BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
- Gangguan Kognitif
- Pengertian Gangguan Kognitif
Kognitif
adalah kemampuan berpikir dan memberikan rasional, termasuk proses
mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan ( Stuart and
Sundeen, 1987). Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada
fungsi otak yang lebih tinggi dan dapat memberikan efek yang merusak
pada kemampuan individu untuk melakukan fungsi kehidupan sehari-hari
sehingga individu tersebut lupa nama anggota keluarga atau tidak mampu
melakukan tugas rumah tangga harian atau melakukan higine personal
(Caine & Lyness, 2000). Gangguan kognitif erat kaitannya dengan
fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi
oleh keadaan otak.

Fungsi Otak
- Lobus Frontalis
Pada bagian lobus ini berfungsi untuk proses belajar: abstraksi, alasan.
- Lobus Temporal
Diskriminasi bunyi, perilaku verbal, berbicara.
- Lobus Parietal
Diskriminasi waktu, fungsi somatic, fungsi motoric.
- Lobus Oksipitalis
Diskriminasi visual, diskriminasi beberapa aspek memori.
- Sistim Limbik
Perhatian, flight of idea, memori, daya ingat
Secara
umum apabila terjadi gangguan pada otak, maka seseorang akan mengalami
gejala yang berbeda, sesuai dengan daerah yang terganggu yaitu:
- Gangguan pada lobus frontalis akan ditemukan gejala-gejala sbb:
- Kemampuan memecahkan masalah berkurang
- Implisif
- Regresi
- Gangguan pada lobus temporalis akan ditemukan gejala sbb:
- Amnensia
- Dimensia
- Gangguan pada lobus parietalis dan oksipitalis akan ditemukan gejala-gejala yang hamper sama, tapi secara umum akan terjadi disorientasi.
- Gangguan pada sistim limbic akan menimbulkan gejala yang bervariasi antara lain:
- Gangguan daya ingat
- Memori
- Disorientasi
- Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Kognitif
Respon
kognitif pada umumnya merupakan akibat dari gangguan biologis pada
fungsi system saraf pusat. Factor yang mempengaruhi individu mengalami
gangguan kognitif temasuk:
- Gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat gizi dasar yang penting lainnya ke otak
- Degenerasi yang berhubungan dengan penuaan
- Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak
- Penyakit Alzheimer
- Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Penyakit hati kronik
- Penyakit ginjal kronik
- Defisiensi vitamin (terutama thiamin)
- Malnutrisi
- Abnormalitas genetik
Gangguan
jiwa mayor seperti skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan ansietas dan
depresi, juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif.
- Stressor yang Berpengaruh terhadap Gangguan Kognitif
Setiap serangan mayor pada otak cenderung mengakibatkan gangguan fungsi kognitif. Berikut ini merupakan kategori stressor:
- Hipoksia
- Gangguan metabolic, termasuk hipertirodisme, hipotiroidisme, hipoglikemi, hipopituitarisme, dan penyakit adrenal.
- Toksisitas dan infeksi
- Respon yang berlawanan terhadap pengobatan
- Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma
- Kekurangan atau kelebihan sensori
Stressor
spesifik yang berhubungan dengan gangguan kognitif sering kali tidak
dapat diidentifikasi, walaupun hal ini berubah secara cepat saat ilmu
pengetahuan tentang saraf meningkat, secara umum, ketika mengkaji respon
kognitif maladaptive, penyebab fisiologis disingkirkan terlebih dahulu,
kemudian stressor psikososial dipertimbangakn. Walaupun ada factor
fisiologis, stress psikososial dapat mengganggu proses fikir individu.
Oleh karena itu, penilaian stressor individu sangat penting.
- Mekanisme Koping pada Pasien dengan Gangguan Kognitif
Respon
idividu termasuk kekuatan dan ketrampilan. Pemberi perawatan dapat
bersifat mendukung dan juga dapat memberikan informasi tentang
karakteristik kepribadian, kebiasaan dan rutinitas individu. Self-help group dapat menjadi sumber koping yang efektif bagi pemberi perawatan.
