didapat pada kulit yang terpapar sinar matahari. Pada melasma terjadi produksi pigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam berupa proses pembentukan melanin, dapat berupa peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar ( bertambahnya ukuran melanosom ), peningkatan pemindahan  (transfer) melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit. (Park dan Yaar, 2012).

Meskipun melasma memiliki banyak factor etiologi yang diakui namun pathogenesis pastinya tidak diketahui (Soepadiman, 2010). Bukti menunjukkan bahwa factor internal dan lingkungan mungkin bertanggungjawab untuk memicu, mempertahankan, dan membuat kambuh lesi melisma (Tadokoro et al, 2002). Factor – factor tersebut seperti pengaruh genetic, paparan radiasi UV, kehamilan, kontrasepsi oral, terapi estrogen / progesterone, disfungsi tiroid, kosmetik dan obat – obatan seperti obat anti kejang dan fototosik. (Im et al, 2002).  Faktor terpenting dalam terjadinya melasma adalah pajanan sinar matahari. Radiasi Ultraviolet menyebabkan terbentuknya Reactive Oxygen Specias (ROS) yang mengakibatkan stress oksidatif. Stress oksidatif berperan penting pada efek biologik yang disebabkan oleh radiasi UV. Radiasi UV menyebabkan peroksidasi lipid di membran sel, mengakibatkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas ini kemudian akan menstimulasi melanosit untuk memproduksi melanin berlebih.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Anamnesis: usia,onset,gejala klinis,faktor predisposisi
  2. Pemeriksaan:
  1. Pemeriksaan secara kasat mata dengan sinar, melasma dibedakan atas :
    1. Tipe epidermal : lesi terlihat berwarna coklat muda.
    2. Tipe dermal : lesi terlihat berwarna abu-abu atau abu-abu kebiruan.
    3. Tipe campuran : lesi terlihat berwarna coklat gelap.
  2. Histopatologi
Lesi kulit melasma terlihat jelas berbeda dibanding dengan kulit normal. Terdapat tiga gambaran histopatologis dari pigmentasi yaitu epidermal, dermal, dan campuran.Pada melasma tipe epidermal, yang terlihat berwarna kecoklatan, terdapat peningkatan melanin di lapisan basal dan suprabasal. Peningkatan jumlah dan aktivitas melanosit masih diamati seiring dengan meningkatnya transfer melanosom ke keratinosit. Tipe epidermal lebih responsif terhadap pengobatan. Pada melasma tipe dermal, yang terlihat berwarna abu-abu kebiruan, pigmen melanin yang diproduksi oleh melanosit epidermal memasuki papilla dermis dan diambil oleh makrofag (melanofag), dimana sering berkumpul di sekitar pembuluh darah kecil dan dilatasi. Pada melasma tipe campuran ditandai dengan adanya deposisi pada lapisan dermal dan epidermal.

  1. Mikroskop electron
Gambar ultrasruktur melanosit dalam lapisan basal memberi kesan aktivitas melanosit meningkat.

  1. Wood lamp
Berdasarkan lokalisasi pigmen melasma terbagi dalam empat tipe. Klasifikasi sebelum pengobatan sangat penting oleh karena lokalisasi pigmen dapat menentukan pengobatan yang akan dipilih. Untuk membantu dalam menentukan lokalisasi pigmen, sebelum diterapi maka pasien harus diperiksa dengan menggunakan lampu Wood.

Tipe lokalisasi pemeriksaan :
  • Tipe epidermal : warna lesi tampak lebih jelas
  • Tipe dermal : warna lesi tidak betambah kontras
  • Tipe campuran : ada lesi yang bertambah kontras dan ada yang tidak
  • Tipe tidak jelas : dengan sinar wood lesi menjadi tidak jelas,dengan sinar biasa menjadi jelas.

  1. Pemeriksaan laboratorium
Tidak diindikasikan, hanya saja dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan fungsi endokrin,tiroid dan hepatic.

  1. Penatalaksanaan
Pengobatan melasma memerlukan waktu yang cukup lama, kontrol yang teratur serta kerjasama yang baik antara penderita dan dokter yang menanganinya. Kebanyakan penderita berobat karena alasan kosmetik.pengobatan dan perawatan kulit harusdilakukan secara teratur dan sempurna karena melasma bersifat kronik residif. Pengobatan yang sempurna adalah pengobatan yang kausal, maka penting untuk dicari etiologinya.

  1. Pencegahan
  1. Mengatasi peran matahari sebagai salah satu faktor etiologi dan eksaserbasi yang sangat penting yaitu :
  • Penderita diharuskan menghindari pajanan langsung sinar UV.
  • Bila keluar rumah menggunakan paying atau topi yang lebar.
  • Melindungi kulit dengan memakai tabir surya.

  1. Menghilangkan faktor yang merupakan penyebab melasma misalnya:
  • Menghentikan pemakaian pil kontrasepsi dan mengganti dengan kontrasepsi lain yang bukan hormonal.
  • Menghentikan pemakaian kosmetika yang berwarna atau mengandung parfum yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi.
  • Mencegah pemberian obat-obatan yang dapat merangsang hiperpigmentasi, contohnya: hidantoin,sitostatika,obat anti malaria,dan minosiklin.
  1. Pengobatan
  1. Pengobatan topical
  • Hidrokinon
Sampai saat ini hidrokinon merupakan bahan pemutih yang paling banyak dipakai untuk pengobatan melasma dan relatif aman serta efektif. Cara kerja dari hidrokinon adalah menghambat konversi dopa menjadi melanin dengan menghambat enzim tirosinase.

  • Asam retinoat(retinoic acid/ tretinoin)
Asam retinoat mempunyai efek keratolitik yang mengurangi pigmentasi.

  • Asam azeleat (azeleic acid)
Asam azeleat merupakan obat aman untuk dipakai. Asam azeleat bertindak sebagai kompetitif inhibitor enzim tirosinase, yaitu suatu enzim yang paling berperan pada proses melanogenesis. Selanjutnya terbukti pula bahwa golongan ini tidak mempunyai efek toksik ataupun kemampuan depigmentasi terhadap kulit normal.

