السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Friday 13 June 2014

Gangguan Jiwa Waham

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006: 147)
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkes RI, 2000).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998)
Waham merupakan suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya tidak dianggap sebagai waham. Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “ aneh” (misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, misal, “ FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak sistematis.

2.2 Klasifikasi
Waham dapat di klasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011) yaitu:
Jenis Waham
Pengertian
Perilaku Klien
Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
“ Saya ini pejabat di kementrian Semarang!”
“Saya punya perusahaan paling besar lho”.
Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
“ Saya adalah Tuhan yang bisa menguasai dan mengendalikan semua makhluk”.
Waham Curiga
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
“ Saya tahu mereka mau menghancurkan saya, karena iri dengan kesuksesan saya”.
Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian tubuhnya terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
“ Saya menderita kanker”. Padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kanker pada tubuhnya.
Waham Nihlistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
“ Ini saya berada di alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-rohnya.

2.3 Faktor Predisposisi
a.      Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b.      Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham.
c.       Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d.      Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e.      Faktor Genetik

2.4 Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses imformasi dan abnormalisasi yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan.
b. Stres Lingkungan                                                                                            
Secara biologis menetapakan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi denga stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Pemicu Gejala
Terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan prilaku individu seperti gizi buruk, kurang tidur, infeksi, kelebihan rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalan berhubungan interpersonal, kesepian, kemiskinan, tekanan pekerjaan dan sebagainya.
d. Stressor Sosial-Budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok.
e.  Faktor Biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita
f.  Faktor Psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi realiata. Perasaan bersalah dan berdosa, penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari waham

2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakandirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.
Menurut Kaplan dan shadok( 1997):
1.      Status Mental
a.      Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b.      Mood klien konsisten dengan isi wahamnya.
c.       Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d.      Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e.      Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan
f.    Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.
2.      Sensorium dan kognisi
a.      Pada waham,tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b.      Daya ingat dan proses kognitif klien dengan intak (utuh)
c.       Klien waham hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
d.      Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009):
Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang emas”.Contoh : “ Saya ini titisan Bung Karno, punya banyak perusahaan, punya rumah di berbagai negara dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit”.
Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapitidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”. Contoh lain, “ Banyak Polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan hidup saya, suster akan meracuni makanan saya “.
Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari”.
Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker.). Contoh : “ Sumsum Tulang saya kosong, saya pasti terserang kanker, dalam tubuh saya banyak kotoran,tubuh saya telah membusuk, tubuh saya menghilang”.
Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan keadaan nyata. Misalnya, “Ini kanalam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”. Contoh: “Saya sudah menghilang dari dunia ini ,semua yang ada di sini adalah roh-roh, sebenarnya saya sudah tidak ada di dunia”
Tanda dan gejala lain (Azis R dkk, 2003) :
a.      Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b.      Klien tampak tidak mempunyai orang lain.
c.       Curiga.
d.      Bermusuhan.
e.      Merusak (diri, orang lain, lingkungan).
f.        Takut, sangat waspada.
g.      Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas.
h.      Ekspresi wajah tegang.
i.        Mudah tersinggung.
Adapun tanda dan gejala yang lainnya meliputi :
a.      Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
b.      Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
c.       Fungsi emosi
Afek tumpul à kurang respon emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
d.      Fungsi motorik
Imfulsif, gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik à gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
e.      Fungsi sosial : kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.
Dalam tatanan keperawatan jiwa respon neurobiologis yang sering muncul adalah gangguan isi pikir : waham dan gangguan persepsi sensori : halusinasi.

     2.6    Proses Terjadinya Masalah
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase Lack of Human Need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase Control Internal External
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).         
6. Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

   2.7      Penatalaksanaan
Menurut Harnawati (2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara lain :
1.      Psikofarmalogi
      a.       Litium Karbonat
1)   Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak disahkan oleh “Food and Drug Administration” (FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania akut litium masih efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Meski demikian, efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius. Efek yang ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan kadar litium.

