- Definisi Morbid obesity

Obesitas
adalah suatu keadaan di mana terjadi penimbunan lemak tubuh secara
berlebihan sehingga berat badan tubuh seseorang jauh di atas normal, hal
ini akibat ketidakseimbangan asupan (intake) dan pemakaian
(expenditure) energi. (Octari, 2014)
- Klasifikasi
Banyak cara untuk menentukan
apakah seseorang menderita obesitas atau tidak, yaitu dengan Index
Broca, index massa tubuh, mengukur lipatan kulit trisep dan skapula dan
berat badan relatif.
Dalam klinis cara yang paling banyak digunakan adalah menghitung berat badan relatif dengan rumus :
Keterangan :
<90% : kurang dari normal
90% - 110% : normal
110%-120% : lebih dari normal
120%-130% : obesitas ringan
130%-140% : obesitas sedang
140% : obesitas berat
Berikut adalah cara mengklasifikasikan obesitas berdasarkan perhitungan indeks masa tubuh.
Rumus: IMT = BB (Kg)/TB (m2)
Indeks Massa Tubuh (BMI)
|
Kg/m2
|
Berat Badan Rendah
|
<18,5
|
Normal
|
18,5 – 22,9
|
Berat Badan Lebih
|
23,0
|
Berat Bdan Lebih dengan Resiko
|
23,0 – 24,9
|
Obes 1 (ringan)
|
25,0 – 40,0
|
Obes 2 (sedang)
|
40,0 – 100,0
|
- Penentuan Kebutuhan Nutrisi pada Anak
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan(IDAI.2011):
- Kondisi sakit kritis (critical illness):
Kebutuhan energy = REE x faktor aktivitas x faktor stress
- Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)
- Gizi baik/kurang:
- Tatalaksana gizi buruk menurut WHO atau
- Berdasarkan perhitungan target BB-ideal BB ideal x RDA menurut usia
- Obesitas
Target pemberian kalori adalah BB ideal x RDA menurut usia (pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target)
- Etiologi
Selain faktor genetik, masih
terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami
obesitas. Tidak hanya faktor eksternal saja, akan tetapi faktor internal
juga mempengaruhi seorang anak mengalami obesitas.
Misnadiarly (2007) dalam
teorinya mengatakan bahwa orang yang gemuk tidak makan lebih banyak
dari pada orang kurus.Bahkan terkadangorang kurus menyatakan sudah makan
banyak tetapi tetap kurus. Hal ini disebabkanoleh faktor internal yang
dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas salah satunya adanya
gangguan regulasi di pusat hipotalamus dimana pusat lapar terletak
pada ventrolateral hipotalamus, sedangkan pusat kenyang terletak pada
ventromedial hipotalamus. Dari pusat lapar akan dikirim isyarat ke
korteks serebri. Dalam keadaan norma, isyarat ini akan dihambat oleh
rangsangan yang berasal dari pusat kenyang karena pengaruh distensi
lambung, plasma glucose, dan insulin atau oleh pengaruh substansi
katekolamin. Apabila terjadi gangguan dalam rangsangan hambatan ini,
maka akan terjadi makan yang berlebihan. Selain gangguan regulasi di
pusat hipotalamus, terdapat faktor internal lain yaitu faktor
endokrinopati (gangguan/kelainan pada system endokrin) yang dapat
menyebabkan obesitas walaupun jarang.
Menurut Sartika (2011), ada
beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan
berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman
soft drink, makanan jajanan seperti makanan cepat saji (burger, pizza,
hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan.
Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih bayi
tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu
formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan
bayi/anak.
Akibatnya,anak
akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal ini
diperparah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang
sehat dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan
buah yang cukup sebagai sumber serat. Anakyang berusia 5-7 tahun
merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu,
anak dalam rentang usia ini perlu mendapat perhatian dari sudut
perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa dikonsumsi
sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.
Sejak
tahun 1970 hingga 2011, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat
pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3)
kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. Di Indonesia, prevalensi obesitas
pada anak usia 6-15 tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16%
tahun 2001.