  1. Pengobatan sistemik
  • Asam askorbat / vitamin c
Vitamin c mempunyai efek merubah melanin bentuk oksidasi menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan mencegah pembentukan melanin dengan menambah DOPA kinon menjadi DOPA.

  • Glutation
Glutation bentuk reduksi adalah senyawa sulfhidril (SH) yang berpotensi menghambat pembentukan melanin dengan jalan bergabung dengan Cuprum dari tirosinase

  1. Tindakan khusus
  • Pengelupasan kimiawi atau peeling
  • Bedah laser

  1. Komplikasi
Pada melasma tidak ada komplikasi yang cukup serius jika mendapat penanganan dengan baik dan tepat namun kasus ini dapat mengalami kekambuhan atau kasus berulang. Komplikasi atau efek samping dari pengobatan adalah iritasi lokal, jaringan parut, dermatitis kontak, dan patch pada kulit yang kulit yang lebih terang.

  1. Prognosis
Kebanyakan kasus dapat teratasi dengan baik meskipun membutuhkan waktu yang lama. Paparan sinar matahari yang terlalu sering dapat menghambat pengobatan dan menimbulkan kekambuhan. Perbaikan juga akan membutuhkan waktu yang lama pada pasien dengan perluasan gangguan melanin dilapisan dermis daripada epidermis.

Melasma biasanya menetap selama beberapa tahun. Kesalahan penggunaan kosmetik dapat memunculkan garis yang tidak wajar pada wajah. Melasma akan timbul pada wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral dan timbul beberapa bulan setelah melahirkan.

ASKEP Teori
  1. Pengkajian
  1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No.register, diagnosa medis.

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Keluhan Utama
Mengeluh adanya ketidaknyamanan dengan kondisi kulit

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditemukan keadaan hiperpigmentasi setempat yang secara selektif mengenai melanosit dahi, area malar, pelipis, daerah antara bibir atas dan hidung, beberapa bagian lateral dagu dan pipi. Warna dapat bervariasi mulai dari cokelat muda sampai kehitaman dan berbentuk tidak teratur. Ukurannya juga sangat bervariasi. Lesi biasanya simetrik, terutama bila mengenai pipi sedangkan penyebarannya menyerupai topeng.

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Penggunaan pil kontrasepsi dapat menyebabkan melesma biasanya tampak setelah 1 bulan – 2 tahun setelah pemakaian.

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Salah satu faktor terjadinya melesma yaitu genetik

  1. Riwayat Obat-obatan
Riwayat pemakaian obat-obatan seperti difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik, dan minosiklin.

  1. Pemeriksaan Fisik
  1. B1 (Breath)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan masalah.

  1. B2 (Blood)
Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler biasanya tidak ditemukan masalah.

  1. B3 (Brain)
Mungkin ditemukan adanya kegelisahan pada pasien, akan tetapi pada sistem persyarafan ini tidak ada masalah yang berarti.

  1. B4 (Bladder)
Pada pemeriksaan sistem perkemihan biasanya tidak ditemukan masalah.

  1. B5 (Bowel)
Pada pemeriksaan sistem pencernaan biasanya tidak ditemukan masalah.

  1. B6 (Bone)
Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal dan integumen, untuk sistem muskuloskeletal biasanya tidak ditemukan masalah. Dan pada sistem integumen biasanya ditemukan adanya kelainan atau deformitas pada kulit meliputi warna dan kondisi kulit serta kuku, jari, rambut. Jangan lupa untuk memeriksa turgor dan elastisitas kulit. Biasanya terjadi gangguan integritas kulit pada daerah wajah pasien. Pada pemeriksaan fisik melesma untuk kulit biasanya dilakukan di ruangan dengan pencahayaan yang baik.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan diagnostik melesma biasanya dilakukan pemeriksaan histopatologik, pemeriksaan dengan mikroskop elektron serta pemeriksaan dengan sinar wood yang telah dijelaskan di bab sebelumnya.

  1. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fotosensitivitas pada wajah akibat radiasi
Tujuan      : Kerusakan integritas kulit pasien teratasi
Kriteria hasil         :
  1. Tidak ada lesi pada kulit
  2. Terjadi proses penyembuhan lesi
  3. Perfusi jaringan baik


No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji kerusakan jaringan lunak yang dialami pasien
Menentukan jenis melasma apa dan menjadi dasar dalam memilih jenis tindakan yang akan dilakukan
2.
Ajarkan pasien untuk menjaga kebersihan kulit wajah
Untuk menjaga kulit wajah kering dan bisa tetap bersih
3.
Anjurkan pasien untuk mengurangi penggunaan kosmetik yang berlebihan
Mengurangi faktor resiko terjadinya penyakit
4.
Kolaborasikan penggunaan kosmetik yang sesuai dengan kulit pasien
Membantu mencegah terjadinya radiasi yang berlebih
5.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP dan vitamin
Asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat penyembuhan
6.
Kolaborasi pemberian topical depigmentating agent, seperti dydroquinon
Dydroquinon merupakan bahan kimia yang dapat menghambat tirosine, enzim yang berperan dalam produksi melamin.

  1. Gangguan body image berhubungan dengan proses penyakit akibat riwayat penggunaan pil kontrasepsi
Tujuan      : Gangguan body image pasien teratasi
Kriteria hasil :
  1. Body image positif
  2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
  3. Mampu menghargai kelebihan dan kekurangan diri

No.
Intervensi
Rasional
1.
Buat hubungan terapeutik perawat dengan pasien
Membantu pasien memulai untuk percaya dan berani mencoba pemikiran serta perilaku yang baru
2.
Beri kesempatan pasien menggambarkan dirinya sendiri
Membantu dalam mediskripsikan persepsi pasien tentang diri/ gambaran diri dan kenyataan situasi individu
3.
Dorong pasien untuk menghargai hidup serta menerima kondisi saat ini
Memahami dirinya dengan kelebihan  dan kekurangan saat ini, sehingga dapat meningkatkan percaya diri
4.
Libatkan keluarga, teman sebagai motivator
Keluarga adalah orang yang sering berinteraksi dengan klien, teman adalah orang yang terdekat yang sering diajak curhat serta berhubungan sosial.