              2)      Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
3)      Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4 kali sehari, sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari interval 12 jam. Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari immediate release maka diusahakan agar dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan adalah 0,6-1,2 mEq/L. dosis bervariasi per individu,tapi biasanya berkisar 900mg-1200mg per hari dalam dosis berbagi. Monitor dilakukan setiap bulan, pasien yang supersensitive biasanya memperlihatkan tanda toksik pada kadar serum dibawah 10mEq/L        
4)      Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium dalam serum. Adapun efek yang mungkin dijumpai pada awal terapi. Misalnya tremor ringan pada tangan, poliuria nausea, dan rasa haus. Efek ini mungkin saja menetap selama pengobatan.
5)      Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet controlled release.
6)      Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari reseptor dopamine.


b.      Haloperidol
      1)      Farmakologi
Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
2)   Indikasi
Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
3)      Dosis
Untuk dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari

Untuk mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang diperlukan dosis yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali sehari. Pasien yang tetap menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu disesuaikan dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan pada kasus-kasus tertentu untuk mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol diberikan dengan dosis diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.
Sedangkan pada pasien anak-anak dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari. Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.

4)   Efek samping
Pada sistem saraf pusat akan menimbulkan gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif, distonia tardif, gelisah, cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh, agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
Pada kardiovaskular akan menyebabkan timbulnya takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan EKG (gelombang T abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia. Sedangkan pada hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan. Pada hati dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
     Pada kulit memungkinkan timbulnya makulopapular dan akneiform, dermatitis kontak, hiperpigmentasi alopesia. Pada endokrin dan metabolic antara lain laktasi, pembesaran payudara, martalgia, gangguan haid, amenore, gangguan seksual, nyeri payudara, hiponatremia. Pada saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah. Mata  : Penglihatan kabur. Pernapasan  : Spasme laring dan bronkus. Saluran genitourinaria : Retensi urin.
5)   Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau penyakit hati berat, koma.
6)    Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak. Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus vasomotor dan emesis.
c.    Karbamazepin
1)      Farmakologi
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, serta neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.
2)    Indikasi
Karbamazepin diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis :
a)     Kejang parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor, lobus temporalis) pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan perbaikan yang lebih besar dibandingkan jenis yang lain.
b)     Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial maupun kejang umum yang lain. Kejang jenis petitmal tampaknya tidak efektif diobati dengan karbamazepin.
c)      Neuralgia trigeminal
         Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat neuralgia trigeminal murni. Obat ini bukan merupakan analgesic dan tidak boleh diberikan untuk mengobati sakit/nyeri.
3)     Dosis
a)  Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1 hari suspense (400mg sehari). Umumnya dosisnya tidak melebihi 1000mg sehari pada anak usia 12-15 tahun dan 1200mg sehari pada diatas 15tahun.
b)  Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari. Untuk suspense (200mg sehari), umumnya dosis tidak melebihi 1000mg sehari.
c)   Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari untuk suspense dengan dosis total 200mg x 1 hari. Dosis ini dapat ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan peningkatan sebesar 100mg tiap 12jam untuk tablet /50mg (setengah sendok teh) 4x 1 hari untuk suspense, hanya jika diperlukan untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis 1200mgx 1 hari.
4)      Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system liemopoetik, kulit dan kardivaskular. Efek samping yang paling sering timbul yang terutama terjadi pada awal terapi adalah pusing, ngantuk, mual, dan muntah.
Contoh obat: Tegritol (ciba), Temporal (orion), Karbamazepin (generic).
5)     Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau komponen sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
6)      Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek sebagai antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas otot, antimanik, antidepresif dan antiariunia. Menekan aktifitas senralis nucleus pada thalamus/menurunkan jumlah stimulasi temporal yang menyebabkan neural discharge dengan cara membatasi influks ion natrium yang menembus membran sel atau mekanisme lain yang belum diketahui, menstimulasi pelepasan ADH untuk mereabsorbsi air, secara kimiawi terkait dengan antidepresan trisiklik
.
2.      Pasien Hiperaktif atau Agitasi Anti Psikotik Low Potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan antipsikotik adalah:
a.       Tentukan target symptom
b.      Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c.      Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan antipsikosis yang lama 4-6 minggu
d.      Hindari polifarmasi
e.       Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah:
a.       Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone).
Pilihan awal Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg, 100mg.
Keuntungan : angka keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal symptom minimal.
Kerugian : harganya mahal
b.      Tipikal (chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine 25-100mg
Keuntungan : harganya relatif lebih murah, efektif untuk mmenghilangkan gejala positif.
Kerugian : angka keberhasilan rendah, efek samping pyramidal (gejala mirip Parkinson, distonia akut, akathisia, tardive dyskinesia, (pada 24% pasien), neuroleptic malignant syndrome, dan hyperprolactinaemia) kurang efektif untuk menghilangkan gejala negatif.