Cara
individu menghadapi secara emosional respon kognitif maladaptive sangat
dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang lalu. Individu yang
mengembangkan mekanisme koping yang efektif pada masa lalu akan lebih
mampu mengatasi awitan masalah kognitif daripada individu yang telah
mempunyai masalah koping. Mekanisme koping yang biasanya digunakan
mungkin berlebihan ketika individu mencoba beradaptasi terhadap
kehilangan kemampuan kognitif.
Karena
gangguan perilaku yang mendasar pada delirium adalah perubahan
kesadaran, yang mencerminkan gangguan biologis yang berat dalam otak,
mekanisme koping psikologis pada umumnya tidak digunakan. Dengan
demikian perawat harus melindungi pasien dari bahaya dan mengganti
mekanisme koping individu dengan tetap menorientasikan pasien dan
mendorongnya menghadapi realitas.
Perilaku
yang menunjukkan upaya seseorang yang mengalami demensia untuk
mengatasi kehilangan kemampuan kognitif dapat meliputi kecurigaan,
permusuhan, bercanda, depresi, seduktif, dan menarik diri. Mekanisme
pertahanan ego yang mungkin teramati pada pasien yang mengalami gangguan
kognitif meliputi regresi, penyangkalan, kompensasi.
- Definisi Demensia
Demensia
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat
dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan
sehari- hari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing (1995)
demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual,
umumnya ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa,
memori, visuospasial, dan emosional.
Demensia
merupakan suatu defisit yang didapat dalam fungsi intelektual, termasuk
gangguan bahasa, kognisi (perhitungan, pertimbangan, dan abstraksi),
kepribadian (termasuk alam perasaan dan perilaku), keterampilan
visuospasial, dan ingatan. Awitan mendadak tetapi lebih sering
berangsung-angsur, perjalanan waktunya berlarut-larut (secara
karakteristik diukur dalam bulan atau tahun), dan hasilnya adalah
sementara atau menetap. (Barry Guze, dkk, 1997).
- Klasifikasi Demensia
Demensia
dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan
struktur otak, sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III).
- Menurut Umur:
- Demensia senilis (>65th)
- Demensia prasenilis (<65th)
- Menurut perjalanan penyakit:
- Reversibel
- Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb)
- Demensia berhubungan dengan beberapa jenis penyakit.
- Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Medik: Hal ini meliputi hipotiroidisme, penyakit Cushing, defisiensi nutrisi, kompleks demensia AIDS, dan sebagainya.
- Penyakit yang berhubungan dengan Sindrom Neurologi: Kelompok ini meliputi korea Huntington, penyakit Schilder, dan proses demielinasi lainnya; penyakit Creutzfeldt-Jakob, tumor otak, trauma otak,infeksi otak dan meningeal, dan sejenisnya.
- Penyakit dengan demensia sebagai satu-satunya tanda atau tanda yang mencolok: Penyakit Alzheimer dan penyakit Pick adalah termasuk dalam kategori ini.
- Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut :
F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer
F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan)
F 01 Demensia Vaskular
F01.0 Demensia Vaskular Onset akut
F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark
F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal
F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia Vaskular lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT
F02 Demensia pada penyakit lain
F02.0 Demensia pada penyakit PICK
F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT –YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di-Klasifikasikan ditempat lain)
F03 Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00 F03 sebagai
berikut :
1. .X0 Tanpa gejala tambahan
2. .X1 Gejala lain, terutama waham
3. .X2 Halusinasi
4. .X3 Depresi
5. .X4 Campuran lain
- Faktor Predisposisi Demensia
- Degenerasi yang berhubungan dengan proses menua.