  1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan akibat kurangnya informasi
Tujuan      : Ansietas pasien teratasi
Kriteria hasil         :
  1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gelaja ansietas
  2. Klien mampu menunjukkan teknik untuk mengntrol ansietas
  3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya ansietas

No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji tanda verbal dan nonverbal pasien ketika berkomunikasi
Reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan kegelisahan
2.
Gunakan pendekatan yang menyenangkan
Interaksi yang membuat pasien tenang dan nyaman sehingga dapat mengurangi kecemasan
3.
Berikan informasi faktual mengenai proses penyakit dan proses penyembuhannya
Informasi yang adekuat pada pasien dapat meningkatkan status kesehatan sehingga dapat mengahadapi dengan tenang
4.
Kaji intervensi yang dapat menurunkan ansietas, seperti: mendengarkan musik, bermain, olahraga, dsb.
Mengurangi ansietas dengan menggunakan intervensi melalui relaksasi pada tubuh yang lain
5.
Kolaborasi pemberian anticemas sesuai indikasi
Meningkatkan ketenangan serta dapat menurunkan kecemasan

  1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri berhubungan dengan kompleksitas regimen terapeutik
Tujuan : Manajemen kesehatan diri efektif
Kriteria hasil :
  1. Klien mampu mengintegrasi pengobatan penyakit dan sekuelnya
  2. Klien mampu mengatur kebiasaan terapeutik hidup sehari-hari
  3. Klien mampu memenuhi tujuan kesehatan yang spesifik
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji faktor resiko
Mengurangi kegagalan dalam mengurangi faktor resiko serta dapat mempermudah dalam melakukan intervensi
2.
Kaji cara klien memasukkan regimen pengobatan dalam kehidupan sehari-hari
Kegagalan dalam memasukkan regimen pengobatan dapat menjadi faktor resiko sehingga klien dapat memperbaikinya
3.
Buat hubungan terapeutik dengan klien
Klien mengungkapkan bagaimana mengatasi penyakit sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat
4.
Kolaborasi pemberian obat-obatan yang adekuat
Mengatasi kesulitan dalam regimen yang ditetapkan

  1. Koping individu inefektif berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder
Tujuan : Koping individu efektif
Kriteria hasil    :
  1. Klien mampu mengungkapkan perasaan emosionalnya
  2. Klien mampu mengidentifikasi pola respons serta dampaknya
  3. Klien mampu mengidentifikasi kekuatan diri dan menerima dukungan melalui hubungan intrapersonal
No.
Intervensi
Rasional
1.
Kaji faktor penyebab dan faktor penunjang
Membantu dalam merencanakan intervensi yang efektif pada pasien
2.
Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Memingkatkan perasaan emosional pasien dalan berhubungan dengan orang lain
3.
Tingkatkan status koping individu seperti mengajak bersosialisasi dengan pasien yang lain, dengan teman atau keluarga
Dapat meningkatkan koping yang efektif sehingga pasien merasa percaya diri
4.
Bantu klien mengembangkan strategi pemecahan masalah yang tepat
Membuat klien mampu mempertahankan konsep diri dan menjaga hubungan menyenangkan dengan orang lain

  1. Evaluasi
  1. Kerusakan integritas kulit dapat teratasi
  2. Gangguan body image teratasi
  3. Ansietas teratasi
  4. Manajemen kesehatan diri efektif
  5. Koping individu efektif

  1. ASKEP Kasus MELASMA
Ny.Y (26) datang ke puskesmas Kenjeran untuk memeriksakan kehamilannya pada trisemester ketiga. Ny.Y mengeluhkan timbulnya bercak berwarna cokelat tua berbatas tegas pada daerah wajah, yaitu di pipi, hidung, dahi, dan dagu. Bercak tersebut terlihat lebih jelas di bawah sinar. Bercak sudah tampak sejak trisemester kedua dan dirasakan semakin meluas saat ini. Ny.Y menyatakan malu kepada teman-teman arisannya. Ny.Y malu dengan bercak yang muncul di wajahnya karena tampak tak secantik dulu. Klien cemas terhadap keadaan kulit wajahnya dan terus menanyakan apakah kulitnya dapat kembali seperti sedia kala. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 87x/menit, napas 20x/menit, dan suhu 36,7 C. Klien didiagnosis melisma.

PENGKAJIAN
  1. Identitas Klien
  1. Nama                     : Ny.Y
  2. Usia                       : 26 tahun
  3. Jenis kelamin         : Perempuan
  4. Alamat                  : Surabaya
  5. Pendidikan                        : SMA
  6. Pekerjaan               : Ibu rumah tangga
  7. Suku/Bangsa         : Jawa/Indonesia
  8. Diagnosa medis     : Melasma

  1. Keluhan Utama
Bercak berwarna cokelat tua berbatas tegas pada daerah wajah, yaitu di pipi, hidung, dahi, dan dagu

  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat pemeriksaan antenatal trisemester ketiga, klien mengeluhkan timbulnya bercak bercak berwarna cokelat tua berbatas tegas pada daerah wajah, yaitu di pipi, hidung, dahi, dan dagu

  1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ditemukan riwayat kesehatan dahulu

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan riwayat kesehatan keluarga

  1. Riwayat Penggunaan Obat
Sebelum kehamilan, Ny.Y biasa menggunakan kontrasepsi pil KB

  1. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)     : Pada pemeriksaan sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan masalah.
B2 (Blood)      : Pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler biasanya tidak ditemukan masalah.
B3 (Brain)       :Mungkin ditemukan adanya kegelisahan pada pasien, akan tetapi pada sistem persyarafan ini tidak ada masalah yang berarti.
B4 (Bladder)   :Pada pemeriksaan sistem perkemihan biasanya tidak ditemukan masalah.
B5 (Bowel)     :Pada pemeriksaan sistem pencernaan biasanya tidak ditemukan masalah.
B6 (Bone)       : Pada pemeriksaan sistem muskuloskeletal dan integumen, untuk sistem muskuloskeletal biasanya tidak ditemukan masalah. Dan pada sistem integumen biasanya ditemukan adanya kelainan atau deformitas pada kulit meliputi warna dan kondisi kulit wajah. Terjadi gangguan pada turgor dan elastisitas kulit. Biasanya terjadi gangguan integritas kulit pada daerah wajah pasien. Pada pemeriksaan fisik melesma untuk kulit biasanya dilakukan di ruangan dengan pencahayaan yang baik.