3.      Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah satu penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal ini berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan morfin biasanya dialami sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan berikutnya, penarikan diri dari lingkungan sosial.

4.      ECT Tipe Katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini tampaknya menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik episode.
5.      Psikoterapi
Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.

2.8  Asuhan Keperawatan
2.8.1        Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan Utama
Tanyakan pada keluarga atau klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien atau keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
d. Aspek Fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek Psikososial
1.      Konsep Diri.
Citra tubuh : Biasanya pasien dengan waham miliki perasaan negatif terhadap diri sendiri.
Identitas diri : Pada pasien dengan waham kebesaran misalnya mengaku seorang polisi padahalkenyataan nya tidak benar.
Peran Klien    :  berperan sebagai kepala keluarga dalam keluarganya.
Ideal diri        :  Klien berharap agar bisa cepat keluar dari RSJ karena ia bosan sudah lama di RSJ.
Harga diri      :  Adanya gangguan konsep diri : harga diri rendah karena perasaan negatif terhadapdiri sendiri,hilangnya rasa percaya diri dan merasa gagal mencapai tujuan.
2.   Hubungan Sosial
Pasien dengan waham biasanya memiliki hubungan sosial yang tidak haramonis.
3. Spiritual.
Nilai dan Keyakinan : Biasanya pada pasien dengan waham agama meyakini agamanya secara berlebihan.
Kegiatan Ibadah           : Biasanya pada pasien dengan waham agama melakukan ibadah secara berlebihan.
f.  Status Mental.
1.  Penampilan
Pada pasien waham biasanya penampilan nya sesuai dengan waham yang ia rasakan.Misalnya pada waham agama berpakaian seperti seorang ustadz.
2.      Pembicaraan
Pada pasien waham biasanya pembicaraan nya selalu mengarah ke wahamnya,bicara cepat,jelas tapi berpindah-pindah,isi pembicaraan tidak sesuai dengankenyataan.
3.       Aktivitas Motorik
Pada waham kebesaran bisa saja terjadi perubahan aktivitas yang berlebihan.
4.      Alam Perasaan
Pada waham curiga biasanya takut karena merasa orang-orang akan melukai dan mengancam membunuhnya.Pada waham nihilistik merasa sedih karena meyakini kalau dirinya sudah meninggal.
5.      Interaksi Selama Wawancara
Pada pasien waham biasanya di temukan :
Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
Curiga      : menunjukkan sikap / perasaan tidak percaya pada orang lain.
6.      Isi Pikir
Pada pasien dengan waham Kebesaran biasanya : klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan.
7.      Proses Pikir
Pada pasien waham biasanya pikiran yang tidak realistis,flight of ideas,pengulangankata-kata.
8.      Tingkat Kesadaran
Biasanya masih cukup baik.

                            
2.8.2        Analisa Data
NO
Data
Masalah
1.
S:
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak realistis bahwa dia adalah anggota DPR yang baru terpilih pada pemilu kemarin.
O :
Kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang
Risiko gangguan komunikasi verbal
2.
S :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya mengenai kebesaran (menjadi anggota DPR) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
O :
Setiap pagi klien selalu berpakaian rapi, bersepatu kinclong seperti layaknya anggota DPR.
Perubahan proses pikir : waham
3.
S:
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak tahu apa-apa, bodoh dan mengkritik diri sendiri.
O:
Klien tampak lebih suka sendiri, ingim mencederai diri dan ingin mengakhiri hidup.
Gangguan harga diri rendah


2.8.3        Pohon Masalah
Proses terjadinya waham menurut Stuart dan Sundeen dapat dirangum dalam pohon masalah sebagai berikut:
Resiko tinggi gangguan komunikasi verbal
 Effect:

Gangguan isi pikir: Waham
Core problem:

Harga diri rendah kronis
Causa:
Koping individu tidak efektif
 


2.8.4        Intervensi
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya
TUK :
1.         Membantu orientasi realita.
2.         Mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan.
3.         Mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Indah, saya perawat yang dinas pagi ini di Ruang Angkasa. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang anggota DPR, saya sulit mem percayainya karena setahu saya bapak adalah pegawai kelurahan?”
“Bisakah pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R rasakan saat ini?”
“Oooo, jadi pak R merasa kecewa karena keluarga bapak tidak menyetujui keputusan bapak untuk menjadi anggota DPR?”
“Menurut bapak kenapa keluarga pak R membawa anda kemari?”
“Oh begitu ya pak, lalu bagaimana sikap bapak terhadap keputusan dari keluarga bapak?”
“dalam waktu dekat ini apa kegiatan yang ingin bapak lakukan?
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau pak R coba membuat jadwal kegiatan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang hal-hal yang senang pak R lakukan?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja pak R?”

SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu mempraktekannya.
TUK:
1.         Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.         Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3.         Melatih kemampuan yang dimiliki

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ingat apa saja kegiatan yang sering pak R lakukan?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan kegemaran pak R tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”


KERJA :
“Apa saja kegiatan yang pak R senangi? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya pak R suka menjadi pemimpin dalam berbagai kegiatan di masyarakat.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali bapak memimpin sebuah kegiatan?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bapak memimpin acara tersebut?”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita ikut kegiatan senam rutin di tempat ini?”
“Apa pak R mau unutk memimpin kegiatan senam ini?”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang kegemaran pak R?”
 “Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaimana kalau besok sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di taman saja, setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, setuju?”

SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
TUK
1.         Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2.         Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3.         Menganjurkan pasien memasukkan waktu minum obat ke dalam jadwal kegiatan harian

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak setelah memimpin senam tadi pagi? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”
KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan dokter.”
TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”

STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA
KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM

SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga
TUK
1.    Mengidentifikasi masalah
2.    Menjelaskan proses terjadinya masalah
3.    Menjelaskan obat pasien.

ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Indah, saya perawat yang dinas di ruang Angkasa ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa saya tahu nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R cara merawat pak R dirumah.”
“Dimana ibu mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang wawancara?”
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 20 menit saja?”
KERJA :
“Bu J, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa yang sudah pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu mengaku-ngaku sebagi seorang anggota DPR tetapi nyatanya bukan, hanya merupakan salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan cara menghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang anggota DPR, pak R dan ibu bersikap dengan mengatakan;
Pertama: Ibu J mengerti bahwa pak R merasa seorang anggota DPR, tapi sulit bagi ibu untuk mempercayainya karena setahu kita Pak R tidak terpilih dalam pemilu.
Kedua: Ibu J harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan hal-hal yang baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan berinteraksi dengan pak R. Ibu dan anak dapat bercakap-cakap dengan Pak R tentang kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; ibu percaya kalau pak R punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya kemampuan”
Keempat: Ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan untuk memimpin dengan baik bisa dipraktekan dengan memimpin shalat” dan kemudian setelah dia melakukannya ibu harus memberikan pujian.
Ibu jangan lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi tenang.”
“Obatnya ada tiga macam bu, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak R bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta obat sesuai jamnya, segera berikan pujian!”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi setiap kali berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya tunggu kedatangan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya,bu.”

SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.
TUK:
1.    Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien waham
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham

ORIENTASI:
“Assalamualaikum bu, sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung pada Pak R ya?”
KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak R yang sedang mengaku anggota DPR, coba ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan kegitan positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata ibu sudah mengerti cara merawata Pak R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali ke sini dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai ibu lancar melakukannya?”
“Jam berapa ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di tempat ini ya,bu.”

SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
TUK
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas termasuk minum obat
2.    Menjelaskan follow up pasien

ORIENTASI:
“Assalamualaikum bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh pulang, maka kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana bu, selama ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara merawat pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah? Mari ibu ikut saya”
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana kalau 30 menit saja? Sebelum ibu menyelesaikan administrasinya”
KERJA:
“Bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan! Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa perhatikanpak R agar ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang ditampilkan oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang anggota DPR terus menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat memantaunya.”
TERMINASI:
“Apa yang ingin ibu tanyakan? Bagaimana perasaan ibu? Sudah siap untuk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control lagi. Kalau ada apa-apa bapa dan ibu segera menghubungi kami. Mungkin hanya ini yang bisa saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya bu.”
“Silahkan ibu untuk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor depan!”



