BAB II
KONSEP
2.1 DEFINISI
Narkoba
adalah singkatan dari narkotika dan obat/ bahan berbahaya. Selain
narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua istilah ini, baik
"narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya
memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan,
narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa
dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan
untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat
pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
Narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Bahan
adiktif lainnya adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika
yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman beralkohol
adalah minuman yang mengandung etanol yang diproses dari bahan hasil
pertanian ataupun secara sintetis yang mengandung karbohidrat dengan
cara fermentasi destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang
diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara
pengenceran minuman yang mengandung etanol. Berdasarkan efek yang
ditimbulkan terhadap pemakainya, narkoba dikelompokkan menjadi golongan
halusinogen, depresan, stimulan, dan adiktif.
Penyalahgunaan
NAPZA adalah penggunaan NAPZA dalam jumlah berlebihan, secara berkala
atau terus-menerus, berlangsung cukup lama sehingga dapat merugikan
kesehatan jasmani, mental dan kehidupan sosial (Joewana, 2004).
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi
yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk
pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat.
Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang
diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda
ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
2.2 JENIS DAN EFEK YANG DITIMBULKAN OLEH NARKOTIKA
Narkotika
merupakan narkoba yang sangat cepat menimbulkan ketergantungan, berupa
serbuk putih dengan rasa pahit. Dalam pasaran warnanya bisa putih,
coklat atau dadu, cara penggunaan dapat disuntikan, dihirup dan dimakan.
Menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan “dungu”, jalan mengambang,
rasa senang yang berlebihan. Konsumsi dihentikan menimbulkan rasa sakit
dan kejang-kejang, kram perut, menggigil, muntah-muntah, mata berair,
hidung berlendir, hilang nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh.
Menimbulkan kematian bila over dosis.
Ganja
menimbulkan ketergantungan psikis yang diikuti oleh kecanduan fisik
dalam waktu lama, terutama bagi mereka yang telah rutin menggunakannya.
Bentuk daun kering, cairan yang lengket, minyak ‘damar ganja’.
Menurunkan keterampilan motorik, peningkatan denyut jantung, rasa cemas,
banyak bicara, perubahan persepsi tentang ruang dan waktu, halusinasi,
rasa ketakutan dan agresif, rasa senang berlebihan, selera makan
meningkat. Pengaruh jangka panjang peradangan paru-paru, aliran darah ke
jantung berkurang, daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun,
mengurangi kesuburan, daya pikir berkurang, perhatian ke sekitar
berkurang.
Morfin
merupakan analgesik yang kuat, tidak berbau, berupa kristal putih yang
warnanya menjadi kecoklatan. Mengurangi rasa nyeri, kantuk atau turunnya
kesadaran. Menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi dan impotensi.
Pemakaian dengan jarum suntik menyebabkan HIV/AIDS, Hepatitis B & C.
Pemakaian dikurangi atau dihentikan : hidung berair, keluar air mata
otot kejang, mual, muntah dan mencret.
Psikotropika
memiliki bentuk berupa tablet dan kapsul warna warni. Cara penggunaan
ditelan secara langsung. Mendorong tubuh melakukan aktivitas melampaui
batas maksimum. Meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, rasa
senang yang berlebihan, hilangnya rasa percaya diri. Setelahnya akan
terjadi perasaan lelah, cemas dan depresi yang dapat berlangsung
beberapa hari. Gerakan tak terkontrol, mual dan muntah, sakit kepala,
hilang selera makan dan rasa haus yang berlebihan. Kematian terjadi
karena tidak seimbangnya cairan tubuh, baik karena dehidrasi ataupun
terlalu banyak cairan, menimbulkan kerusakan otak yang permanen.
Methamphetamine
dikenal shabu atau ubas. Bentuknya berupa serbuk kristal dan cairan.
Mudah larut dalam alkohol dan air. Cara penggunaannya dihisap dengan
bantuan alat (bong). Menimbulkan perasaan melayang sementara yang
berangsur-angsur membangkitkan kegelisahan luar biasa. Aktivitas tubuh
dipercepat berlebihan. Penggunaan shabu yang lama akan merusak tubuh,
bahkan kematian karena over dosis. Pada mata, anda akan melihat sesuatu
yang tidak ingin anda lihat, karena sangat mengerikan. Pada otak,
menyebabkan depresi, kepanikan, kecemasan yang berlebihan dan dapat
menyebabkan kerusakan otak secara permanen. Pada kulit, pembuluh darah
akan mengalami panas berlebihan dan pecah. Pada hati, bahan-bahan kimia
yang terkandung dalam shabu bisa melemahkan aktivitas sel-sel hati yang
mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi hati.