ANALISA DATA
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DS
Ny.Y menyatakan malu kepada teman-teman arisannya, Ny.Y malu dengan bercak yang muncul di wajahnya karena tampak tak secantik dulu.
DO
Klien tampak tidak percaya diri
Adanya bercak kecoklatan pada wajah






Perbedaan warna kulit berbatas tegas dan berwarna terang





Koping inefektif






Harga diri rendah
Harga diri rendah
DS
Klien cemas terhadap keadaan kulit wajahnya dan terus menanyakan apakah kulitnya dapat kembali seperti sedia kala
DO
Klien tampak gelisah
Penurunan jumlah dan fungsi melanosit






Terbentuknya bercak putih pada bagian tubuh






Kerusakan integritas kulit






Informasi kurang






Ansietas
Ansietas

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
  1. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan citra tubuh
  2. Ansietas berhubungan dengan perubahan mayor: status kesehatan

INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1.
Harga diri rendah (00120) berhubungan dengan perubahan citra tubuh
Self-esteem

Kriteria Hasil:
  1. Mengatakan penerimaan tehadap keadaan diri sendiri (5)
  2. Mempertahankan kesuksesan interaksi sosial (5)
  3. Menyatakan level kenyamanan dengan keadaan diiri sendiri (5)
  4. Merasa dihargai (5)

Self-esteem: situational low
  1. Meningkatkan citra tubuh
  2. Meningkatkan harga diri
  3. Meningkatkan sosialisasi
  4. Memberikan dukungan emosi
  5. Meningkatkan support system

Self-esteem enhancement
  1. Memonitoring pernyataan harga diri klien
  2. Membuat pernyataan positif tentang klien
  3. Mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
  4. Penerimaan terhadap perubahan pada dirinya sendiri
2.
Ansietas berhubungan dengan perubahan mayor: status kesehatan

Anxiety
Anxiety level
Anxiety self-control

Kriteria Hasil
  1. Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
  2. Vital sign dalam batas normal
  3. Ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan level kesemasan berkurang
  4. Mampu mengontrol respon ansietas
  5. Menunjukkan koping yang efektif

  1. Gunakan pendekatan yang menenangkan, dengarkan dengan penuh perhatian dan beri kesempatan untuk mendiskusikan kekhawatirannya
  2. Dorong keluarga/orang terdekat untuk memberi support
  3. Beri pemahaman kepada klien tentang penyakitnya
  4. Dengarkan keluhan klien dengan penuh perhatian

EVALUASI
  1. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan citra tubuh
No.
Indikator Target
(Kriteria Hasil)
Tingkat Kontrol Nyeri
Tidak bisa menjelaskan
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
1
2
3
4
5
1.
Klien mengatakan penerimaan tehadap keadaan diri sendiri
1
2
3
4
5
2.
Klien mempertahankan kesuksesan interaksi di lingkungan sekolah/kampus
1
2
3
4
5
3.
Klien mempertahankan kesuksesan interaksi sosial
1
2
3
4

4.
Klien menyatakan level kenyamanan dengan keadaan diiri sendiri
1
2
3
4
5
5.
Klien merasa dihargai
1
2
3
4
5

  1. Ansietas berhubungan dengan perubahan mayor: status kesehatan
No.
Indikator Target
(Kriteria Hasil)
Tingkat Kontrol Nyeri
Tidak bisa menjelaskan
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
1
2
3
4
5
1.
Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas

1
2
3
4
5
2.
Vital sign dalam batas normal

1
2
3
4
5
3.
Ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan level kesemasan berkurang

1
2
3
4
5
4.
Mampu mengontrol respon ansietas

1
2
3
4
5
5.
Menunjukkan koping yang efektif

1
2
3
4
5


DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2013. Vitiligo. Diakses dari www.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc#scribd pada 29/04/2015.
American Academy of Dermatology. Vitiligo: tips for managing. http://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-treatments/u---w/vitiligo/tips. Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.30
Anonim. 2012. http://www.nhs.uk/Conditions/Vitiligo/Pages/Introduction.aspx Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.35
Eagle, Sharon. 2012. Disease in a Flash! An Interactive, Flash-Card Approach. Philadelphia: F. A Davis Company
Babu, Hanish. 2009.  Normal Course and Prognosis of Vitiligo. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/albinisme-_-9510001031307. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul 20.35.
Doengoes, E.M., Moorhouse, M, F., & Geissler, A. C. (2002). Nursing care plans: gidelines for planning and documenting patient care (3rd ed). Jakarta: EGC.
http://www.home-remedies-for-you.com/albinism/prognosis.html
Jain, Anju.,Jyoti Mal.,Vibhu Mehndiratta, et al. Study of Oxidative Stress in Vitiligo. Ind J Clin Biochem (Jan-Mar 2011). 26(1):78-81. DOI 10.1007/s12291-010-0045-7.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrew’s Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elseiver: Philadelpia. 860-862.
Montemarano A et al, Melasma; Medscape, Mar 2011
Susanto, Agus Henry. 2013. Albinisme pada Manusia. Fakultas Biologi Unsoed.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Williams, Hywel, et al. 2014. Evidence Based Dermatology 3rd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. Mcgraw Hill Medical : NewYork.335-341.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta: EGC.







Askep pada Pasien dengan Vitiligo


BAB III
VITILIGO

  1. Definisi
Pada abad ke-16 Hieronemyus Mercurialis menduga bahwa vitiligo berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata virum atau vitellium yang berarti cacat. Vitiligo adalah kelainan kulit yang idiopatik, berbatas tegas, dan didapat, ditandai dengan adanya milky white patch atau bintik putih seperti susu dengan berbagai bentuk dan ukuran (Anju, 2011). Hal ini disebabkan karena kerusakan melanosit dalam menghasilkan pigmen pada kulit dan mukosa.         Menurut Aisyah, vitiligo merupakan kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membrane, ditandai dengan adanya macula hipopigmentasi dengan batas yang tegas dan pathogenesis yang kompleks.

Insidensi vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan jenis kelamin. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa wanita memiliki faktor resiko lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, namun perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien yang sebagian perempuan oleh karena permasalahan kosmetik yang digunakan.