- Gangguan suplai oksigen, glukosa dan zat-zat makanan yang penting untuk fungsi otak:
- Arteriosklerotik vaskuler
- Serangan iskemik singkat
- Perdarahan otak
- Gangguan infak pada otak
- Penumpukan racun pada jaringan otak
- Penyakit hati kronik
- Penyakit ginjal kronik
- Kekurangan vitamin (B1 atau Tiamin)
- Malnutrisi
- Penyakit HIV
- Faktor Presipitasi Demensia
Setiap kelainan atau gangguan pada otak dapat menjadi faktor presipitasi pada gangguan kognitif. Kelainan tersebut antara lain:
- Hipoksia
- Gangguan metabolism (Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Penyakit Adrenal, Hipoglikemia)
- Racun pada otak
- Adanya perubahan struktur pada otak
- Stimulus lingkungan yang kurang atau berlebih yang mengakibatkan gangguan sensori
- Respon perlawanan terhadap pengobatan
- Etiologi
Demensia
mempunyai banyak penyebab, tetapi demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular sama-sama berjumlah 75 persen dari semua kasus. Penyebab
demensia lainnya yang disebutkan dalam DSM-IV adalah penyakit Pick,
penyakit Creutzfeldt-Jakob, penyakit Parkinson, Human Immunodeficiency Virus (HIV), trauma kepala, Obat-obatan.
- Patofisiologi Jenis – Jenis Demensia
- Demensia tipe Alzheimer
Penyakit
Alzheimer adalah suatu jenis demensia umum yang tidak diketahui
penyebabnya. Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa lebih dari setengah
penderita yang meninggal karena demensia mengalami penyakit jenis
Alzheimer ini. Pada kebanyakan penderita, berat kasar otak pada saat
otopsi jauh lebih rendah dan ventrikel dan sulkus jauh lebih besar
dibandingkan yang normal untuk seukuran usia tersebut. Demielinasi dan
peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan berdekatan dengan
ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian dalam
hemisfer serebrum pada penderita manula, khususnya mereka yang menderita
penyakit Alzheimer.
Pada
penderita dengan demensia jenis Alzheimer terdapat peningkatan dramatis
(dibandingkan dengan penderita manula normal) dalam jumlah kekusutan
neurofibril dan plak neuritik dan juga penurunan 60-90 persen dalam
kadar kolin asetiltransferase (enzim yang menghasilkan sintesis
asetilkolin) di korteks.
- Demensia Vaskular
Penyebab
utama dari demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular serebral
yang multipel, yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan
dulu disebut sebagai demensia multi-infark dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
edisi ketiga yang di revisi (DSM-III-R). Demensia vaskular paling
sering pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang
telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan
terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang,
yang mengalami infark menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebar
pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat
asal yang jauh (sebagai contohnya katup jantung). Suatu pemeriksaan
pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau
pembesaran kamar jantung.
- Penyakit Pick
Berbeda
dengan distribusi patologi parietal-temporal pada penyakit Alzheimer,
penyakit Pick ditandai oleh atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal,
gliosis, dan adanya badan Pick neuronal yang merupakan massa elemen
sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem
tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak
diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira lima persen dari semua
demensia yang irreversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada
laki-laki, khususnya mereka yang mempunyai sanak saudara derajat pertama
dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit dibedakan dari demensia
tipe Alzheimer, walaupun stadium awal penyakit Pick lebih sering
ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif
lain yang relatif bertahan.
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit
Creutzfeldt-Jakob adalah penyakit degeneratif otak yang jarang, yang
disebabkan oleh agen yang progresif secara lambat, dan dapat
ditransmisikan (yaitu, agen infektif), paling mungkin suatu prion, yang
merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA atau RNA.
Penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan prion adalah scrapie
(penyakit pada domba), kuru (suatu gangguan degeneratif sistem saraf
pusat yang fatal pada suku di dataran tinggi Guinea dimana prion
ditransmisikan melalui kanibalisme ritual), dan sindroma
Gesrtman-Straussler (suatu demensia progresif, familial, dan sangat
jarang). Semua gangguan yang yang berhubungan dengan prion menyebabkan
degenerasi berbentuk spongiosa pada otak, yang ditandai dengan tidak
adanya respon imun inflamasi.