Faktor penyebab obesitas lainnya
adalah kurangnya aktivitas fisik baik kegiatan harian maupun latihan
fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan sejak masa anak
sampai lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup. Obesitas pada
usia anak akan meningkatkan risiko obesitas pada saat dewasa. Penyebab
obesitas dinilai sebagai ‘multikausal’ dan sangat multidimensional
karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi
juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke
bawah.Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan
faktor genetik. Jika obesitas terjadi pada anak sebelum usia 5-7 tahun,
maka risiko obesitas dapat terjadi pada saat tumbuh dewasa. Anak
obesitas biasanya berasal dari keluarga yang juga obesitas.
Obesitas pada prinsipnya adalah akibat
dari tidak seimbangnya antara asupan makanan dan tenaga yang
dikeluarkan dalam aktivitas sehari-harisehingga terjadi penumpukan lemak
di dalam tubuh. Resiko obesitas yang dialami anak-anakjuga disebabkan
oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri anak maupun
terpicu faktor lain di sekitarnya. Berbagai faktor penyebab obesitas
pada anak, antara lain pola makan anak, tingkat aktifitas fisik anak,
faktor keluarga atau lingkungan, social, faktor psikologis anak, faktor
genetik, dan faktor lainnya (Damayanti, 2008).
Faktor keluarga juga menjadi salah satu penyebabnya,
dimana orang tua saat ini lebih sering menyiapkan makanan yang mudah
dibuat bagi anaknya karena kesibukan bekerja yang menuntut waktu orang
tua untuk berada diluar rumah lebih banyak dibanding menyiapkan makanan
sehat dan bergizi seimbang bagi anaknya, dengan kata lain anak-anakkini
lebih sering mengkonsumsi makanan-makananinstan yang banyak mengandung
zat-zat yang tidak baik bagi tubuh.
Faktor lain yang menyebabkan anak
mengalami obesitas adalah faktor psikologis. Pada umumnya seseorang
yang mengalami tekanan pada psikologisnya seperti stress akan cenderung
mudah lapar. tekanan psikologis itu tidakhanya terjadi pada orang dewasa
saja, anak-anak pun dapat mengalaminya akibat rasa jenuh dengan
lingkungan sekitarnya, stress menghadapi ujian atau masalah dengan teman
sebayanya.
Masalah
gizi banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan
zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar
10-14 tahun) merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah
gizi baik masalah gizi kurang maupun gizi lebih.
- Manifestasi Klinis
Menurut Dr. Pingkan Palilingan, SpA, dalam Artikel Majalah Better Health Eka Hospital adalah sebagai berikut
- Memiliki pipi yang tembam
- Dagu berlipat
- Leher yang pendek
- Perut buncit
- Tinggi tidak sesuai dengan usia
- Pada anak laki-laki kerap terjadi pembesaran payudara (Gynecomastia).
- Pada anak perempuan yang mengalami obesitas dapat terjadi haid pertama yang timbul lebih cepat atau dikenal dengan istilah early menarch.
- Pada anak laki-laki mempunyai kecenderungan memiliki alat kelamin yang kecil.
- Patofosiologi
Metabolisme glukosa
berperan penting dalam mengatur penumpukan lemak, selama kelebihan
kalori disimpan sebagai lemak dan kekurangan glukosa akan terjadi
pelepasan lemak sebagai sumber energi. Individu yang obesitas mampu
menyimpan lemaknya dengan mudah, namun tidak mampu melepas lemak ini
atau membakarnya untuk energi. Faktor heredity juga berperan penting
dalam perkrmbangan obesity. Individu yang obes ditandai dengan kebiasaan
makan pada malam hari dan sering kali tidak makan saat pagi hari.
Ada
teori yang menjelaskan mengenai perkembangan obesitas yaitu pertama,
teori sel adipose menjelaskan jumlah sel di jaringan adipose meningkat
maka ukuran sel lemak juga meningkat. Kedua, teori point set bahwa
individu yang mempunyai tingkat predetermine untuk berat badan relatif
stabil selama usia dewasa, maka dengan meningkatnya intake kalori maka
metabolic rate meningkat untuk membakar kelebihannya, bila intake
dikuirangi maka metabolisme menurun untuk menyimpan energi.
Faktor sosial budaya juga berperan
penting dalam peningkatan berat badan.pola makan tiap budaya dan sosial
berbeda.Begitu juga denga faktor psikologis bisa memberikan suatu dasar
untuk pola makan.Pada remaja juga kebiasaan makannya adalah mencoba
berbagai makanan dan senang makan dengan kawan bermainn dibandingkan
dengan keluarga.Para remaja umumnya emosional mereka yang dipengaruhi
adalah gangguan body image, harga diri rendah, isolasi sosial, depresi
dan merasa ditolak.