  1. Klasifikasi
Koga membagi vitiligo dalam dua golongan, yaitu :
  1. Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom

Gambar 1.

  1. Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom

Gambar 2.

Sedangkan berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Nordlund membagi menjadi :
  1. Tipe lokalisata, yang terdiri atas :
  1. Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih macula pada satu daerah dan tidak segmental.

Gambar 3.

  1. Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih macula dalam satu atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral.

Gambar 4.

  1. Bentuk mucosal, yang terdapat pada selaput lendir (genital dan mulut)

Gambar 5.

  1. Tipe generalisata, terdiri dari :
  1. Bentuk akrofasial : lesi terdapat pada bagian distal ekstremitas dan muka.

Gambar 6.

  1. Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus.

Gambar 7.

  1. Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau akrofasial.

  1. Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir seluruh tubuh.

Gambar 8.



Gambaran lokasi predileksi vitiligo


  1. Etiologi
Etiologi dari vitiligo belum diketahui, namun terdapat beberapa teori yang menjelaskan terjadinya vitiligo diantaranya kerusakan melanosit yang dihubungkan dengan genetic, cytotoxic, dan autoimun. Beberapa faktor presipitasi yang berperan dalam vitiligo adalah trauma (fisik atau emosional) atau infeksi parasite. Sumber lain menyebutkan bahwa faktor pencetus terjadinya vitiligo adalah
  1. Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.

  1. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultraviolet
Pada 7-15% penderita vitiligo, timbul lesi setelah terpajan matahari atau UV A dan ternyata 70% lesi pertama yang timbul ada pada bagian kulit yang terpajan.

  1. Faktor psikis dan emosional
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, stress psikis yang berat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa stress dapat memacu berkurangnya oksigen untuk membentuk radikal superoksida yang selanjutnya menjadi hidrogen peroksida dan membentuk Superoxide Dismutase (SOD).

  1. Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama proses kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral. Namun pendapat tersebut masih diragukan.

  1. Manifestasi Klinis
Kulit vitiligo menunjukkan gejala dipegmintasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi. Pada vitiligo, ditemukan macula dengan gambaran seperti “kapur” atau putih pucat dengan tepi yang tajam.

Progress dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap dari macula lama atau pengembangan dari macula baru.

Tangan, pergelangan tangan, lutut, leher, dan daerah disekitar mulut merupakan daerah yang sering ditemukan vitiligo. Kadang juga ditemukan rambut yang memutih atau uban premature. Gambaran rambut putih pada vitiligo, dianalogikan dengan macula putih, disebut sebagai poliosis.

  1. Patofisiologi
Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki. Sampai saat ini terdapat beberapa hipotesis tentang mekanisme penghancuran melanosit pada vitiligo, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan, yaitu :

  1. Hipotesis autoimun
Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun. Pada penderita dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik, yaitu autoantibodi anti melanosit yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin. Dari hasil-hasil penelitian terakhir, tampaknya hipotesis autoimun banyak dianut oleh banyak ahli. Hal ini disokong dengan kenyataan bahwa insidens vitiligo meningkat pada penderita penyakit autoimun, seperti : penyakit kelenjar tiroid, alopesia areata, anemia pernisiosa, anemia  hemolitik autoimun, skleroderma, dan artritis rheumatoid.

  1. Hipotesis neurogenik
Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang dapat merusak melanosit ataupun menghambat produksi melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka sel melanosit di dekatnya akan rusak. Secara klinis dapat terlihat pada vitiligo segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali timbul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah paraplegia, penderita polineuritis berat.

Selain itu, beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, juga merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y memegang peranan dalam pathogenesis vitiligo melalui mekanisme neuroimmunity atau neuronal terhadap melanosit.

  1. Hipotesis autositotoksik
Hipotesis ini berdasarkan biokimiawi melanin dan prekursornya. Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari biosintesis melanin yaitu monofenol atau polifenol. Sintesis produk antara yang berlebihan tersebut akan bersifat toksik terhadap melanosit.  Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap sitoplasma dari sel sehingga menyebabkan timbulnya kerusakan struktur yang paling penting seperti mitokondria. Lerner (1959) mengemukakan bahwa melanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut, sedangkan pada penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil, sehingga bila ada gangguan, produk antara tersebut akan merusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo. Hal ini secara klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). Juga hal ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja industri karet, plastik dan bahan perekat karena banyak berkontak dengan bahan fenol dan katekol. 

  1. Self-destruction hypothesis
Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik ( campuran phenolic ) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol) terhadap fungsi melanosit.

  1. Genetik hipotesis
Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara kromosom autosomal. Cacat genetic ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan mudah mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan diferensiasi dari melanosit.

  1. Terpapar bahan kimiawi
Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono Benzil Et er Hidrokinon dalam sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood. Biasanya, diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak “kapur putih”, bilateral (biasanya simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas

Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya. Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis.

Kelainan kulit pada vitiligo juga dapat kita temukan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Pada pemeriksaan ini terlihat hilangnya melanosit, dan melanosom pada keratinosit, juga terdapat perubahan dalam keratinosit: spongiosis, eksositosis, basilarvacuopathy, dan apoptosis. Beberapa penulis menjumpai infiltrate limfositik di epidermis.

  1. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada vitiligo yaitu repigmentasi dan menstabilkan proses depigmentasi. Proses repigmentasi yang dimaksud yaitu membentuk cadangan baru melanosit yang diharapkan akan tumbuh dalam kulit dan menghasilkan pigmen melanin. Ada banyak pilihan ter,api yang dapat memberikan hasil memuaskan pada sebagian besar pasien. Walaupun begitu pengobatan vitiligo membutuhkan waktu karena sel yang baru terbentuk akanberproliferasi dan bermigrasi ke daerah yang mengalami depigmentasi.