Obat
penenang dikenal obat tidur, pil koplo, BK, Nipam, Valium, Lexotan,
dll. Bentuknya berupa tablet. Digunakan dengan cara ditelan secara
langsung. Memiliki efek bicara jadi pelo, jalan sempoyongan, persepsi
terganggu memperlambat kerja otak, pernapasan dan jantung. Dalam dosis
tinggi akan membuat pengguna tidur. Penggunaan campuran dengan alkohol
akan menghasilkan kematian. Gejala putus zat bersifat lama dan serius,
sakit kepala, cemas, tidak bisa tidur, halusinasi, mual, muntah dan
kejang.
Alkohol
memiliki efek memperlambat kerja sistem syaraf pusat, memperlambat
refleks motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu
penalaran dan penilaian. Menimbulkan perilaku kekerasan, meningkatkan
resiko kecelakaan lalu lintas. Gejala putus zat mulai dari hilangnya
nafsu makan, sensitif, tidak dapat tidur, kejang otot, halusinasi dan
bahkan kematian.
Zat
yang mudah menguap/solvent dikenal Lem Aica Aibon, Thinner, Bensin,
Spiritus. Efeknya begitu dihisap masuk ke darah dan segera ke otak.
Memperlambat kerja otak dan sistem syaraf pusat. Menimbulkan perasaan
senang, pusing, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan dan pelo.
Problem kesehatan terutama merusak otak, ginjal, paru-paru, sumsum
tulang dan jantung. Kematian timbul akibat otak kekurangan oksigen,
berhentinya pernafasan dan gangguan pada jantung.
Zat
yang menimbulkan halusinasi dikenal jamur, kotoran kerbau, sapi,
kecubung. Efek yang ditimbulkan bekerja pada sistem syaraf pusat untuk
mengacaukan kesadaran dan emosi pengguna. Perubahan pada proses
berfikir, hilangnya kontrol, hilang orientasi dan depresi.
2.3 TANDA DAN GEJALA
Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang sering tampak pada para pengguna NAPZA, dilihat dari :
- Ciri-ciri Umum
- Terjadi perubahan perilaku yang signifikan
- Sulit diajak bicara
- Mulai sulit untuk diajak terlibat dalam kegiatan keluarga
- Mulai sering pulang terlambat tanpa alasan
- Mudah tersinggung
- Mulai berani membolos dan meninggalkan pekerjaan sehari-hari
- Perubahan Fisik dan Lingkungan
- Jalan sempoyongan, bicara pelo, dan tampak terkantuk-kantuk
- Mata merah dan berair
- Hidung berair atau seperti pilek
- Pola tidur berubah, bangun di malam hari dan bangun di siang hari
- Kamar tidak mau diperiksa atau selalu terkunci
- Sering menerima telpon atau tamu yang tidak dikenal
- Ditemukan obat-obatan, kertas timah, jarum suntik, dan korek api di kamar atau di dalam tas
- Terdapat tanda-tanda bekas suntikan atau sayatan di bagian tubuh
- Sering kehilangan uang atau barang di rumah
- Mengabaikan kebersihan diri
- Perubahan Perilaku Sosial
- Menghindari kontak mata langsung ketika berbicara dengan orang lain
- Berbohong atau memanipulasi keadaan
- Kurang disiplin
- Bengong atau linglung
- Suka membolos sekolah atau dari pekerjaan kantor
- Mengabaikan kegiatan ibadah
- Menarik diri dari aktivitas bersama keluarga
- Sering menyendiri atau bersembunyi di kamar mandi, di gudang atau tempat-tempat tertutup
- Perubahan Psikologis
- Mudah tersinggung
- Sering terjadi perubahan mood yang mendadak
- Malas melakukan aktivitas sehari-hari
- Sulit berkonsentrasi
- Tidak memiliki tanggung jawab
- Emosi tidak terkendali
- Tidak peduli dengan nilai dan norma yang ada
- Merasa dikucilkan atau menarik diri dari lingkungan
- Cenderung melakukan tindak pidana kekerasan
2.4 TERAPI
Upaya
pemulihan yang sesungguhnya adalah dengan merubah gaya hidup dan sikap
pada seorang pecandu secara mendasar, yaitu pola pikir dan perilaku
adiktif yang menyebabkannya kecanduan narkoba (martono 2006).
- Pengobatan
Terapi
pengobatanyang dilakukan untuk pasien NAPZA misal dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala
putus zat dengan dua cara:
- Detoksifikasi tanpa substitusi
Klien
hanya dibiatkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
Klien yang ketergantungan tidak diberikan obat untuk menghilangkan
gejala putus obat tersebut.
- Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
- Rehabilitasi
Rehabilitasi
adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan
pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi
yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan
(Depkes, 2001).
Sesudah
klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi
(detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2
(dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program
berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003).
Menurut
Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu
menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama
2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah
sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan
lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut
medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2
tahun.
Kenyataan
menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi
sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena
rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001).
- Jenis program rehabilitasi:
a) Rehabilitasi psikososial
Program
rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi
dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau
balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian
diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja.
b) Rehabilitasi kejiwaan
Dengan
menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain
sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat
bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing
dan mengasuhnya.
Meskipun
sudah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif
tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau
craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan
depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering
disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena
itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis
obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan
ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi
kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual
maupun secara kelompok.
Yang
termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi
keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama
keluarga brokenhome. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan
jka konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami
aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA.
c) Rehabilitasi komunitas
Berupa
program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh seorang mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi
syarat sebagai konselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan.
Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih
keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam
kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan
narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps.
Dalam
program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain.
d) Rehabilitasi keagamaan
Rehabilitasi
keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah
cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian
(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko
seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
2.5 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA
2.5.1 PENGKAJIAN
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.
I. IDENTITAS KLIEN
Perawat
yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita),
usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat keseriusan/
tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah), status (belum
menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu,
tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
II. ALASAN MASUK
Biasanya
karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA (fsikososial) atau
mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang membawanya ke RS adalah
keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada klien dan keluarga.
III. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
IV. Fisik
Pengkajian
fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang biasa
timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat
badan,dll.
V. Psikososial
1. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga.
2. Konsep diri
a Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
3. Hubungan sosial
Klien
penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas keluarga
maupun masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari kontak mata
langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan NAPZA.
VI. Status Mental
1. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya dijelaskan.
2. Pembicaraan
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis dan atau lambat
b. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau memanipulasi keadaa, bengong/linglung.
3. Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi, Tik, grimasen, termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau tidak menggunakan NAPZA
4. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada pecandu shabu.
5. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai. Afek datar muncul pada pecandu morfin karena mengalami penurunan kesadaran.
6. lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah tersingung. Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
7. Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
8. Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin
akan banyak bicara dan tertawa sehingga menunjukkan tangensial.
Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin
kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.
9. lsi pikir
- Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia.
- Pecandu amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya.
10. Tingkat kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disoreientasi dan sedasi akibat pengaruh NAPZA.
11. Memori.
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja mengalami penurunan berhitung.
13. Kemampuan penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik. Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
14. Daya tilik diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
Lakukan observasi tentang:
1. Makan
2. BAB/BAK,
3. Mandi
4. Berpakaian
5. lstirahat dan tidur
6. Penggunaan obat
7. Pemeliharaan kesehatan
8. Kegiatan di dalam rumah
9. Kegiatan di luar rumah
VIII. Mekanisme Koping
Maladaptif.
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien NAPZA tentu bermasalah dengan psikososial maupun lingkungannya.
X. Pengetahuan Kurang
Biasanya tentang mekanisme koping dan akibat penyalahgunaan NAPZA
XI. Aspek Medik
Sesuaikan dengan terapi medik yang diberikan.
2.5.2 POHON MASALAH
2.5.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko perilaku kekerasan
- Intoksikasi
- Penyalahgunaan zat
- Harga diri rendah
- Gangguan konsep diri
- Koping individu tidak efektif
2.5.4 INTERVENSI
Diagnosa: Resiko perilaku kekerasan | |
| |
Tujuan | Intervensi |
| SP 1
|
| |
Tujuan | Intervensi |
Keluarga dapat merawat pasien di rumah | SP1
|
2.5.5 EVALUASI
Evaluasi pada klien:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif);
3. Rencana latihan klien;
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan.
Evaluasi pada keluarga:
1. Evaluasi perasaan (subjektif);
2. Evaluasi kemampuan keluarga (objektif);
3. Rencana asuhan keluarga kepada klien:
4. Menyepakati rencana pertemuan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC
Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.
Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC.
Tira. 2012. Indonesia Sejahtera Tanpa Nrkoba. http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=print&sid=1539 diakses pada 20 September 2014 pukul 09.30
www.narconon.org/drug-abuse.html diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB
www.metro.polri.go.id diakses pada 22 September 2014 pukul 21.00 WIB
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf (diakses pada 22 september 2014 pukul 22.11 WIB)
journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1243/1148
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.