- Pencegahan
Pola hidup sehat untuk mencegah obesitas (Kemenkes.2011) adalah
- Konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi per hari.
- Membatasi menonton TV, bermain komputer, game/playstation < 2 jam/hari.
- Tidak menyediakan TV di kamar anak.
- Mengurangi makanan dan minuman manis.
- Mengurangi makanan berlemak dan gorengan.
- Mengurangi makan diluar.
- Biasakan makan pagi dan membawa makanan bekal kesekolah.
- Biasakan makan bersama keluarga minimal 1 x sehari.
- Makanlah makanan sesuai dengan waktunya.
- Tingkatkan aktivitas fisik minimal 1 jam/hari.
- Melibatkan keluarga untuk perbaikan gaya hidup untukpencegahan gizi lebih.
- Target penurunan BB yang sehat
- Penatalaksanaan
Anak-anak dalam
masa pertumbuhan yang dapat mempengaruhi pekembangannya.Makanan yang
dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan pada tiap usianya.
- Usia 6-9 tahun
Nilai gizi:
Energi = 1870,5 kkal
Protein = 67 gram (14%)
Lemak = 61,8 gram (28%)
Karbohidrat = 276,1 gram (58%)
Pembagian makan sehari:
Waktu
|
Bahan Makanan
|
Berat (gram)
|
Ukuran Rumah Tangga (URT)
|
Contoh
|
PAGI
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
|
100
50
25
100
|
¾ gelas
1 potong sedang
1 potong kecil
1 mangkok sedang
|
Nasi putih
Ayam goring
Tahu, tempe
Tumis kangkung
|
10.00
|
Buah
Snack
|
150
1 porsi
|
1 ½ potong
1 porsi
|
Pisang Raja
Talas Kukus
|
Siang
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
Buah
|
100
50
50
150
150
|
¾ gelas
1 potong sedang
2 potong kecil
1 ½ mangkok
1 ½ potong
|
Nasi Putih
Ayam berbumbu
Perkedel panggang
Tumis Buncis
Nanas
|
16.00
|
Buah
Snack
|
150
1 porsi
|
1 ½ potong
1 porsi
|
Semangka
Pisang rebus
|
Malam
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
Buah
|
100
50
25
150
150
|
¾ gelas
1 potong sedang
1 potong kecil
1 ½ mangkok
1 ½ potong
|
Nasi putih
Sambal telur puyuh
Tahu
Lalapan
Jeruk
|
b. Usia 10-12 tahun
Nilai Gizi:
Energi = 2000 kkal
Protein = 69,4 gram (14%)
Lemak = 61,9 gram (26%)
Karbohidrat = 304,7 gram (60%)
Pembagian makan sehari:
Waktu
|
Bahan Makanan
|
Berat (gram)
|
Ukuran Rumah Tangga (URT)
|
Contoh
|
Pagi
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
|
100
50
25
100
|
¾ gelas
1 potong sedang
1 potong kecil
1 mangkok
|
Lontong
Ikan goring
Tempe
Sup
|
10.00
|
Buah
Snack
|
150
1 porsi
|
1 ½ potong
1 porsi
|
Jeruk
Kue pisang
|
Siang
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
Buah
|
150
50
50
150
150
|
1 gelas
1 potong sedang
2 potong kecil
1 ½ mangkok
1 ½ potong
|
Nasi putih
Pepes teri
Tahu schootel
Gulai terong
Jus sirsak
|
16.00
|
Buah
Snack
|
150
1 porsi
|
1 ½ potong
1 porsi
|
Salad Buah
|
Malam
|
Nasi
Lauk hewani
Lauk Nabati
Sayur
Buah
|
150
50
25
150
150
|
1 gelas
1 potong sedang
1 potong kecil
1 ½ mangkok
1 ½ potong
|
Nasi putih
Empal empuk
Pangsit isi tahu
Tumis sawi
Pisang emas
|
Disamping kegiatan promosi peningkatan
kesadaran gizi dan pencegahan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah,
juga dapat dilakukan kegiatan penemuan kasus kegemukan dan
obesitas.Namun untuk menghindari stigmatisasi anak di sekolah, penegakan
diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya dilaksanakan di
Puskesmas/Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.Penemuan Kasus
dilaksanakan setiap tahun melalui kegiatan penjaringan kesehatan di
sekolah.Langkah-langkah kegiatan (Kemenkes.2011) :
1) Pengukuran Antropometri
a) Penimbangan Berat Badan
b) Pengukuran Tinggi Badan
Setelah
dilakukan pengukuran antropometri oleh petugas gizi atau tenaga
kesehatan lainnya bersama guru UKS.Selanjutnya data yang diperoleh
dilaporkan ke Puskesmas, untuk ditentukan status gizinya dan tindak
lanjut.