Metode pengobatan vitiligo dapat dibagi atas:
  1. Pengobatan secara umum
  1. Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita.
  2. Penggunaan tabir surya pada daerah yang terpapar sinar matahari.penggunaan tabir surya mempunyai beberapa alas an yaitu:
  • Kulit yang mengalami depigmentasi lebih rentan terhadap sinar matahari dan dapat mengakibatkan timbulnya kanker kulit.
  • Trauma yang diakibatkan sinar matahari selanjutnya dapat memperluas daerah depigmentasi(koebner phenomeno).
  • Pengaruh sinar matahari dapat mengakibatkan daerah kulit normal menjadi lebih gelap.

  1. Kamuflase kosmetik
Tujuan penggunaaan kosmetik yaitu menyamarkan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan.

  1. Repigmentasi vitiligo, dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan melihat usia penderita yaitu:
  1. Usia dibawah 12 tahun
  1. Steroid topical
Penggunaan steroid topical diharapkan dapat meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap autodestruksi melanosit dan menekan proses imunologis.

  1. Tacrolimus topical
Tacrolimus merupakan suatu imunosupresor yang poten dan selektif. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang menyebabkan supresi dari sel T dan inhibisi pelepasan sitokin. Berdasarkan penelitian,penggunaan tacrolimus 0,1% memberikan hasil yang baik pada daerah wajah dan memiliki efek samping yang lebih minimal di bandingkan dengan steroid topical poten yaitu adanya rasa panas atau terbakar dan rasa gatal,namun biasanya hilang setelah beberapa hari pengobatan.

  1. PUVA topical
Diindikasikan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun dengan vitiligo tipe lokalisata atau pada lesi yang luasnya kurang dari 20% permukaan tubuh. Pemaparan menggunakan UV-A dan dapat juga menggunakan sinar matahari. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit pada pengobatan berikutnya dapat ditambahkan 5 menit dan maksimum selama 15-30 menit. Pengobatan diberikan satu atau dua kali seminggu, tetapi tidak dalam 2 hari berturut-turut. Setelah selesai pemaparan, daerah tersebut dicuci dengan sabun dan dioleskan tabir surya.

  1. Usia lebih dari 12 tahun
  1. Sistemik PUVA
Indikasi penggunaan sistemik psoralen dengan pemaparan UV-A yaitu pada vitiligo tipe generalisata.Obat yang digunakan yaitu Methoxsalen (8-MOP, Oxsolaren), bekerja dengan cara menghambat mitosisyaitu dengan berikatan secara kovalen pada dasar pyrimidin dari DNA yang difotoaktivasi dengan UV-Adengan dosis yang diberikan 0,2-0,4 mg/kg/BB/oral, diminum 2 jam sebelum pemaparan. Lamanya pemaparan pada awal pengobatan selama 5 menit,pada pengobatan berikutnya dapat di tambahkan 5 menit sehingga dicapai eritema ringan dan maksimum 30 menit. Terapi ini biasanya diberikan satu atau dua kali seminggu tetapi tidak dilakukan 2 hari berturut-turut.

  1. Terapi bedah
Pasien dengan area vitiligo yang luas dan aktivitasnya stabil,dapat dilakukan transplantasi secara bedah,yaitu: autologous skin graft dan suction blister.

  1. Depigmentasi
Terapi ini merupakan pilihan pada pasien yang gagal terapi PUVA atau pada vitiligo yang luas dimanamelibatkan lebih dari 50% area permukaan tubuh atau mendekati tipe vitiligo universal. Pengobatan inimenggunakan bahan pemutih seperti 20% monobenzyl ether dari hydroquinone (benzoquin 20%), yangdioleskan pada daerah normal (dijumpai adanya melanosit). Dilakukan sekali atau dua kali sehari.

  1. Tattoo (mikropigmentasi).
Tattoo merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan peralatan khusus yang bersifat permanen.

  1. Komplikasi
  1. Kulit terbakar matahari disebabkan kurangnya melanin dalam kulit sehingga membuat kulit lebih rentan terhadap sinar matahari.
  2. Vitiligo dapat menyebabkan kekurangan pigmen pada mata dan penurunan pendengaran (hipoakusis)
  3. Penderita vitiligo biasanya mengalami penurunan harga diri dan rasa percaya diri terutama jika area yang terkena vitiligo adalah area yang sering terlihat
  4. Poliosis
  5. Rash
  6. Koebner phenomenon

  1. Prognosis
Prognosis dari vitiligo tergantung dari lokasi yang terkena dan respon klien terhadap terapi. Vitiligo dapat menyebar dengan cepat pada daerah depigmentasi kulit secara spontan dapat repigment tanpa diketahui penyebabnya.


ASKEP Teori

  1. Pengkajian
    1. Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No.register, diagnosa medis.

  1. Riwayat Kesehatan
    1. Keluhan Utama
Didapatkan makula berwarna putih susu tidak mengandung melanosit dan berbatas tegas. Makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong, berabatas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Daerah yang sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, perionifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor. Untuk daerah mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenia genital eksterna, puting susu, bibir, dan ginggiva.

  1. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditemukan bercak berwarna putih. Tidak terasa nyeri dan gatal. Bercak berjumlah banyak, berbentuk tidak teratur, ukuran bermacam-macam.Berawal dari bercak putih tanpa didahului oleh luka, kemudian bercak dirasakan secara perlahan melebar dan biasanya bertambah di bagian yang lain.

  1. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasnya klien pernah mengalami keluhan yang sama dan kemudian bercak bisa menghilang. Lesi timbul setelah trauma fisik seperti tindakan bedah atau luka bakar, maupun paparan bahan kimiawi.

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya terdapat salah satu keluarga klien dengan penyakit yang sama.

  1. Riwayat Obstetri dan obat-obatan
Pada vitiligo diduga akan memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral.

  1. Riwayat psiko, sosio, kultural
Pada pasien vitiligo, riwayat pekerjaan dapat mempengaruhi timbulnya penyakit ini seperti pada pekerja yang menggunakan sarung tangan atau detergen yang mengandung venol sehingga terjadi depigmentasi kulit karena pajanan Mono Bemzil Eter Hidokinon

  1. Pemeriksaan Fisik
Pada pengkajian fisik per sistem :
B1          : Normal
B2          : Normal
B3          : Normal
B4          : Normal
B5          : Normal
B6          : Akan ditemukan bercak putih dengan batas yang tegas pada bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorofisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anteriordan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris atau asimetris.

