Asuhan Keperawatan pada Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008)...

Materi Intepretasi EKG Normal

Elektrokardiografi adalah ilmu yg mempelajari aktivitas listrik jantung sedangkan Elektrokardigram ( EKG ) adalah suatu grafik yg menggambarkan rekaman listrik jantung...

Liburan Murah Bersama Alam di Hutan Pinus Pandaan

Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki puluhan destinasi wisata yang menarik. Banyak para pelancong yang akhirnya melabuhkan hatinya di Pasuruan...

Mahasiswa FKp Satu-Satunya Delegasi Keperawatan pada Kompetisi Riset Dunia

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengirimkan satu tim delegasi untuk mengikuti Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting-14 (HISAS-14) di Hokkaido...

Kisah Inspiratif Dua Pedagang Keren

assalamualaikum wr.wb para pembaca yang budiman. Sudah lama ane gak posting-posting lagi. Hari ini izinkan ane berbagi pengalaman kepada pembaca semua...

Apa yang Membuat Saya Rindu Kampung Halaman?

Pembaca yang budiman, mungkin di antara kita banyak yang sedang atau pernah menyandang status sebagai perantau kota besar. Entah karena studi...

السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Thursday 31 December 2015

Kian Sadar 31 Desember

Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah atas segala nikmat yang diberikan Allah ta’ala hingga diperkenankan sampai pada akhir tahun 2015 Masehi. Penulis mengucapkan selamat hari jum’at, karena 1 Januari 2016 Masehi besok bertepatan pada hari jum’at, setuju?

Pembaca tercinta, tidak dimungkiri pergantian tahun baru ya begitu adanya. Tercium bau khas hura-hura, bau khas pesta tiada henti, bau khas panggung hiburan malam, bau khas campur baur dusel-duselan tak terbendung, bau khas bubuk pelangi yang ditembakkan keatas, dan bau khas yang lain yang mungkin unit K-9 milik polisi tidak sampai hati mengendusnya. Sebagai seorang muslim, tentu kita patut prihatin apabila nyatanya saudara-saudari kitalah yang tidak sampai hati diendus unit K-9. Tentu kita patut prihatin bila ternyata kerabat maupun keluarga kitalah yang tidak sampai hati diendus unit tersebut. Mungkin masih ada yang belum yakin akan makna dari itu semua.

Namun tidak sedikit kok muslim di Indonesia ini yang peduli sama hal begituan, silahkan browsing makna atribut yang biasa digunakan saat tahun baru. Silahkan browsing makna terompet. Silahkan browsing makna petasan/ kembang api. Silahkan browsing makna dentuman jam tanda pergantian tahun. Silahkan browsing sejarah pergantian tahun baru di Indonesia pun di dunia. Saudara-saudari kita merelakan harta, waktu, tenaga dan perasaannya untuk mengkaji dengan detail hingga menyajikannya secara lugas hal-hal yang memang benar adanya secara sejarah. Kini masyarakat kian sadar bukan, bagaimana menyadarkan saudara-saudarinya yang mungkin terbius bau khas pergantian tahun baru? Patut kita syukuri hal itu. Mungkin dulu kita seperti itu, lalu sadar atas ijin Allah, melalui saudara-saudari kita.

Pembaca, kini masyarakat kian sadar. Masyarakat semakin sadar betapa memanfaatkan waktu pergantian tahun begitu penting. Ya, to the point, silahkan browsing betapa banyak orang yang malam ini, ya malam ini, memanfaatkan waktunya untuk menghadiri majelis ilmu, kajian, tabligh akbar di masjid. Silahkan browsing bagaimana aparat negara sekelas PolRes mengadakan tabligh akbar. Silahkan browsing bagaimana mereka memasang spanduk berisi ajakan untuk memanfaatkan malam tahun baru yang identik dengan hura-hura, bising, mengotori lingkungan, menghabiskan uang, diganti dengan muhasabah bersama sekaligus bersedekah. Silahkan browsing bagaimana seorang walikota menginstruksikan pengurus masjid di kotanya untuk mengadakan doa bersama serentak ba’da shalat isya. Silahkan browsing bagaimana ormas menggencarkan shalawat bersama, doa bersama, dzikir bersama, muhasabah akhir tahun, tidak tanggung-tanggung langsung menghadirkan sekian banyaknya juru dakwah. Kini masyarakat kian sadar bukan, bagaimana secara bertahap namun totalitas berusaha membuat iklim baru saat pergantian tahun? Patut kita syukuri. Mungkin dulu lingkungan kita seperti itu, namun atas ijin Allah, lingkungan kita menjadi lebih kondusif atas usaha saudara-saudari kita.

Pembaca yang terhormat, penulis yakin trend pergantian tahun baru berikutnya akan menjadi semakin baik. Semakin banyak yang memanfaatkan waktunya dengan tepat. Semakin gencar amar ma’ruf nahi munkar, esspecially saat pergantian tahun baru. Ketika kita sudah tersadar, lingkungan semakin mendukung, pertanyaannya hanya satu, “Sudah siapkah diri ini?”. Ya, sudah siapkah diri ini mengambil posisi strategis dalam mengawal saudara-saudari kita yang lain? Sudah siapkah diri ini menjadi bagian dari pioneer lingkungan yang semakin kondusif? Sudah siapkah saudara-saudari kita terdahulu mengambil manfaatnya manakala kita mampu meneruskan perjuangannya?. Masihkah kita berdiam diri duduk di depan laptop (penulis juga sih hehe) dan sekedar berangan-angan semata? Masihkah kita tidak mau beranjak dari diri yang jahiliyah menuju diri yang terang benderang? Bukankah seorang muslim dinanti kebermanfaatannya? Bukankah seorang muslim sudah memiliki bekal yang rahmatan lil’alamin? Alangkah baiknya seorang muslim sadar bahwa dirinya muslim. Sadar akan tanggung jawab dan konsekuensinya, tidak hanya terhadap diri pribadi, namun terhadap saudara-saudarinya. Bukankah masuk surga enaknya rame-rame?

Penulis mohon maaf bila banyak teori semata, banyak bicara saja namun less action ever, no action. Mohon maaf atas tulisan yang kemungkinan menyinggung hati Pembaca. Semoga dapat diambil manfaatnya, meski hanya 1 kalimat yang membekas di hati. Semangat tahun baru, bersama menjadi pribadi muslim yang utuh, yang kaffah. Bersama, mengingatkan akan nahi munkar. Bersama, membudayakan hal-hal yang nyatanya bermanfaat. Bersama, meluruskan hal-hal yang nyatanya banyak mudharatnya. Wassalamu’alaykum.

*Penulis : Mahardhika Widyantoko

Wednesday 30 December 2015

Touching Words by Nobita in Stand by Me Doraemon

Haloo kawan... kalian tahu film "Stand by Me Doraemon" ? mimin yakin pasti sudah pada tahu semua. Yup Film Doraemon yang pertama kali dibuat dalam bentuk kartun 3 Dimensi ini sukses menarik hati penikmat film dunia khususnya para pecinta Doraemon. Beberapa Film Doraemon sebelumnya memang dibuat dalam bentuk kartun 2 Dimensi, sebut saja "Doraemon dan Raja Matahari", "Doraemon di Negeri Angin" dan lain-lain, sehingga kehadiran film "Stand by Me Doraemon" ini sangat dinantikan para penggemar Doraemon di seluruh Dunia. Film ini rilis pada bulan Agustus 2014 dan diputar beberapa negara di dunia, tidak hanya di Jepang. 