Bukti-bukti
menunjukkan bahwa pada manusia penyakit Creutzfeldt-Jakob dapat
ditransmisikan secara iatrogenik, melalui transplantasi kornea atau
instrumen bedah yang terinfeksi. Tetapi, sebagian besar penyakit,
tampaknya sporadik, mengenai individual dalam usia 50-an. Terdapat bukti
bahwa periode inkubasi mungkin relatif singkat (satu sampai dua tahun)
atau relatif lama (delapan sampai 16 tahun). Onset penyakit ditandai
oleh perkembangan tremor, ataksia gaya berjalan, mioklonus, dan
demensia. Penyakit biasanya secara cepat progresif menyebabkan demensia
yang berat dan kematian dalam 6 sampai 12 tahun. Pemeriksaan cairan
serebrospinal biasanya tidak mengungkapkan kelainan, dan pemeriksaan
tomografi komputer dan MRI mungkin normal sampai perjalanan gangguan
yang lanjut. Penyakit ditandai oleh adanya pola elektroensefalogram
(EEG) yang tidak biasa, yang terdiri dari lonjakan gelombang lambat
dengan tegangan tinggi.
- Penyakit Binswanger
Penyakit
Binswanger juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik kortikal.
Penyakit ini ditandai dengan adanya banyak infark-infark kecil pada
substansia alba, jadi menyerang daerah kortikal. Walaupun penyakit
Binswanger sebelumnya dianggap sebagai kondisi yang jarang, kemajuan
teknik pencitraan yang canggih dan kuat, seperti pencitraan resonansi
magnetik (magnetic resonance imaging: MRI), telah menemukan bahwa kondisi tersebut adalah lebih sering daripada yang sebelumnya dipikirkan.
- Penyakit Huntington
Penyakit Huntington biasanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit Huntington adalah tipe demensia subkortikal, yang ditandai
oleh kelainan motorik yang lebih banyak dan kelainan bicara yang lebih
sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal (tabel 1). Demensia pada
penyakit Huntington ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan
melakukan tugas yang kompleks, tetapi ingatan, bahasa, dan tilikan tetap
relatif utuh pada stadium awal dan menengah dari penyakit. Tetapi, saat
penyakit berkembang, demensia menjadi lengkap dan ciri yang membedakan
penyakit ini dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi
depresi dan psikosis, disamping gangguan pergerakan koreoatetoid yang
klasik.
- Penyakit Parkinson
Seperti
penyakit Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit pada ganglia
basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan
20 sampai 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson menderita demensia,
dan tambahan 30 sampai 40 persen mempunyai gangguan kemampuan kognitif
yang dapat diukur. Pergerakan yang lambat pada pasien dengan penyakit
Parkinson adalah disertai dengan berpikir yang lambat pada beberapa
pasien yang terkena, suatu ciri yang disebut oleh beberapa dokter
sebagai bradifenia (bradyphenia).
- Demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) seringkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya.
Pasien yang terinfeksi dengan HIV mengalami demensia dengan angka
tahunan kira-kira 14 persen. Diperkirakan 75 persen pasien dengan
sindroma immunodefisiensi didapat (AIDS) mempunyai keterlibatan sistem
saraf pusat saat otopsi. Perkembangan demensia pada pasien yang
terinfeksi HIV seringkali disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal
pada pemeriksaan MRI.
- Demensia yang berhubungan dengan Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan suatu sekuela dari trauma kepala, demikian juga berbagai sindroma neuropsikiatrik.
- Tanda dan Gejala Demensia
- Kehilangan memori (tahap awal, kehilangan memori yang baru seperti lupa sedang memasak makanan di kompor; tahap selanjutnya, kehilangan memori masa lalu seperti melupakan nama anak-anak, pekerjaan)
- Penurunan fungsi bahasa (melupakan nama benda umum seperti kursi, meja, mengulangi suara (palialia), dan mengulangi kata-kata yang didengar (ekolalia)
- Kehilangan kemampuan berfikir abstrak dan merencanakan, memulai, mengurutkan, memantau, atau menghentikan perilaku yang kompleks (kehilangan fungsi eksekutif): klien kehilangan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri.