2) Penentuan Status Gizi (di Puskesmas)
a) Menghitung nilai IMT
b) Membandingkan nilai IMT dengan Grafik IMT/U berdasarkan Standar WHO 2005
c) Menentukan status gizi anak :
Kurus : < - 2 SD
Normal : - 2 SD s/d 1 SD
Gemuk :>1 s/d 2 SD
Obesitas :> 2 SD
3) Tindak lanjut :
Kesimpulan hasil penjaringan
kesehatan di sekolah termasuk hasil pemeriksaan status gizi disampaikan
kepada orang tua dalam amplop tertutup melalui sekolah dengan ketentuan
sebagai berikut:
- Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi kurus, maka anak dirujuk ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
- Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi normal, maka dianjurkan untuk melanjutkan pola hidup sehat
- Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi gemuk atau obesitas, maka anak dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut
Pihak
sekolah/UKS bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar anak
melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dari puskesmas, serta
berusaha menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak.
- Komplikasi
Hipertensi
Penelitian
tahun 1959 menunjukkan adanya hubungan langsung antara hipertensi
dengan berat badan yang berlebihan; penelitian Framingham juga menemukan
adanya kenaikan tekanan darah pada dewasa muda yang mempunyai
beratbadan lebih, namun masih banyak diperlukan informasi untuk
menjelaskannya. Selain itu beberapa penelitian epidemiologi telah
membuktikan pula adanya hubungan yang linier antaraobesitas dan
hipertensi; hubungan kausalnya belum dapat diketahui
dengan
pasti, namun dalam pengamatan selanjutnya apabila penderita obesitas
diturunkan berat badannya maka tekanan darahnya akan turun pula; oleh karena itu timbul beberapa teori yang dikemukakan mengenai adanya hubungan tersebut,diantaranya yaitu :
Penyakit jantung iskemik
Penelitian
Framingham menunjukkan meningkatnya resiko kematian mendadak yang
sangat menyolok baik pada pria ataupun wanita dengan obesitas.Wanita
obesitas mempunyai resiko 13 kali lebih banyak mengalami kematian
mendadak dan kesakitan dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas.Da
hasil penelitian tersebut timbul dugaan apakah obesitas berpengaruh
langsung terhadap terjadinyaarteriosklerosiskoroner.
Pada penelitian terhadap binatang
yang dibuat obesitas ter- nyata peningkatan terjadinya arteriosklerosis
tidakdapat dibuktikan.Sehubungan dengan keadaan tersebut maka diadakan
pengamatan pada penderita obesitas yang dengan pemeriksaan angiografi
memperlihatkan sklerosis arteria koronaria, ternyata tidak terbukti pada
pemeriksaan bedah mayat; oleh karena itu arteriosklerosis tidak
berhubungan dengan kenaikan berat badan. Ada pendapat bahwa obesitas
tidak langsung menyebab- kan terjadi arteriosklerosis koroner, tetapi
hanya merupakan tambahan risiko terjadinya serangan penyakit jantung
koroner
Diabetes Melitus
Obesitas ternyata juga
mempengaruhi metabolisme tubuh manusia; yang sangat menyolok dan sering
terjadi adalah hubungan langsung antara obesitas dengan diabetes
melitus. Pada obesitas kemungkinan terkena diabetes mellitus 2,9 kali
lebih sering bila dibandingkan yang tidak obesitas.
Di
Amerika telah dilaporkan pula bahwa penderita obesitas yang umumya 20 –
45 tahun mempunyai kecenderungan terkena diabetes melitus 3,8 kali
lebih sering bila dibandingkan dengan penderita yang berat badannya
normal. Sedangkan yang umurnya 45 – 75 tahun kecenderungan terjadinya
diabetes melitus 2 kali lebih sering dari yang berat badannya normal.