Film yang disutradari oleh Takashi Yamazaki dan Ryuichi Yagi ini memang sangat bagus kawan. Tidak seperti Film-film sebelumnya yang ceritanya tentang petualangan Doraemon dan kawan-kawan di sebuah negeri fantasi atau luar angkasa, Film yang ditaksir mendapatkan Keuntungan kotor mencapai 170 Juta Dollar US ini menceritakan tentang awal pertemuan Doraemon dan Nobita sekaligus menceritakan awal persahabatn abadi mereka. Ceritanya sangat menyentuh kawan, ente semua yang belum lihat segera nonton deh sebelum kehabisan (dikira Bensin yak). Ada beberapa momen yang dijamin membuat kawan sekalian mbrebes mili alias nangis. Yang paling membuat ane tersentuh adalah ketika Doraemon harus kembali ke abad 22 dan meninggalkan Nobita. Bayangkan ketika kita punya Sahabat dan dia meninggalkan kita untuk selama-lamanya (hiks hiks). 

di bawah ini adalah kata-kata yang menurut ane sangat menyentuh kawan. Saat itu Nobita yang diprediksi di masa depan akan menikah dengan Jaiko (Adik Giant) berjuang mati-matian agar masa depannya berubah dan kelak menikahi Sizuka (Perempuan yang disukai Nobita). Ditengah usahanya itu Nobita mengahdapi kegagalan demi kegagalan. Hal itu membuatnya merasa tidak punya harapan dan tidak pantas untuk Sizuka. Dan inilah yang dikatakan Nobita : 


Nobita         : Aku menyerah untuk menikahi sizuka.
Doraemon   : Kenapa? Apa kamu sudah tidak menyukainya? 
Nobita         : Aku sangat menyukainya. Dia segalanya bagiku. 
Doraemon   : Lalu kenapa? 
Nobita         :  

"Aku berpikir keras tentang ini. Jika dia menikahiku, selamanya dia tidak akan bahagia.
Hingga kini aku hanya memikirkan diriku sendiri. 
Tapi jika aku benar-benar peduli pada Shizuka,dia lebih baik tidak bersama diriku. 
Berat untuk mengucapkan peripasahan. Tapi lebih berat lagi berpikir bahwa aku akan membuatnya tak bahagia."


Tuh kan jadi BAPER! So Sweet kan si Nobita. ehmmmm.... Dalem kata-katanya kawan. Semoga postingan yang gado-gado ini bisa jadi inspirasi kawan sekalian. Sekian dulu ya...

Promkes pada Pasangan Usia Subur dengan Metode Buzz Group

BAB 2
PEMBAHASAN

 
2.1 Konsep Buzz Group
2.1.1 Definisi Buzz Group
Buzz Group merupakan metode yang digunakan untuk membagi kelompok diskusi besar menjadi kelompok-kelompok kecil. Sasaran dari kelompok kecil langsung diberi permasalahan. Dalam buzz group permasalahan yang diberikan dapat berbeda dengan kelompok lain. Setelah diberi permasalahan setiap kelompok mendiskusikan masalahnya tersebut dan selanjutnya membuat kesimpulan. Diskusi kelompok kecil (buzz group) adalah salah satu cara yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan melihat berbagai macam aspek permasalahan dan dilakukan dengan bertukar pikiran secara teratur dan terarah. Diskusi ini dapat diperoleh suatu kesimpulan mengenai masalah tersebut (Efendi & makhfudli, 2013).

2.1.2 Karakteristik buzz group
Menurut Sastra (2011), diskusi kelompok kecil atau Buzz Group ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. Terdapat dua ketua  yaitu sebagai fasilitator dan satunya sebagai moderator sekaligus berperan sebagai pemimpin diskusi dalam kelompok kecil.
  2. Melibatkan sejumlah orang yang terbagi dalam beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 3-7 orang.
  3. Waktu terbatas, setiap kelompok kecil harus melakukan diskusi sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sehingga saat waktu habis setiap kelompok telah siap dengan hasil diskusinya masing-masing.
  4. Memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai bersama, yakni ingin memecahkan suatu masalah yang sama dengan kerjasama antar kelompok.
  5. Berlangsung dalam situasi tidak terlalu formal. Artinya semua anggota kelompok atau peserta bisa saling mendengar dan beradu pandang serta berkomunikasi dengan yang lain.
  6. Pembicaraan tidak berurutan tapi dilakukan dengan spontanitas. Sehingga akan terdengar seperti dengungan-dengungan namun tetap berlangsung menurut proses yang teratur dan sistematis.
  7. Adanya istilah diskusi kecil dan diskusi besar atau evaluasi. Diskusi kecil merupakan diskusi antar anggota kelompok, sedangkan diskusi besar adalah suatu diskusi yang dipimpin oleh fasilitator dimana tiap juru bicara melaporkan hasil diskusinya dan terjadi sharing antar kelompok.
2.1.3 Prinsip pelaksanaan buzz group
Ada beberapa prinsip dasar Buzz Group yang harus dipenuhi menurut Sastra (2011), antara lain:
  1. Terdapat dua ketua, yaitu: ketua Buzz group yang bertugas memimpin diskusi besar dan ketua kelompok kecil (moderator) yang memimpin diskusi pada kelompok kecil.
  2. Anggota diskusi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk membahas masalah secara spesifik.
  3. Tiap kelompok melakukan diskusi sesuai waktu yang telah ditentukan.
  4. Penyatuan ide diperlukan untuk mendapat hasil yang maksimal.

2.1.4 Tahapan buzz group
Langkah-langkah penggunaan metode diskusi jenis Buzz Groups menurut Zaini, dkk (2007: 124) secara singkatnya adalah sebagai berikut:
  1. Langkah-langkah dan strategi ini biasanya dimulai dengan memilih orang yang akan melaporkan hasil diskusi atau juru bicara sekaligus memimpin diskusi.
  2. Kemudian meminta kepada setiap anggota kelompok untuk mengemukakan satu ide untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang didiskusikan.
  3. Akhirnya mereka harus menghasilkan satu ide yang disepakati bersama untuk dilaporkan ke kelas besar. Untuk strategi ini biasanya kelompok diberi batasan waktu seperti lima menit, sepuluh menit atau lebih tergantung kompleksitas masalahnya.
2.1.5 Jumlah peserta
Peserta Buzz grou tidak terlalu banyak, agar ada  rasa tanggung jawab anggota kelompok akan berkurang. Sehingga pemecahannya tidak akan ditemukan. Maka dari itu jumlah peserta dalam Buzz group adalah 3 atau 6 orang dan paling banyak 10 orang.

2.1.6 Waktu
Waktu dalam buzz group biasanya 45 menit sampai satu jam. Sebenarnya, waktu maksimal yang dapat digunakan dalam Buzz Group adalah dua jam. Hal itu juga tergantung pada kesuitan dari  masalah yang dibahas.

2.1.7 Perencanaan Kegiatan Penyuluhan
Sebelum Kegiatan Penyuluhan dilakukan maka dilakukan perencanaan dan persiapan terlebih dahulu.
Kegiatan-kegiatan persiapan tersebut adalah:
  1. Fasilitator menyusun rancangan tindakan berupa silabus, satuan layanan, dan materi diskusi buzz group.
  2. Fasilitator mempersiapkan angket dan lembar observasi untuk masing-masing pembantu pelaksana.
  3. Fasilitator menetapkan moderator diskusi kecil buzz group.
  4. Fasilitator membagi peserta ke dalam kelompok kecil.
  5. Fasilitator melakukan pembagian moderator pada masing-masing kelompok.
  6. Fasilitator memberikan pengarahan kepada setiap moderator berkaitan dengan subbab topik yang akan didiskusikan dan mekanisme pelaksanaan diskusi buzz group agar diperoleh kesamaan persepsi antara moderator dengan peserta.

2.2 Konsep Pasangan Usia Subur
2.2.1 Definisi Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur adalah pasangan suami istri dengan rentang usia antara 15-49 masih haid atau pasangan suami stri yang istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri sudah berumur 50 tahun, tetapi masih haid (BKKBN, 2009 : 8).
Menurut Pedoman Podes 2008, Definisi PUS adalah pasangan suami istri yang masih berpotensi untuk mempunyai keturunan atau biasanya ditandai dengn belum datangnya waktu menopause (terhenti menstruasi bagi istri).

2.2.2 Proses Belajar Orang Dewasa
Proses belajar orang dewasa tentu sangat terkait dengan karakteristik usia perkembangannya. Dewasa berdasar dimensi psikologis dapat dilihat dan dibedakan dalam tiga kategori yaitu: dewasa awal (early adults) dari usia 16 sampai dengan 20 tahun, dewasa tengah (middle adults) dari 20 sampai pada 40 tahun, dan dewasa akhir  (late adults) dari 40 hingga 60 tahun (Kamil, tth).