Pemeriksaan fisik kulit juga meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
  1. Inspeksi
  1. Inspeksi hygiene kulit: Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
  2. Inspeksi adanya kelainan-kelainan seperti Macula, Erytema, Papulla, Vesikula, Pustule, Ulkus, Crusta, Excoriasi, Fissura, Cicatrix, Ptechie, Hematoma, Naevus Pigmentosus, Hiperpigmentasi, Hemangioma, Spider naevi, Striae, dll.
  3. Inspeksi pada daerah Vitiligo/hipopigmentasi dengan warna putih dan berbatas jelas yang asimptomatis (tanpa keluhan), berukuran beberapa milimeter hingga beberapa sentimeter dapat simetris dan bisa pula asimetris. Inspeksi juga adanya seperti bekas luka bakar yang tampak lebih putih. Inspeksi area tubuh yang sering terkena vitiligo diantaranya adalah jari, pergelangan tangan, sekitar mata, sekitar mulut, hidung, kulit tulang kering (tibia). Kadang dapat dijumpai vitiligo di organ genital.
  4. Inspeksi apakah ada cyanosis, icterus, jaundice.

  1. Palpasi
  1. Pada palpasi, pertama-tama dirasakan kehangatan kulit, (dingin-hangat-demam), kemudian kelembabannya, klien dehidrasi terasa kering dan klien hipertyroidisme berkeringat terlalu banyak.
  2. Palpasi Texture kulit: Dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba kasar pada defisiensi vitamin A, hipotyroid, terlalu sering mandi. Pada vitiligo biasanya tampak ada batas yang jelas pada permukaan kulit.
  3. Palpasi bagaimana turgor kulitnya, adanya krepitasi atau tidak, adanya edema atau tidak.

  1. Pemeriksaan Penunjang
    1. Pemeriksaan Wood lamp: warna putih kebiruan yang nyata dengan tepi yang berbatas tegas, karena  tidak adanya atau berkurangnya melanin pada epidermis pada lesi vitiligo, pada pemeriksaan wood lamp didapatkan sinar tidak dapat diblok dan diteruskan ke lapisan kulit yang lebih dalam.
    2. Pemeriksaan hispatologis: terjadi kekurangan melanosit pada kulit yang terkena lesi, infiltrasi limfosit primer pada dermis superficial,perivaskuler, dan perifolikuler dapat dilihat pada tepi lesi vitiligo dan pada lesi awal.

  1. Diagnosa Keperawatan
    1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi pada lesi
    2. Gangguan body image berhubungan dengan macula pada lesi.

  1. Intervensi
Diagnosa
NOC
NIC
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi pada lesi

  • Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes.
  • Wound Healing : primer dan sekunder.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3X24 jam kerusakan integritas kulit
klien teratasi dengan
kriteria hasil:
  • Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
  • Luka/lesi pada kulit berkurang.
  • Perfusi jaringan baik
  • Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
  • Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
  • Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan lesi.
  • Melindungi kulit klien dari sinar matahari seperti dengan menyarankan untuk memakai pakaian panjang karena paparan sinar matahari akan memperburuk vitiligo.Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
  • Monitor kulit akan adanya kemerahan pada kulit
  • Anjurkan klien untuk memakai lotion atau sunscreen untuk melindungi dari UVA/UVB dengan pemakaian 15 menit sebelum keluar ruangan.
  • Monitor status nutrisi klien
  • Memandikan klien dengan sabun dan air hangat
Gangguan body image berhubungan dengan macula pada lesi.

  • Body image
  • Self esteem
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam gangguan body image klien teratasi dengan kriteria hasil:
  • Body image positif
  • Mampu mengidentifikasikekuatan personal
  • Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
  • Mempertahankan interaksi sosial
Body image enhancement:
  • Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya.
  • Monitor frekuensi mengkritik dirinya.
  • Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosispenyakit.
  • Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
  • Identifikasi arti pengurangan melaluipemakaian alat bantu.
  • Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil.
  • Sarankan kepada keluarga untuk memberi dukungan kepada klien.

  1. Evaluasi
    1. Kerusakan integritas kulit teratasi
    2. Pasien dapat meningkatkan kepercayaan dirinya

  1. ASKEP Kasus ViTILIGO
Tn.X (19) seorang mahasiswa dari Papua yang kuliah di Surabaya datang ke Rumah Sakit Universitas Airlangga dengan keluhan bercak putih berbatas tegas pada pergelangan  tangan, mulut, dan leher sejak 3 minggu yang lalu. Bercak putih akan semakin meluas jika terkena sinar matahari. Klien menyatakan bahwa dia sangat malu bertemu teman-temannya karena memiliki bercak warna pada kulit dan selalu mencoba menutupinya. Saat pengkajian ditemukan data bahwa ayah klien pernah mengalami gejala serupa dan mengalami perubahan warna rambut (beruban) sejak usia 15 tahun. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 87x/menit, napas 20x/menit, dan suhu 36,7 C. Saat dilakukan pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi tampak putih berkilau. Klien didiagnosis vitiligo.

PENGKAJIAN
  1. Identitas Klien
  1. Nama                      : Tn.X
  2. Usia                                    : 19 tahun
  3. Jenis kelamin          : Laki-laki
  4. Alamat                    : Surabaya
  5. Pendidikan             : SMA
  6. Pekerjaan                : Mahasiswa
  7. Suku/Bangsa           : Papua/Indonesia
  8. Diagnosa medis      : Vitiligo

  1. Keluhan Utama
Bercak putih berbatas tegas pada pergelangan  tangan, mulut, dan leher

  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluhkan timbulnya bercak putih berbatas tegas pada pergelangan  tangan, mulut, dan leher sejak 3 minggu yang lalu dan membawanya periksa ke RSUA.