Dikemukakan pula bahwa penderita obesitas sering mengalami hiperglikemi
tetapi dalam keadaan hiperinsulinisme;keadaan ini mungkin karena adanya
resistensi insulin yang meningkat atau kurang pekanya reseptor insulin
terhadap adanya hiperglikemi.
Ada pula yang mengatakan bahwa
pada penderita obes diabetik, kelainan dasarnya adalah gangguan
keseimbangan kinetik sekresi insulin. Sekresi insulin terlambat sehingga
kadar glukosa darah tidak dapat dikontrol secara teratur dan terdapat
peningkatan sekresi insulin sehingga cenderung terjadi hiperinsulinisme
yang disertai dengan peningkatan resistensi insulin. Kecuali itu,
hiperglikemi dan hiperinsulinemi dapatpula disebabkan oleh karena
kualitas insulin yang abnormal, adanya produk/ hormon yang bersi fat
antagonis terhadap insulin atau berkurangnya jumlah reseptor yang
sensitif pada membran sel.
Gangguan pernapasan
Pada penderita obesitas terdapat
timbunan lemak pada rongga dada dan rongga perutnya sehingga akan
menyebabkan gangguan proses pernafasan; oleh karena itu pada obesitas
cenderung terjadi penurunan kapasitas paru yang akan mengakibatkan
penurunan fungsi paru. Kelainan ini bila dalam keadaan berat dengan
tanda-tanda somnolen dan hipoventilasi disebut dengan Pickwickian
syndrome. Keadaan ini akan menghilang bila penderita menurunkan berat
badannya.
Kelainan sendi
Setiap peningkatan
berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang berlebihan
pada sendi penyangga berat badan, dan ini cenderung menyebabkan trauma
ringan tetapi terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoartrosis
(OA) baik primer ataupun sekunder. Engel dalam penelitiannya atas
populasi penduduk yang dibagi menjadi 4 grup, ternyata grup yang
mempunyaiberat badan berlebihan dengan umur makin tua cenderung lebih
cepat menderita OA. Sendi yang terkena adalah sendi penyangga berat
badan yaitu punggung, pangkal paha,lutut dan pergelangan kaki.
Daftar Pustaka
Hadi, Setiawan dkk. 2005. Hubungan
Pendapatan Perkapita, Pengetahuan Gizi Ibu dan Aktivitas Fisik dengan
Obesitas Anak Kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman Kota
Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. (online), Vol. 2,
No. 1. (http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/383/433,
diakses pada 12 oktober 2014 pukul 18.52 WIB)
Harmanto, Ning. 2006. Herbal untuk Keluarga: Ibu sehat dan cantik dengan herbal. Jakarta: Elex Media Komputindo
Hermawan, A. Guntur. 1991. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya.
Cermin Dunia Kedokteran. (online), No. 68.
(http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/194905061973101001ag_03.pdf,
diakses pada 12 Oktober 2014 pukul 18.41 WIB)
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.Asuhan Nutrisi Pediatrik (Peditric Nutrition Care).
Jakarta
(http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_Asuhan-Nutrisi-Pediatrik.pdf
, diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 04.15 WIB)
Kementrian Kesehatan RI.2011.Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta. (http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/Obesitas.pdf, diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 04.28 WIB)
Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi: Mengenal Gejala Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Octari, Cici dkk. 2014. Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. (online).
(http://jurnal.fk.unand.ac.id/images/articles/vol3/no2/n131-135.pdf,
diakses pada 12 Oktober pukul 18.42 WIB)
Sartika, Ratu A.D. 2011. Faktor Risiko pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara, Kesehatan.
(online), Vol. 15, No. 1.
(http://journal.ui.ac.id/health/article/download/796/758, diakses pada
12 Oktober 2014 pukul 18.24 WIB)
Setiawati dan Elga C. tanpa tahun.Hubungan Asupan Nutrisi dengan Obesitas Usia Dini pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDS Kartika Siliwangi 5 Cimahi.Jurnal
Kesehatan Kartika. (Online).
(http://www.stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/files/2011/201112/201112-006.pdf,
diakses pada 12 Oktober 2014 pukul 18.58 WIB)
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.