Orang dewasa sebagai peserta didik berbeda sekali dengan anak usia dini dan remaja. Proses pembelajaran orang dewasa sangat unik karena proses belajar akan berlangsung apabila mereka terlibat langsung, ide dapat dihargai, dan materi ajar yang benar-benar dibutuhkan atau berkaitan dengan profesi serta hal baru bagi mereka (Najamuddin, tth).

Menurut Saraka tahun 2001 dalam (Kamil, tth), pada umumnya orang dewasa mereka memiliki kemampuan membaca, menulis, menghitung,  menguasai kemampuan verbal dan kecakapan mengambil keputusan yang relevan dengan kebutuhan pribadi serta tuntutan sosialnya. Karakteristik orang dewasa beragam sekali. Oleh karena itu diperlukan juga pemahaman mengenai bagaimana orang dewasa belajar untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Menurut Pannen dan Malati (1994), proses belajar orang dewasa mempunyai beberapa tahapan, yaitu :
  1. Kesadaran, yaitu pengenalan terhadap materi yang dipelajari
  2. Pemahaman, mulai dapat memahami konsep atau prinsip bahan yang dipelajari
  3. Keterampilan, bila di dalam proses pembelajaran diberikan kesempatan untuk praktek, peserta akan dapat mencapai tahap penguasaan keterampilan
  4. Penerapan pengetahuan dan keterampilan
  5. Sikap, setelah menerapkan pengetahuan dan mempraktekkan peserta akan mempunyai sikap tertentu
Berdasarkan tahapan tersebut, ketika memulai proses pembelajaran orang dewasa tersebut harus menyadari betul kebutuhan belajarnya dan keterkaitan materi yang dipelajari terhadap kebutuhan tersebut. Kesadaran ini akan mendorong mereka untuk memahami pengetahuan dan menguasai keterampilan yang harus dipelajari. Selanjutnya menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi dari pengalaman setelah menerapkan tersebut, akan muncul sikap, baik positif maupun negatif. Tentu saja ketika orang dewasa mendapatkan manfaat dari hal yang dipelajari akan muncul sikap positif dan sebaliknya apabila mereka tidak mendapatkan manfaat apapun, muncul sikap negatif.

Ada beberapa asumsi mengenai perilaku belajar orang dewasa menurut Lindeman (Knowles, 1990), antara lain :
  1. Orang dewasa selalu termotivasi untuk belajar sesuai dengan kebutuhan akan pengalaman dan minat bahwa belajar akan memuaskan. Oleh karena itu, hal ini merupakan salah satu cara untuk memulai mengorganisasikan aktivitas belajar orang dewasa.
  2. Orientasi belajar orang dewasa orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan. Oleh karena itu unit belajar yang tepat untuk mengorganisasikan adalah situasi nyata, bukan hal yang bersifat imaginatif.
  3. Pengalaman merupakan sumber belaar yang paling kaya dalam belajar orang dewasa. Oleh karena itu, metode pendidikan untuk orang dewasa adalah analisis pengalaman.
  4. Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri. Dengan demikian peran instruktur/trainer adalah menghubungkan proses eksplorasi yang seimbang dengan mereka daripada hanya sekedar mentransfer pengetahuan.
  5. Perbedaan individu makin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa seharusnya memberikan perbedaan dalam gaya, waktu, tempat dan tahapan belajar.
Dengan adanya asumsi di atas, maka untuk menciptakan suasana pembelajaran orang dewasa yang efektif dan efisien perlu memperhatikan beberapa prinsip belajar bagi orang dewasa, yaitu :
  1. Partisipasi Aktif. Orang dewasa akan dapat belajar dengan baik apabila secara penuh mengambil bagian dalam aktivitas pembelajaran
  2. Materinya Menarik. Orang dewasa akan belajar dengan baik apabila materinya menarik bagi dia dan ada dalam kehidupan sehari-hari
  3. Bermanfaat. Orang dewasa akan belajar dengan sebaik mungkin apabila apa yang dipelajari bermanfaat dan dapat diterapkan
  4. Dorongan dan Pengulangan. Dorongan semangat dan pengulangan terus-menerus akan membantu orang dewasa untuk belajar lebih baik
  5. Kesempatan Mengembangkan. Orang dewasa akan belajar sebaik mungkin apabila dia mempunyai kesempatan yang memadai untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya
  6. Pengaruh Pengalaman. Proses belajar orang dewasa dipengaruhi oleh pengalamanpengalamannya yang lalu dan daya pikirnya
  7. Saling Pengertian. Saling pengertian yang lebih baik akan membantu pencapaian tujuan pembelajaran
  8. Belajar Situasi Nyata. Orang dewasa akan lebih banyak belajar dari situasi kehidupan nyata
  9. Pemusatan Perhatian. Orang dewasa tidak dapat memusatkan perhatian untuk waktu yang lama kalau hanya mendengar saja
  10. Kombinasi Audio dan Visual. Orang dewasa mencapai retensi (penyimpanan) tertinggi melalui kombinasi kata-kata dan visual

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran Orang Dewasa
Proses dan perilaku belajar orang dewasa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika belajar, seringkali perlu dipahami dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Ada beberapa faktor fisik dan psikis yang mempengaruhi proses belajar pada orang dewasa. Faktor-faktor tersebut adalah :
  1. Faktor-faktor Fisik
  1. Faktor penglihatan dan pendengaran Seiring dengan bertambahnya usia, ketajaman penglihatan dan pendengaran mulai berkurang. Oleh karena itu sebaiknya peserta pembelajaran tidak terlalu banyak. Jumlah peserta diusahakan antara 15-25 orang, sehingga memungkinkan penataan kursi lebih dekat dengan sumber belajar. Media pembelajaran ditempatkan sedemikian rupa sehingga semua peserta dapat melihat dan mendengarnya dengan jelas.
  2. Faktor artikulasi Bertambahnya usia juga memungkinkan struktur alat ucap sudah mengalami perubahan, seperti gigi tanggal, perubahan organ pita suara, bibir menurun dan sebagainya yang mempengaruhi pelafalan seseorang. Pelafalan ini tentu saja mempengaruhi makna bahasa. Instruktur sebaiknya dapat memahami hal ini dan mengupayakan pelafalan dengan tepat.
  3. Faktor ketahanan tubuh dan penyakit Selain faktor-faktor fisik di atas, fungsi organ pun mulai berkurang, bahkan muncul beberapa penyakit. Hal ini tentu saja mengurangi ketahanan fisik maupun psikis. Dengan demikian, hal yang perlu dipertimbangkan adalah untuk tidak menjadwalkan proses belajar sampai larut malam, latihan fisik yang berlebihan dan pengaturan menu makan yang bergizi.
  1. Faktor-faktor Psikis
  1. Harapan masa depan Adanya harapan di masa depan dapat mempengaruhi semangat belajar. Semangat belajar akan muncul apabila materi yang dipelajari berkaitan dengan pengembangan karier di masa depan.
  2. Latar belakang sosial Lingkungan sosial peserta yang merupakan masyarakat belajar akan mempengaruhi belajar peserta. Kesempatan belajar akan dirasakan sebagai peluang berharga yang dapat meningkatkan kepercayaan diri serta statusnya di lingkungan sosialnya.
  3. Keluarga Latar belakang merupakan faktor yang dominan. Keluarga yang harmonis dan mendukung minat belajar akan memberikan dorongan besar untuk belajar. Keluarga dengan banyak anak dan dengan sedikit anak juga akan mempengaruhi sikap belajar.
  4. Daya ingat Daya ingat untuk orang yang sudah beranjak dewasa akan semakin berkurang. Orang dewasa lebih mudah memahami sesuatu tetapi mudah melupakan. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran resume dan pengulangan materi sangat membantu.