- Penatalaksanaan
Demensia
dapat disembuhkan bila tidak terlambat. Secara umum, terapi pada
demensia adalah perawatan medis yang mendukung, memberi dukungan
emosional pada pasien dan keluarganya, serta farmakoterapi untuk gejala
yang spesifik. Terapi simtomatik meliputi diet, latihan fisik yang
sesuai, terapi rekreasional dan aktivitas, serta penanganan terhadap
masalah-masalah lain. Sebagai
farmakoterapi, benzodiazepin diberikan untuk ansietas dan insomnia,
antidepresan untuk depresi, serta antipsikotik untuk gejala waham dan
halusinasi.
Hal
yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya
demensiadiantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan
senantiasamengoptimalkan fungsi otak, seperti :
- Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
- Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
- Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Contoh: Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama. - Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat.
- Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
- Prognosis
Prognosis
tergantung usia timbulnya, tipe demensia, dan berat deteriorasi. Pasien
dengan onset yang dini dan ada riwayat keluarga dengan demensia
mempunyai perjalanan penyakit yang lebih progresif.
Jalannya
penyakit progesif, demensia makin lama makin berat sehingga akhirnya
penderita hidup secara vegetatif saja, walaupun demikian penderita hidup
selama 10 tahun atau lebih setelah gejala-gejala menjadi nyata.
- Perbandingan Delirium dan Demensia
Perbedaan
|
Delirium
|
Demensia
|
Awitan
|
Cepat (beberapa jam sampai beberapa hari)
|
Bertahap (bertahun-tahun)
|
Proses gangguan
|
Fluktuasi luas; dapat berlangsung terus selama beberapa minggu jika penyebab tidak diketahui
|
Kronik; lambat namun terus menurun
|
Tingkat kesadaran
|
Berfluktuasi dari waspada hingga sulit untuk dibangunkan
|
Normal
|
Orientasi
|
Pasien mungkin tampak disorientasi
|
Pasien disorientasi, bingung
|
Afek
|
Berfluktuasi
|
Labil, apatis pada tahap lanjut
|
Perhatian
|
Selalu terganggu
|
Mungkin utuh; pasien dapat memusatkan perhatian pada satu hal untuk waktu yang lama
|
Tidur
|
Selalu terganggu
|
Biasanya normal
|
Perilaku
|
Pasien agitasi, gelisah
|
Pasien mungkin agitasi, apatis, keluyuran
|
Pembicaraan
|
Jarang atau cepat; pasien mungkin inkoheren
|
Jarang atau cepat; berulang-ulang, mungkin inkoheren
|
Memori
|
Terganggu, terutama untuk peristiwa yang baru saja terjadi
|
Terganggu, terutama untuk peristiwa yang sudah lama terjadi
|
Kognisi
|
Gangguan berfikir
|
Gangguan berfikir dan menghitung
|
Isi piker
|
Inkoheren, bingung; waham; stereotip
|
Tidak teratur, kaya isi piker, waham, paranoid
|
Persepsi
|
Salah penafsiran, ilusi, halusinasi
|
Tidak berubah
|
Penilaian
|
Buruk
|
Buruk; perilaku tidak tepat secara social
|
Daya tilik
|
Mungkin ada saat-saat berfikir jernih
|
Tidak ada
|
Penampilan pada penilaian status mental
|
Buruk tetapi bervariasi; meningkat saat berfikir jernih dan saat penyembuhan
|
Secara konsisten buruk; makin memburuk; pasien berupaya menjawab semua pertanyaan
|
BAB III
Asuhan Keperawatan
2.12.1 Pengkajian
- Identitas
Identitas
klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa /latar belakang
kebudayaan, status social, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
- Keluhan Utama
Keluhan utama yang menyebabkan klien dating berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama adalah kesadaran menurun.