  1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tidak ditemukan riwayat kesehatan dahulu

  1. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah klien pernah mengalami gejala serupa dan mengalami perubahan warna rambut (beruban) sejak usia 15 tahun

  1. Riwayat Penggunaan Obat
Tidak ada riwayat penggunaan obat obat

  1. Pemeriksaan Fisik
B1(blood)                    : tidak ditemukan adanya masalah.
B2(breathing)              : tidak ditemukan adanya masalah.
B3(brain)                     : tidak ditemukan adanya masalah.
B4(bowel)                   : bercak vitiligo terdapat pada mukosa mulut.
B5(bladder)                 : tidak ditemukan adanya masalah.
B6(bone)                       : bercak putih vitiligo bisa dijumpai pada kulit tubuh manapun dengan besar makula yang berbeda-beda

ANALISA DATA
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
DS
Klien mengatakan terdapat bercak putih pada pergelangan  tangan, mulut, dan leher
DO
Ditemukan bercak putih berbatas tegas pada pergelangan  tangan, mulut, dan leher
Penurunan jumlah dan fungsi melanosit






Terbentuknya bercak putih pada bagian tubuh






Kerusakan integritas kulit
Kerusakan integritas kulit
DS
Klien menyatakan bahwa dia sangat malu bertemu teman-temannya karena memiliki bercak warna pada kulit dan selalu mencoba menutupinya
DO:
Klien tampak tidak percaya diri
Adanya bercak putih






Perbedaan warna kulit berbatas tegas dan berwarna terang






Koping inefektif





Harga diri rendah
Harga diri rendah

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pada pigmentasi
  2. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan citra tubuh

INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Keperawatan
NOC
NIC
1.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pada pigmentasi
Risk Control: Sun Exposure

Kriteria Hasil:
  1. Mendapatkan informasi tentang control terhadap cahaya matahari
  2. Mengidentifikasi dan menyebutkan factor risiko terpapar cahaya matahari
  3. Mampu memonitoring lamanya terpapar cahaya matahari
  4. Memilih sunscreen sesuai kebutuhan atau bahkan dengan daya proteksi lebih besar
  5. Menggunakan pakaian yang mampu melindungi dari paparan sinar matahari dan topi jika diperlukan

Impaired Skin Integrity
  1. Medication administration: skin
  2. Skin surveillance

Skin Surveilance
  1. Monitoring warna dan suhu kulit
  2. Dokumentasikan perubahan pada kulit
  3. Instruksikan keluarga tentang gejala kerusakan kulit yang tepat
2.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan citra tubuh
Self-esteem

Kriteria Hasil:
  1. Mengatakan penerimaan tehadap keadaan diri sendiri
  2. Mempertahankan kesuksesan interaksi di lingkungan sekolah/kampus
  3. Mempertahankan kesuksesan interaksi sosial
  4. Menyatakan level kenyamanan dengan keadaan diiri sendiri
  5. Merasa dihargai

Self-esteem: situational low
  1. Meningkatkan citra tubuh
  2. Meningkatkan harga diri
  3. Meningkatkan sosialisasi
  4. Memberikan dukungan emosi
  5. Meningkatkan support system

Self-esteem enhancement
  1. Memonitoring pernyataan harga diri klien
  2. Membuat pernyataan positif tentang klien
  3. Mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
  4. Penerimaan terhadap perubahan pada dirinya sendiri



EVALUASI
  1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pada pigmentasi


No.
Indikator Target
(Kriteria Hasil)
Tingkat Kontrol Nyeri
Tidak bisa menjelaskan
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
1
2
3
4
5
1.
Klien mendapatkan informasi tentang control terhadap cahaya matahari
1
2
3
4
Oval: 5
2.
Klien mengidentifikasi dan menyebutkan factor risiko terpapar cahaya matahari
1
2
3
4
Oval: 5
3.
Klien mampu memonitoring lamanya terpapar cahaya matahari
1
2
3
4
Oval: 5
4.
Memilih sunscreen sesuai kebutuhan atau bahkan dengan daya proteksi lebih besar
1
2
3
4
Oval: 5
5.
Klien menggunakan pakaian yang mampu melindungi dari paparan sinar matahari dan topi jika diperlukan
1
2
3
4
Oval: 5

  1. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan citra tubuh
No.
Indikator Target
(Kriteria Hasil)
Tingkat Kontrol Nyeri
Tidak bisa menjelaskan
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
1
2
3
4
5
1.
Klien mengatakan penerimaan tehadap keadaan diri sendiri
1
2
3
Oval: 4
5
2.
Klien mempertahankan kesuksesan interaksi di lingkungan sekolah/kampus
1
2
3
4
Oval: 5
3.
Klien mempertahankan kesuksesan interaksi sosial
1
2
3
4
Oval: 5
4.
Klien menyatakan level kenyamanan dengan keadaan diiri sendiri
1
2
3
Oval: 4
5
5.
Klien merasa dihargai
1
2
3
4
Oval: 5



DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. 2013. Vitiligo. Diakses dari www.scribd.com/doc/140402668/VITILIGO-doc#scribd pada 29/04/2015.
American Academy of Dermatology. Vitiligo: tips for managing. http://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-treatments/u---w/vitiligo/tips. Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.30
Anonim. 2012. http://www.nhs.uk/Conditions/Vitiligo/Pages/Introduction.aspx Diakses pada tanggal 26 April 2015 pukul 20.35
Eagle, Sharon. 2012. Disease in a Flash! An Interactive, Flash-Card Approach. Philadelphia: F. A Davis Company
Babu, Hanish. 2009.  Normal Course and Prognosis of Vitiligo. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/albinisme-_-9510001031307. Diakses pada tanggal 26 Maret 2014 pukul 20.35.
Doengoes, E.M., Moorhouse, M, F., & Geissler, A. C. (2002). Nursing care plans: gidelines for planning and documenting patient care (3rd ed). Jakarta: EGC.
http://www.home-remedies-for-you.com/albinism/prognosis.html
Jain, Anju.,Jyoti Mal.,Vibhu Mehndiratta, et al. Study of Oxidative Stress in Vitiligo. Ind J Clin Biochem (Jan-Mar 2011). 26(1):78-81. DOI 10.1007/s12291-010-0045-7.
James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrew’s Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elseiver: Philadelpia. 860-862.
Montemarano A et al, Melasma; Medscape, Mar 2011
Susanto, Agus Henry. 2013. Albinisme pada Manusia. Fakultas Biologi Unsoed.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC
Williams, Hywel, et al. 2014. Evidence Based Dermatology 3rd Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 6th ed. Mcgraw Hill Medical : NewYork.335-341.
Taylor, C. M., & Ralph, S. S. (2010). Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan.Jakarta: EGC.