Pendekatan dan Strategi Belajar
Orang dewasa yang melakukan proses belajar merupakan orang yang sudah mengalami berbagai peristiwa dan pengalaman. Hal yang diperlukan dalam belajar adalah hal-hal yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya selama ini. Oleh karena itu, Pannen dan Malati (1994) memberikan saran untuk strategi pembelajaran orang dewasa, yaitu :
  1. Memperbanyak diskusi
  2. Menyediakan acuan atau paling tidak memberikan informasi entang acuan yang digunakan dalam pembelajaran
  3. Meningkatkan partisipasi
  4. Menentukan rambu-rambu atau kriteria untuk mendampingi kebebasan yang diberikan pada peserta
  5. Menengahi perbedaan
  6. Mengkoordinasi dan menganalisis informasi
  7. Memberi ringkasan atau rangkuman
Adapun tindakan nyata bagi instruktur dalam pembelajaran orang dewasa adalah sebagai berikut :
  1. Mendengarkan pendapat peserta
  2. Turun bersama-sama peserta untuk mengetahui masalah yang dihadapi mereka
  3. Berdiskusi secara terbuka dengan peserta tentang masalah mereka dan bukan berbicara selaku orang yang lebih tahu terhadap orang yang tidak mengetahui atau lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang lebih rendah
  4. Menghormati peserta dengan meng”orang”kannya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan, menaruh perhatian, membantu mereka menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri dan tidak memberikan jawaban pertanyaan secara langsung.
Menurut Unesco tahun 1988 dalam (Kamil, tth), Sistem pembelajaran pada peserta didik dewasa dapat diarahkan ke dalam berbagai bentuk kegiatan belajar sesuai dengan kebutuhannya dan kebutuhan sumber serta bahan belajar, seperti pada: kelompok diskusi, bermain peran, simulasi, pelatihan, (group discusion, team designing, role playing, simulations, skill practice sessions).

2.2.3 Epidemiologi
Undang-Undang Nomor 57 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyatakan bahwa pembangunan keluarga adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat; dan keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga berkualitas. Data SDKI 2012 menunjukkan tren prevalensi penggunaan kontrasepsi atau Contraception Prevalence Rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat, sementara tren angka fertilitas atau Total Fertility rate (TFR) cenderung menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1 %) dengan capaian 61,9%, namun TFR belum mencapai target (2,39) dengan angka tahun 2012 sebesar 2,6. Data badan kependudukan dan keluarga berencana nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada 8.500.247 PUS (pasangan usia subur) yang merupakan peserta KB baru, dan hamper separuhnya (48,56%) menggunakan metode kontrasepsi suntikan.

Indonesia menghadapi berbagai persoalan kehidupan baik masalah  geografis, kependudukan, kesejahteraan, kesehatan reproduksi dan kultur masyarakat. Kami akan mengidentifikasi masalah yang terjadi pada pasangan usia subur. Masalah pada pasangan usia subur banyak berkaitan dengan masalah kependudukan dan kesehatan reproduksi.

Pada masalah kependudukan menurut Manuaba (2007) laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,7-1,9%, perkiraan persalinan 5.500.000/bulan, angka kematian maternal 390/100.000 orang/tahun atau sekitar 195.000-200.000 persalinan hidup. Pada masalah kesehatan reproduksi merupakan masalah yang kompleks terutama terjadi pada perempuan. Kesehatan reproduksi dalam bidang obstetri mencakup:
  1. Fertilitas yang tidak terkendali
    • Jumlah anak lebih banyak
    • Jarak hamil terlalu pendek
    • Hamil pada umur terlalu tua
    • Kehamilan pada remaja
  2. Pemeriksaan antenatal care yang kurang
  3. Komplikasi kehamilan, persalinan, post partum dan kala nifas serta laktasi yang memerlukan perhatian serius.
  4. Penyakit yang menyertai kehamilan
  5. Komplikasi saat persalinan
Selain itu menurut  Muniroh (2013) mengemukakan bahwa masalah kependudukan di Indonesia yaitu meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dikaitkan dengan kualitas pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Metode kontrasepsi merupakan pilihan yang dapat mensukseskan program KB. Metode kontrasepsi mantap salah satunya MOW (Medis Operatif  Wanita) masih cenderung rendah dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya. Di wilayah Kabupaten Jember tahun 2012 ada peserta KB sebanyak 96.340 peserta dan peserta MOW sebanyak 943 peserta.

Berdasarkan data dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) (2012) dalam Pusat Data & Informasi (2013) menyatakan bahwa unmet need pada tahun 2012 masih tinggi yaitu 8,5%, hanya turun 0,6% dalam 5 tahun terakhir sedangkan target RPJMN 2014 sebesar 6,5%. Unmet Need merupakan proporsi wanita subur yang menikah atau hidup bersama (seksual aktif)yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilan, tetapi tidak menggunakan alat atau cara kontraasepsi.

2.2.4 Masalah Kesehatan pada Pasangan Usia Subur
Masalah yang banyak terjadi pada pasangan usia subur. Pasangan usia subur termasuk pada tahap perkembangan keluarga baru menikah hingga memiliki anak terakhir. Pada tahap keluarga baru menikah memiliki tiga tugas perkembangan keluarga yaitu membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, mampu berhubungan secara harmonis dengan sanak saudara dan perencanaan keluarga (keputusan untuk menjadi orang tua).

Menurut Goldenberg, 2000 & Heinrich, 1996 dalam Friedman (2003) menyatakan bahwa banyak pasangan yang mengalami masalah dalam penyesuaian seksual. Sering kali karena pengabaian dan kesalahan informasi yang menyebabkan pengharapan tidak realistik dan kekecewaan. Selain itu, banyak pasangan yang membawa kebutuhan dan hasrat mereka yang tidak terselesaikan ke dalam hubungan, hal ini akan memberi pengaruh buruk dalam hubungan seksual.

Pada tugas perkembangan kedua, pasangan yang baru menikah akan menghadapi tugas perpisahan diri mereka dari keluarga masing-masing, membentuk keluarga yang baru dan menjalani hubungan yang berbeda dari orang tua sebelumnya karena harus mampu beradaptasi dengan mertua dan saudara baru.

Sedangkan pada tugas perkembangan ketiga, pasangan yang baru menikah ingin memiliki atau tidak memiliki anak dan menetapkan waktu kehamilan merupakan keputusan yang penting.
Berdasarkan ketiga tugas perkembangan pada keluarga baru menikah di atas, yang menjadi perhatian pelayanan kesehatan adalah penyuluhan, konseling dan komunikasi mengenai penyesuaian peran seksual dan pernikahan, keluarga berencana serta kesiapan menjadi orang tua. Apabila kurang mendapat informasi maka akan timbul berbagai masalah seksual, emosional, ketakutan, perasaan bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan penyakit kelamin. 

Pada tahap keluarga kedua Childbearing yaitu keluarga pada tahap melahirkan anak pertama hingga anak tertua usia 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu:
  1. Membentuk keluarga muda sebagai unit yang stabil yaitu menggabungkan bayi baru lahir ke dalam keluarga
  2. Memperbaiki hubungan setelah terjadi konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan setiap anggota keluarga karena pada situasi ini suami, istri dan anak harus mempelajari peran barunya sementara unit keluarga inti mengalami pengembangan fungsi dan tanggung jawabnya.
  3. Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan
  4. Memperluas hubungan dengan keluarga besar menambah peran menjadi kakek dan nenek.
Pada tahap ini pola komunikasi sangat penting karena banyak perubahan dan proses adaptasi yang harus dilalui baik dari istri, suami, anak dan anggota keluarga lain. Peran menjadi orang tua harus benar-benar dipersiapkan.