- Faktor predisposisi
Menemukan
gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan diagnosis serta
menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan struktur kepribadian
yang mungkin dapat menerangkan riwayat perkembangan gangguan jiwa yang
terdapat. Dari gejala-gejala psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi
penyakit badaniah itu, tetapi perlu di lakukan pemeriksaan intern dan
nerologik yang teliti. Gejala tersebut lebih ditentukan oleh keadaan
jiwa premorbidnya, mekanisme pembelaan psikologinya, keadaan
psikososial, sifat bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan,
struktur social serta cirri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Ganguan jiwa
yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan
fungsi otak. Gangguan funsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh
penyakit badaniah yang terutama mengennaik otak(meningoensephalitis,
gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan sebagainya) atau yang
terutama diluar otak atau tengkorak (tifus, endometriasis, payah
jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi dan sebagainya).
- Pemeriksaan fisik
Kesadaran
yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia, tensi menurun, takikardi,
febris, BB menurun karena nafsu mkan yang menurun dan tidak mau makan.
- Psikososial
- Genogram: Dari hasil penelitian ditemukan kembar monozigot memberi pengaruh lebih tinggi dari kembar dizigot .
- Konsep diri
- Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses patologik penyakit.
- Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.
- Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang ragu diman aindividu tidak tahun dengan jelas perannya, serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemmapuan dan sumber yang cukup.
- Ideal diri, keinginann yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
- Harga diri, tidakmampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena kegagalannya.
- Hubungan sosial
Berbagai
faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian,
yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat
seperti delusi dan halusinasi. Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan
sosial khususnya dengan orang yang penting dalam kehidupan individu.
Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal.
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan
individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain,
akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan hanya
terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan kontrol orang
lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan dangkal
dan tergantung.
- Spiritual
Keyakinan
klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat tetapi tidak atau
kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
- Status mental
- Penampilan klien tidak rapid an tidak mampu merawat dirinya sendiri.
- Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
- Aktivitas motorik : Perubahan motorik dapat dimanifestasikan adanya peningkatan kegiatan motorik, gelisah, impulsive, manerisme, otomatis, dan steriotipi.
- Alam perasaan : klien Nampak ketakutan dan putus asa.
- Afek dan emosi (mood)
Perubahan
afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tetentu karena jika langsung mengalami perasaan tersebut dappat
menimbulkan ansietas. Keadaan ini menimbulkan adanya perubahan afek yang
digunakan klien untuk melindungi dirinya, krena afek yang telah berubah
memampukan klien mengingkari dampak emosional yang menyakitkan dari
lingkungan eksternal. Respon emosional klien mungkin tampak bisa dan
tidak sesuatu karena dating dari kerangka piker yang telah berubah.
Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan
ambivalen.
- Interaksi selama wawancara
Sikap klien terhadap pemeriksaan kurang kooperatif, kontak mata kurang.
- Persepsi
Persepsi
melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu
obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kelima panca
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan. Perubahan persepsi dapat ringan, sedang dan berat atau
berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling sering ditemukan adalah
halusinasi.
- Proses berpikir
Klien
yang terganggu pikirannya sukar berperilaku koheren, tindakannya
cenderung berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang
tidak sesuai dengan penilaian yang umum diterima.Penilaian realitas
secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang dikaitkan
dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik).
Klien tidak menelaah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar
perubahan proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian
primitf, hilangnya asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan
linguistik (memperlihatkan gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak
klien regresi dan pola pikir yang sempit misalnya ekholali, clang
asosiasi dan neologisme.
- Tingkat kesadaran
Kesadaran yang menurun, bingung. disorientasi waktu, tempat dan orang.
- Memori
Gangguan
daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau hari
yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa
tahun yang lalu).
- Tingkat konsentrasi.
Klien tidak mampu berkonsentrasi
- Kemampuan penilaian
Gangguan ringan dalam penilaian atau keputusan.