Perhatian yang diberikan oleh pelayanan kesehatan terhadap keluarga dengan tahap perkembangan ini yaitu:
  1. Persiapan istri untuk pengalaman melahirkan
  2. Transisi menjadi orang tua
  3. Perawatan bayi
  4. Perawatan bayi yang sehat
  5. Mengenali secara dini dan menangani masalah-masalah kesehatan fisik anak secara tepat
  6. Kebutuhan imunisasi anak
  7. Pertumbuhan dan perkembangan yang normal
  8. Keluarga berencana agar tidak terjadi kehamilan jarak dekat dengan kehamilan sebelumnya
  9. Interaksi keluarga
  10. Praktik kesehatan yang baik misalnya pola tidur, pola nutrisi seimbang, dan olahraga
Tahap keluarga ketiga yaitu keluarga dengan anak prasekolah dimulai usia anak pertama 2,5 tahun sampai 5 tahun. Pada tahap ini jumlah anggota keluarga bisa 3-5 orang karena sudah ada saudara baru. Kehidupan keluarga pada tahap ini menjadi sangat sibuk. Pasangan usia subur harus mampu mempertahankan pernikahan tetap hidup dengan baik. Pasangan usia subur pada tahap ini akan sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan tahap dan perkembangan anak. Berikut beberapa tugas perkembangan keluarga pada tahap ketiga yaitu:
  1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi, dan keamanan yang memadai
  2. Mensosialisasikan anak
  3. Mengintegrasikan anak kecil sebagai anggota keluarga baru, sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain
  4. Mempertahankan hubungan yang sehat di dalam keluarga termasuk hubungan pernikahan, hubungan orang tua dengan anak dan hubungan keluarga dengan keluarga besar serta komunitas
Perhatian pelayanan kesehatan terhadap perkembangan keluarga pada tahap ini yaitu:
  1. Akan banyak masalah penyakit menular pada anak, cedera akibat jatuh, luka bakar, keracunan dan cedera lain yang terjadi.
  2. Hubungan psikososial keluarga termasuk hubungan pernikahan
  3. Hubungan sibling
  4. Keluarga berencana
  5. Kebutuhan dalam pertumbuhan dan perkembangan
  6. Isu-isu tentang hal menjadi orang tua
  7. Informasi terkait penganiayaan dan pengabaian anak

2.2.5 Peran Perawat Komunitas dalam Promosi Kesehatan
Perawat mempunyai dua peran dalam kesehatan komunitas, yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan serta sebagai pelaksana keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarat yang merupakan bagian dari promosi kesehatan. Diharapkan dengan peran perawat tersebut, visi promosi kesehatan dapat tercapai.

Peran perawat sebagai pendidik atau penyuluh kesehatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
  1. Mengkaji kebutuhan klien untuk menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam penyuluhan katau pendidikan kesehatan. Dari hasil pengkajian diharapkan dapat diketahui tingkat pengetahuan klien, informasi apa yang diperlukan klien, dan apa yang ingin diketahui dari klien.
  2. Meningkatkan dan memelihara kesehatan klien melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
  3. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk pemulihan kesehatan antara lain tentang pengobatan, higiene, perawatan, serta gejala dan tanda-tanda bahaya.
  4. Menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk topik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latian, penyakit, dan pengelola penyakit.
  5. Mengajarkan kepada klien informasi tentang tahap perkembangan.
  6. Membantu klien untuk memilih sumber informasi kesehatan dari buku-buku, koran, TV, teman, dan lainnya.
            Peran perawat sebagai pelaksana konseling keperawatan antara lain:
  1. Memberikan informasi, mendengarkan secara objektif, memberikan dukungan, memberikan asuhan, dan menjaga kepercayaan yang diberikan klien
  2. Membantu klien untuk mengidentifikasi masalah serta faktor-faktor yang memengaruhi.
  3. Memberikan petunjuk kepada klien untuk mencari pendekatan pemecahan masalah dan memilih cara pemecahan masalah yang tepat.
  4. Membantu klien menentukan pemecahan masalah yang dapat dilakukan



Lampiran 2
Satuan Acara Penyuluhan
Sasaran                 :Kelompok Pasangan Usia Subur di Puskesmas X
Hari/Tanggal        : Kamis/10 Desember 2015
Tempat                  : Puskesmas X
Pelaksana              : Mahasiswa Keperawatan
Waktu                   : Pukul 08.00 – 10.00 WIB

  1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapat promosi kesehatan selama 45 menit, Kelompok Pasangan Usia Subur di Puskesmas X dapat menambah pengetahuan tentang keluarga berencana (KB).
  1. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapat promosi kesehatan,Kelompok Pasangan Usia Subur dapat :
  1. Mengetahui definisi keluarga berencana(KB)
  2. Mengetahui jenis-jeniskeluarga berencana(KB)
  3. Mengetahui cara kerjadan efektifitas dari jenis keluarga berencana(KB)
  1. Materi
  1. Konsep pemahaman keluarga berencana (KB)
  2. Konsep pilihan jenis alat kontrasepsi
  3. Konsep cara kerja dan efektifitas dari jenis alat kontrasepsi
  1. Metode
  1. Buzz Group
  1. Media
  1. LCD
  2. Microfon
  3. Leaflet
  4. Kertas
  5. Bolpoin
  1. Setting Tempat


  1. Pelaksanaan
No
Waktu
Kegiatan Promosi Kesehatan
Kegiatan Peserta
1
15 MenitPembukaan: (Fasilitator)
  1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
  2. Memperkenalkan diri
  3. Kontrak waktu
  4. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
  5. Menyebutkan materi promosi kesehatan yang akan diberikan

  1. Menjawab salam
  2. Mendengarkan
  3. Memperhatikan


2
20 MenitPelaksanaan : (Fasilitator)
Mengkaji pengetahuan kelompok pasangan subur dan membuka persepsi kelompok mengenai pentingnya kontrasepsi.

  1. Mendengarkan dan memperhatikan

3
30 menitDiskusi:
  1. Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok kecil
  2. Masing-masing kelompok mendapat sub bab berbeda
Kelompok 1
: jenis-jenis kontrasepsi alami, cara penggunaan, dan kelebihan&kekurangan
Kelompok 2
 : jenis-jenis kontrasepsi tidak permanen, cara penggunaan, dan kelebihan&kekurangan

  1. 2 kelompok bergabung dan mempresentasikan hasil diskusi. Masing-masing saling menanggapi, bertanya atau menambahkan.
  2. Fasilitator memberikan tambahan penjelasan kepada semua peserta peserta diskusi mengenai maksud dari materi yang dibahas dalam diskusi sehingga peserta akan dapat memahami dan memilih kontrasepsi yang baik.

  1. Berdiskusi

4
15 MenitEvaluasi :
  1. Moderator, fasilitator dan para peserta mengevaluasi proses diskusi buzz group yang telah berlangsung.
  2. Moderator, fasilitator, dan para peserta membuat kesimpulan dari pelaksanaan diskusi buzz group

  1. Evaluasi bersama moderator dan fasilitator

5
10  MenitTerminasi :(Fasilitator dibantu moderator)
  1. Memberikan leaflet kepada peserta.
  2. Mengucapkan terima kasih kepada peserta
  3. Mengucapkan salam

  1. Mendengarkan dan membalas salam


  1. Evaluasi
  1. Kriteria struktur
  1. Kontrak waktu dan tempat diberikan pada hari sebelum acara dilakukan
  2. Pembuatan SAP, leaflet,  dilakukan maksimal 1 hari sebelumnya
  3. Peserta di tempat yang telah ditentukan
  4. Pengorganisasian penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan sebelum dan saat promosi kesehatan dilaksanakan.
  1. Kriteria proses
  1. Peserta antusias dan aktif dalam berdiskusi
  2. Pelaksanaan kegiatan sesuai SAP
  3. Pengorganisasian berjalan sesuai dengan job description
  1. Kriteria hasil
  1. Peserta dapat mengikuti acara dari awal sampai selesai
  2. Acara dimulai tepat waktu
  3. Peserta mengikuti kegiatan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan


MATERI PENYULUHAN
Macam-macam Metoda Kontrasepsi
  1. Kontrasepsi Sederhana
  1. Kondom
Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang dipasang pada penis sebagai tempat penampungan sperma yang dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina. Kelebihan dari kondom ini adalah mudah untuk digunakan. Sedang kekurangannya ia mempunyai efektifitas rendah (3-21 kehamilan per 100 perempuan).
  1. Coitus Interuptus
Coitus interuptus (senggama terputus) adalah menghentikan senggama dengan mencabut penis dari vagina pada saat suami menjelang ejakulasi. Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita dibandingkan dengan metode kontrasepsi lain, sedang kekurangannya adalah risiko kegagalan dari metode ini cukup tinggi.
  1. KB Alami
KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan tidak masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi. Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks. Pada metode KB alami ini kelebihannya adalah tidak memerlukan alat. Sedang kekurangannya adalah cara ini sukar dilaksanakan dan membutuhkan waktu lama untuk ‘puasa’ serta isteri harus terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan.
  1. Diafragma
Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba fallopi). Kekurangan dari metode ini adalah biasanya terdapat keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan.
  1. Spermicida
Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim dan jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma. Kekurangannya sama seperti diafragma yakni biasanya terdapat keluhan rasa panas pada vagina dan terlalu banyak cairan.
  1. Kontrasepsi Hormonal
  1. Pil KB
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron (Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Mini Pil). Kelebihan dari penggunaan pil ini adalah ia mempunyai efektifitas yang cukup tinggi apabila digunakan secara teratur setiap hari. Sedang kekurangannya ia mempunyai beberapa efek samping diantaranya mual, perdarahan bercak, menekan produksi ASI hingga meningkatkan tekanan darah.
  1. Suntik KB
Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan (cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA). Cara kerjanya sama dengan pil KB. Efek sampingnya dapat terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan libido, dan densitas tulang. Sedang kelebihannya, metode ini mempunyai efektifitas tinggi dan hanya diberikan sekali dalam sebulan ataupun tiga bulan sekali.
  1. Implant
Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan dibawah kulit, biasanya dilengan atas. Keuntungan dari metode implant ini antara lain tahan sampai  5 tahun, kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan, efektifitasnya sangat tinggi, tidak terpengaruh faktor lupa dan tidak mengganggu ASI. Sedang kelemahannya, ia mempunyai efek samping berupa spotting (menstruasi tidak teratur) atau berat badan bertambah.
  1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada pula yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Keuntungan dari IUD ini antara lain: efektifitasnya tinggi, dapat efektif segera setelah pemasangan, metode jangka panjang (bertahan lama) dan tidak ada interaksi dengan obat- obatan. Sedang kelemahannya diantaranya: setelah pemasangan dapat terjadi kram dalam beberapa hari, terjadi perubahan siklus dan lama serta volume darah haid serta akan timbul nyeri saat haid.

  1. Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)
  1. Tubektomi
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba fallopi (pembawa sel telur ke rahim). Kelebihannya efektifitasnya mencapai 99%, akan tetapi kerugiannya klien akan tidak dapat hamil selamanya.
  1. Vasektomi
Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%. Sedang kelemahannya, sterilisasinya tidak bersifat segera karena pengeluaran sperma secara total membutuhkan waktu 3 bulan atau 20 kali ejakulasi sehingga selama masa ini perlu digunakan metode kontrasepsi lain (Suratun, 2008)


DAFTAR PUSTAKA

www.BKKBN.go.id., diakses pada tanggal 30 November 2015

Effendy, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Efendi, Ferry & Makhfudli. 2013. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Friedman, M. M. (2003). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, & Praktik, Ed.5. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Kamil, M. (tth). Andragogi. Direktori File UPI

Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencanaa.  Jakarta Selatan

Manuaba, I. B. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Muniroh, I. D. (2013). Dukungan Sosial Suami terhadap Istri untuk Menggunakan Alat Kontrasaepsi Medis Opereatif Wanita (MOW). Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Najamuddin. (tth). Konsep Pembelajaran Orang Dewasa. Sumatera Utara: Kementerian Agama.

Pusat Data & Informasi, K. K. (2013). Buletin: Jendela Informasi Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Rosita. 2011. Pemahaman Perilaku Dan Strategi Pembelajaran Bagi Orang Dewasa. Yogyakarta: UNY

Sastra, Senjakala. 2011. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group). Malang. Diakses melalui http://ningilun.blogspot.in/2011/03/diskusi-kelompok-kecil-buzz-group.html?m=1 pada 08 Desember 2015

www.bps.go.id, diakses pada tanggal 2 Desember 2015.


Discharge Planning dalam Keperawatan


BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Discharge planning
Discharge planning adalah suatu proses yang digunakan untuk memutuskan apa yang perlu pasien lakukan untuk dapat meningkatkan kesehatannya. Dahulu, disharge planning sebagai suatu layanan untuk membantu pasien dalam mengatur perawatan yang diperlukan setelah tinggal di rumah sakit. Ini termasuk layanan untuk perawatan di rumah, perawatan rehabilitatif, perawatan medis rawat jalan, dan bantuan lainnya. Sekarang discharge planning dianggap sebagai proses yang dimulai saat pasien masuk dan tidak berakhir sampai pasien dipulangkan. Keluar dari rumah sakit tidak berarti bahwa pasien telah sembuh total. Ini hanya berarti bahwa dokter telah menetapkan bahwa kondisi pasien cukup stabil untuk melakukan perawatan dirumah. (Ali Birjandi, 2008) 





Kozier (2004) mendefinisikan discharge planning sebagai proses mempersiapkan pasien untuk meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen pelayanan kesehatan umum. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan.


Sedangkan definisi discharge planning menurut Bull (2000) merupakan suatu proses interdisiplin yang menilai perlunya sebuah perawatan tindak lanjut dan seseorang untuk mengatur perawatan tindak lanjut tersebut kepada pasien, baik perawatan diri yang diberikan oleh anggota keluarga, perawatan dari tim profesional kesehatan atau kombinasi dari keduanya untuk meningkatkan dan mempercepat kesembuhan pasien.

3.2 Tujuan Discharge planning
Tujuan dari dilakukannya discharge planning sangat baik untuk kesembuhan dan pemulihan pasien pasca pulang dari rumah sakit. Menurut Nursalam (2011) tujuan discharge planning/perencanaan pulang antara lain sebagai berikut:
  1. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial.
  2. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga.
  3. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.
  4. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
  5. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien
  6. Melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan masyarakat.
Di dalam perencanaan pulang, terdapat pemberian edukasi atau  discharge teaching dari tim kesehatan. Menurut William & Wilkins (2009) discharge teaching harus melibatkan keluarga pasien atau perawat lainnya untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan home care yang tepat. Discharge teaching bertujuan agar pasien :
  1. Memahami mengenai penyakitnya
  2. Melakukan terapi obat secara efektif
  3. Mengikuti aturan diet secara hati-hati
  4. Mengatur level aktivitasnya
  5. Mengetahui tentang perawatan yang dilakukan
  6. Mengenali kebutuhan istirahatnya
  7. Mengetahui komplikasi yang mungkin dialami
  8. Mengetahui kapan mencari follow up care

3.3 Manfaat Discharge planning
Perencanaan pulang mempunyai manfaat antara lain sebagai berikut (Nursalam, 2011) :
  1. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat panjaran selama di rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu di rumah.
  2. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinutas keperawatan pasien.
  3. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan keperawatan baru.
  4. Membantu  kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan rumah.
Sedangkan menurut Doengoes, Moorhouse & Murr (2007) banyak sekali manfaat yang didapatkan dari discharge planning, diantaranya adalah:
  1. Menurunkan jumlah kekambuhan
  2. Penurunan perawatan kembali ke rumah sakit dan kunjungan ke ruangan kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa
  3. Membantu pasien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan dan biaya pengobatan
  4. Setelah pasien dipulangkan, pasien dan keluarga dapat mengetahui apa yang telah dilaksanakan, apa yang harus dan tidak boleh dilakukan dan bagaimana mereka dapat meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien
  5. Ringkasan pulang dapat disampaikan oleh perawat praktisi atau perawat  home care dan mungkin dapat dikirim ke dokter yang terlibat untuk dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan kebutuhan.