2.12.2 Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
| |
Data Subjektif:
Data Objektif:
|
disfungsi otak
Susah berkonsentrasi dan berfokus
Agnosia, apraksia, afasia
Gangguan proses pikir
|
Gangguan proses pikir
| |
Data Subjektif
Data Objektif :
|
Disfungsi otak
Gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat
Gangguan proses pikir
|
Perubahan proses pikir
| |
Data Subjektif:
Data Objektif:
|
Disfungsi otak
Kurang perhatian pasien terhadap kebersihan diri
Penampilan pasien buruk
Defisit perawatan diri
|
Defisit perawatan diri
| |
Data Subjektif :
Data Objektif :
|
Disfungsi otak
Perubahan afek, emosi
Nafsu makan turun
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
| |
Data Subjektif :
Data Objektif :
|
Disfungsi otak
Susah berkonsentrasi dan berfokus
Susah tidur
Gangguan pola tidur
|
Perubahan pola tidur
| |
2.12.3 Pohon Masalah
AFEK
|
Defisit perawatan diri Nutrisi kurang dari kebutuhan Perubahan pola tidur
CORE
|
Perubahan proses pikir
CAUSA
|
G. Konsep diri: Harga diri rendah
Koping individu tidak efektif
(Sumber : Sadocket al (2007))
2.12.4 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan proses pikir
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan proses pikir
- Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan proses pikir
- Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah
Intervensi Keperawatan
- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan proses pikir
TUM: Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya secara mandiri
TUK: -Klien dapat meningkatkan asupan nutrisi secara mandiri
-Klien bersedia mengerjakan intruksi dari perawat untuk mengenal perubahan pola perilaku pada dirinya
Kriteria hasil:
- Klien akan makan-makanan bergizi dengan seimbang
- Klien mampu mempertahankan atau penambahan berat badan dengan tepat
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
- Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan proses pikir
TUM: Klien mampu merawat dirinya dan menjaga penampilannya
TUK: -Klien dapat melakukan perawatan secara mandiri
-Klien dapat mengenal dan mengontrol pola perilakunya
Kriteria Hasil:
- Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
- Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
- Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
- Klien dapat merawat kukunya sendiri.
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
- Gangguan pola tidur b.d perubahan proses pikir
TUM : Klien mampu mengatasi gangguan pola tidur yang dialami
TUK: -Klien dapat beristirahat seperti sebelumnya
-Klien dapat melakukan strategi koping yang adekuat
Kriteria hasil:
- Klien mampu membangun pola tidur yang adekuat dengan pengurangan kegiatan yang tidak berguna.
- Klien akan mempertahankan keseimbangan aktifitas dan istirahat
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaborasi
Misal: amitriptilin (elavil), doksepin (sinequan)
Misal: kloral hidrat (noctec), oksazepam (serax), triazolam (halcion).
|
|
- Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah
TUM: Klien mampu memahami dan mengontrol harga dirinya
TUK: - Klien dapat mengenal perubahan proses pikirnya, waktu terjadinya, frekuensinya
- Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengenali perubahan dalam berpikir/ bertingkah laku
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
- Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif
TUM: Klien dapat memahami dan mengenal gangguan konsep diri: harga diri rendah pada diri nya
TUK:- Klien dapat melakukan strategi koping yang adekuat
- Klien mampu berbicara berhadapan dengan orang lain
- Klien dapat mengenal orang, dan obyek-obyek sekitarnya
Kriteria hasil:
- klien dapat menurunkan tingkat frustasi, khususnya ketika berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari.
Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri:
Kolaborasi:
|
5.
Meningkatkan kesempatan untuk pemahaman. Suara yang nyaring, nada yang
keras mengundang kemarahn dan stres, yang dapat memicu ingatan terutama
konfrontasi dan provokasi respon marah.
6. tertawa dapat membantu komunikasi dan membantu mengembalikan labilitas emosional.
|
Ok
ReplyDelete