3.4 Prinsip Discharge planning
Tingkat keberhasilan dari discharge planning serta penyembuhan pasien harus didukung terhadap adanya prinsi-prinsip yang mendasari, yang juga merupakan tahapan dari proses yang nantinya akan mengarah terhadap hasil yang diinginkan. Menurut Department of health (2004) dalam buku karya Liz Lees (2012) disebutkan ada beberapa prinsip dalam discharge planning, diantaranya adalah:
  1. Mempunyai pengetahuan yang spesifik terhadap suatu proses penyakit dan kondisinya
  2. Dapat memperkirakan berapa lama recovery pasien, serta perbaikan kondisi yang muncul dari proses penyembuhan tersebut
  3. Melibatkan serta selalu berkomunikasi dengan pasien, keluarga atau pengasuh dalam proses discharge planning
  4. Turut serta dalam menangani masalah dan kesulitan yang mungkin akan muncul terhadap pasien
  5. Melibatkan suatu proses dalam tim multidisiplin
  6. Selalu mengkomunikasikan rencana yang akan dilakukan dengan tim multidisiplin untuk menghindari adanya kesalahan
  7. Membuat suatu arahan yang tepat dan tindak lanjut yang sesuai dengan hasil
  8. Memiliki suatu koordinasi tim untuk tindak lanjut rencana perawatan berkelanjutan dan memiliki informasi tentang nama tim kesehatan yang bertanggung jawab untuk setiap tindakan, serta dalam kasusu yang kompleks dilakukan identifikasi satu pemimpin kasus
  9. Disiplin, tegas serta selalu melaksanakan aktivitas dari discharge planning
  10. Meninjau dan selalu memperbarui rencana untuk progress yang lebih baik
  11. Selalu memberikan informasi yang akurat terhadap semua yang terlibat.
Sedangkan beberapa prinsip pada pelaksanaan discharge planning menurut Nursalam (2011), yaitu:
  1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
  2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang mungkin timbul di rumah dapat segera diantisipasi.
  3. Perencanaa pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
  4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia atau fasilitas yang tersedia di masyarakat.
  5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.

3.5 Jenis Discharge planning
Chesca (1982) dalam Nursalam (2011) mengklasifikasikan jenis pemulangan pasien sebagai berikut:
  1. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang ini dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat.
  2. Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun apabila pasien perlu dirawat kembali, maka prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
  3. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi pasien harus dipantau dengan melakukan kerja sama dengan perawat puskesmas terdekat.

3.6 Komponen Discharge planning
Ada beberapa komponen spesifik dari discharge planning yang harus didokumentasikan menurut Kowalski (2008), meliputi:
  1. Peralatan atau barang yang diperlukan dirumah; pastikan bahwa keluarga dapat memperoleh atau mengetahuinya dimana keluarga dapat mendapatkan segala peralatan atau barang yang dibutuhkan pasien
  2. Perkenalkan cara penggunaan peralatan atau barang yang diperlukan pasien, termasuk ajarkan dan demonstrasikan cara perawatan pasien kepada keluarga
  3. Untuk diet, sarankan pada ahli nutrisi untuk mengajarkan pasien dan keluarga agar memahami makanan yang seharusnya dikonsumsi maupun tidak.
  4. Obat-obatan selalu dipastikan selalu tersedia di rumah
  5. Untuk prosedur tertentu, seperti penggantian dresssing, dapat dilakukan dirumah. Pada kondisi awal, prosedur harus didampingi oleh perawat supervisi dan klien atau keluarga dapat mengikuti untuk mempraktekkan dibawah pengawasan perawat supervisi
  6. Pada setiap kunjungan, perawat selalu mendokumentasikan apakah pasien dan keluarga mendapatkan atau menyediakan obat atau alat yang dibutuhkan pasien dirumah
  7. Membuat janji untuk kunjungan rumah selanjutnya
  8. Ajarkan mengenai aktivitas yang dianjurkan dan boleh dilakukan serta yang tidak diperbolehkan
  9. Dokumentasikan setiap edukasi yang telah diajarkan pada pasien dan keluarga
Menurut CADPACC (1995) dalam Gielen (2015) ada beberapa komponen sebelum dilakukannya discharge planning, yaitu:
  1. Identifikasi dan kaji apa yang kebutuhan pasien yang harus dibantu pada discharge planning
  2. Kolaborasikan bersama pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk memfasilitasi dilakukannya discharge planning
  3. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang strategi pencegahan agar tidak terjadi kekambuhan atau komplikasi
  4. Rekomendasikan beberapa pelayanan rawat jalan atau rehabilitasi pada pasien dengan penyakit kronis
  5. Komunikasi dan koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya tentang langkah atau rencana dari discharge planning yang akan dilakukan

3.7 Mekanisme Discharge planning
Discharge planning mencakup kebutuhan seluruh pasien, mulai dari fisik,  psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Proses ini tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, diutamakan upaya medis untuk segera melaksanakan discharge planning. Pada fase transisional, ditahap ini semua cangkupan pada fase akut dilaksankan tetapi urgensinya berkurang. Dan pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan. (Perry & Potter, 2005).

Perry dan Potter (2005), menyusun format discharge planning  sebagai berikut:
  1. Pengkajian
  1. Sejak pasien masuk kaji kebutuhkan discharge planning pasien, focus pada terhadap kesehatan  fisik, status fungsional, sistem pendukung sosial, finansial, nilai kesehatan, latar belakang budaya dan etnis, pendidikan, serta tintangam terhadap keperawatan.
  2. Kaji pasien dan keluarga terhadap pendidikan kesehatan berhubunga dengan kondisi yang akan diciptakan di rumah tempat tinggal pasien setelah keluar dari rumah sakit sehingga terhindar dari komplikasi
  3. Kaji cara pembelajaran yang disukai oleh pasien agar pendidikan kesehatan yang diberikan bermanfaat dan dapat ditangkap oleh pasien maupun keluarga. Tipe materi pendidikan yang berbeda- beda dapat mengefektifkan cara pembelajaran yang berbeda pada  pasien.
  4. Kaji bersama-sama dengan pasien dan keluarga terhadap setiap  faktor lingkungan di dalam rumah yang mungkin menghalangi dalam perawatan diri seperti ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi, ketersediaan alat-alat yang berguna (seorang perawat perawatan di rumah dapat  dirujuk untuk membantu dalam pengkajian).
  5. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam mengkaji kebutuhan untuk rujukan pelayanan kesehatan rumah maupun fasilitas lain.
  6. Kaji persepsi pasien dan keluarga terhadap keberlanjutan  perawatan kesehatan di luar rumah sakit. Mencakup pengkajian  terhadap kemampuan keluarga untuk mengamati care giver dalam memberikan perawatan kepada pasien. Dalam hal ini sebelum  mengambil keputusan, mungkin perlu berbicara secara terpisah dengan pasien dan keluarga untuk mengetahui kekhawatiran yang sebenarnya atau keragu-raguan diantara keduanya.
  7. Kaji penerimaan pasien terhadap penyakit yang sedang diderita berhubungan dengan pembatasan.
  8. Konsultasikan tim pemberi layanan kesehatan yang lain tentang  kebutuhan setelah pemulangan (seperti ahli gizi, pekerja sosial, perawat klinik spesialis, perawat pemberi perawatan kesehatan di rumah). Tentukan kebutuhan rujukan pada waktu yang berbeda.
  1. Diagnosa Keperawatan
Perry dan Potter (2005) adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan antara lain:
  1. Kecemasan, hal ini dapat menginterupsi proses keluarga.
  2. Tekanan terhadap care giver, hal yang menyebabkannya adalah ketakutan.
  3. Kurang pengetahuan terhadap pembatasan perawatan di rumah, pasien mengalami defisit perawatan diri
  4. Stres sindrom akibat perpindahan, hal ini berhubungan dengan upaya meningkatkan  pertahanan/pemeliharaan di rumah.
  1. Perencanaan
Perry dan Potter (2005) hasil yang diharapkan jika seluruh prosedur telah dilaksanakan adalah sebagai berikut:
  1. Pasien atau keluarga sebagai caregiver mengerti akan keberlangsungan pelayanan kesehatan di rumah (atau fasilitas lain), penatalaksanaan atau pengobatan apa yang  dibutuhkan, dan .
  2. Pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan aktivitas perawatan diri. 
  3. Rintangan kepada pergerakan pasien dan ambulasi telah diubah  dalam setting rumah.
  1. Penatalaksanaan
Perry dan Potter (2005) penatalaksanaan dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu  penatalaksanaan yang dilakukan sebelum hari pemulangan, dan  penatalaksanaan yang dilakukan pada hari pemulangan.
  1. Persiapan Sebelum Hari Pemulangan Pasien
  1. Menganjurkan cara untuk merubah keadaan rumah demi memenuhi kebutuhan pasien.
  2. Mempersiapkan pasien dan keluarga dengan memberikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan komunitas. Rujukan dapat dilakukan sekalipun pasien masih  di rumah.
  3. Setelah menentukan segala hambatan untuk belajar serta  kemauan untuk belajar, mengadakan sesi pengajaran dengan  pasien dan keluarga secepat mungkin selama dirawat di rumah  sakit. Pamflet, buku-buku, atau rekaman video dapat diberikan kepada pasien muapun sumber yang yang dapat diakses di internet.
  4. Komunikasikan respon pasien dan keluarga terhadap  penyuluhan dan usulan perencanaan pulang kepada anggota  tim kesehatan lain yang terlibat dalam perawatan pasien.
  1. Penatalaksanaan pada Hari Pemulangan
Perry dan Potter (2005) berpendapat apabila beberapa aktivitas berikut ini dapat dilakukan sebelum  hari pemulangan, maka perencanaan yang dilakukan akan lebih efektif.  Adapun aktivitas yang dilakukan yaitu:
  1. Biarkan pasien dan keluarga bertanya dan diskusikan isu-isu yang berhubungan dengan perawatan di rumah. Kesempatan terakhir untuk mendemonstrasikan kemampuan juga  bermanfaat.
  2. Periksa instruksi pemulangan dokter, masukkan dalam terapi,  atau kebutuhan akan alat-alat medis yang khusus. (Instruksi harus dituliskan sedini mungkin). Persiapkan kebutuhan yang mungkin diperlukan pasien selama perjalanan pulang (seperti tempat tidur rumah sakit,  oksigen,  feeding pump).
  3. Pastikan pasien dan keluarga telah dipersiapkan dalam  kebutuhan transportasi menuju ke rumah.
  4. Tawarkan bantuan untuk memakaikan baju pasien dan semua barang milik pasien. Jaga privasi pasien  sesuai kebutuhan.
  5. Periksa seluruh ruangan dan laci untuk memastikan barang-barang pasien. Dapatkan daftar pertinggal barang-barang  berharga yang telah ditandatangani oleh pasien, dan  instruksikan penjaga atau administrator yang tersedia untuk  menyampaikan barang-barang berharga kepada pasien.
  6. Persiapkan pasien dengan prescription atau resep pengobatan  pasien sesuai dengan yang diinstruksikan oleh dokter.  Lakukan pemeriksaan terakhir untuk kebutuhan informasi atau  fasilitas pengobatan yang aman untuk administrasi diri.
  7. Berikan informasi tentang petunjuk untuk janji follow up ke  kantor dokter.
  8. Hubungi kantor agen bisnis untuk menentukan apakah pasien  membutuhkan daftar pengeluaran untuk kebutuhan  pembayaran. Anjurkan pasien dan keluarga mengunjungi  kantornya.
  9. Dapatkan kotak untuk memindahkan barang-barang pasien.  Kursi roda untuk pasien yang tidak mampu ke mobil  ambulans. Pasien yang pulang dengan menggunakan  ambulans diantarkan oleh usungan ambulans.
  10. Bantu pasien menuju kursi roda atau usungan dan gunakan  sikap tubuh dan teknik  pemindahan yang sopan. Dampingi pasien memasuki unit dimana transportasi yang dibutuhkan  sedang menunggu. Kunci roda dari kursi roda. Bantu pasien  pindah ke mobil pribadi atau kendaraan untuk transportasi.  Bantu keluarga menempatkan barang-barang pribadi pasien ke  dalam kendaraan.
  11. Kembali ke bagian, dan laporkan waktu pemulangan kepada departemen pendaftaran/penerimaan. Ingatkan bagian kebersihan untuk membersihkan ruangan pasien.
  1. Evaluasi
  1. Minta pasien dan anggota keluarga menjelaskan tentang penyakit,  pengobatan yang dibutuhkan, tanda-tanda fisik atau gejala yang  harus dilaporkan kepada dokter.
  2. Minta pasien atau anggota keluarga mendemonstrasikan setiap  pengobatan yang akan dilanjutkan di rumah.
  3. Perawat yang melakukan perawatan rumah memperhatikan keadaan rumah, mengidentifikasi rintangan yang dapat  membahayakan bagi pasien, dan menganjurkan perbaikan.

3.8 Alur Discharge Planning
 
Sumber : Nursalam, 2011

Keterangan :
  1.  Tugas Keperawatan Primer
  1. Membuat rencana discharge planning.
  2. Membuat leaflet.
  3. Memberikan konseling.
  4. Memberikan pendidikan kesehatan.
  5. Menyediakan format discharge planning.
  6. Mendokumentasikan discharge planning.
  1.  Tugas Keperawatan Associate 
Melaksanakan agenda discharge planning (pada saat keperawatan dan diakhiri ners).


DAFTAR PUSTAKA

Azimatunnisa & Kirnantoro. 2011. Hubungan Discharge planning dengan Tingkat Kesiapan Klien dalam Menghadapi Pemulangan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta

Birjandi, Ali & Lisa M. Bragg. 2008. Discharge planning Handbook  for Healthcare: Top 10 Secrets to Unlocking a New Revenue Pipeline. London: CRC Press.

Bull, M.J. 2000. Discharge planning for older people: A Review of Current Research. British Journal of Community Nursing, 5(2), pp 70

Ernita, Dewi, Rahmalia & Riri. 2015. Pengaruh Perencanaan Pasien Pulang (Discharge planning) yang dilakukan oleh Perawat terhadap Kesiapan Pasien TB Paru Menghadapi Pemulangan. JOM Vol 2 No 1, Februari 2015. Riau

Kozier, B., et al. 2004. Fundamentals of Nursing Concepts Process and Practice. 1 st volume, 6 th edition. New Jersey : Pearson/prentice Hall.

Lees, Liz. 2012. Timely Discharge from Hospital. m&k publishing: England NHS Foundation Trust, Birmingham

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Potter P.A & Perry A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik Volume 1. Alih bahasa: Yasmin Asih et al. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Purnamasari, Liliana Dewi & Chandra Bagus Ropyanto. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan Pulang. Jurnal Nursing Studies, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Hal.213-218.

Williams, Lippincot., Wilkins. 2009. Lippincott’s Nursing Procedures 5th Edition. London: Williams & Wilkins Inc.



Contoh Form Pasien

DISCHARGE PLANNINGNo. Reg : 121 3111456
Nama : Ny.N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal MRS : 20-11-2015
Bagian :
Tanggal KRS : 27-11-2015
Bagian :
Dipulangkan dari RSUA dengan keadaan
Sembuh
Meneruskan dengan obat jalan
Pindah ke RS lain
 Pulang paksa
 Lari
 Meninggal
  1. Kontrol :
  1. Waktu : -
  2. Tempat : -
  1. Lanjutan keperawatan di rumah (luka operasi, pemasangan gift, pengobatan, dan lain-lain
Melakukan diet teratur dan stres control sebagai pencegahan kekambuhan

  1. Aturan diet/nutrisi :
Dianjurkan makan 3x sehari, makan tepat waktu, menghindari makanan pedas, menghindari makanan setengah matang.

  1. Obat-obat yang masih diminum dan jumlahnya :
Obat Analgesik @10
Obat Mual @10

  1. Aktivitas dan istirahat :
Istirahat yang teratur, menghindari stress

Hal yang dibawa pulang (hasil laboratorium, foto, EKG, obat, lainnya) :
Hasil lab, obat analgesik dan anti mual serta leaflet tentang GEA

Lain-lain :


Surabaya, 27 November 2015
Pasien/Keluarga




(Ny.N)
Ners




(Ners Jaya)