BAB III
KASUS dan PEMBAHASAN

3.1 Kasus
Tn. R adalah orang yang terpandang di desanya dan beliau berambisi untuk menjadi anggota DPR. Keluarga Tn.R tidak mendukungnya untuk menjadi anggota DPR dengan alasan biaya yang dikeluarkan terlalu besar dan belum tentu berhasil, tetapi Tn.R tetap bersihkeras untuk mencalonkan diri dan yakin akan menang. Tn.R sangat bekerja keras untuk meyakinkan warga agar semua memilihnya.
Tiba saatnya pemilihan, ternyata hasil perolehan suara Tn.R lebih sedikit dibandingkan dengan saingannya, yaitu Ny.W. Tn.R merasa sangat kecewa dan keluarga Tn.R menyalahkannya, karena tidak mau mendengarkan pendapat dari keluarganya.
Setelah kejadian tersebut Tn.R menjadi murung dan selalu mengunci diri di kamar, tidak mau makan dan mandi. Lama kelamaan Tn.R selalu mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pejabat penting. Setiap pagi selalu berpakaian rapi, bersepatu kinclong seperti anggota DPR. Karena keluarga merasa khawatir dengan perilaku Tn. R dan malu dengan tetangga, maka keluarga membawa Tn.R ke rumah sakit jiwa.

3.2 Pembahasan
3.2.1        Pengkajian
1.      Identitas Klien
Nama                 : Tn. R
Umur                  : 30 Tahun
Alamat               : Pasuruan
Pekerjaan                       : Pegawai Kelurahan
Jenis kelamin     : Laki-laki
No. RM               : 066839xxxx
Tanggal dirawat : 12-05-2014
Tanggal pengkajian       : 13-05-2014
2.      Alasan Masuk Rumah Sakit
a.   Berdasarkan pengkajian (menurut klien):
Klien mengatakan bahwa ia bertengkar dengan keluarganya
b.   Menurut status:
Murung, diam, terkadang marah-marah
3.   Riwayat Penyakit Sekarang dan Faktor Prisipitasi
Sejak 1 minggu yang lalu klien murung dan mengunci diri di kamar. 3 hari terakhir klien mulai marah-marah dan berteriak-teriak di dalam kamar
4.   Faktor Predisposisi
a.      Riwayat Penyakit Lalu
Pada tahun ini klien mencoba mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Namun ternyata hasil dari pemilu tidak memuaskan klien, Tn.R gagal menjadi anggota DPR. Hal ini membuat klien menjadi rendah diri dan cenderung murung. Sehari-hari klien menghabiskan waktu dengan berdiam diri di kamar. Beberapa hari terakhir klien berteriak-teriak di dalam kamar, dan klien mengatakan bahwa ia adalah seorang pejabat penting dalam pemerintahan.
b.      Pengobatan Sebelumya
Klien belum mendapatkan pengobatan karena keluarga merasa takut mendekati  ketika klien marah-marah
c.       Riwayat Trauma
Klien gagal menjadi anggota DPR dan menghabiskan banyak biaya
d.      Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan:
Tidak ada
e.      Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa
5.   Status Mental
a.      Penampilan: Pasien tampak rapi, bersih,memakai pakaian dengan sopan.
b.      Kesadaran:
c.       Kesadaran klien berubah secara:
1.      Limitasi: Pasien tidak bisa membedakan kenyataan dibuktikan dengan pasien menyatakan dirinya merupakan salah satu pejabat penting dalam pemerintahan
2.      Relasi: Pasien mengatakan  tidak pernah berkumpul dengan teman yang lain karena waktunya dihabiskan dengan mengurung diri di kamar.
d.      Disorientasi
1.      Waktu: Klien mengatakan masih bisa mengenali waktu
2.      Tempat: Klien mengatakan sekarang berada di RSJ, tempat orang gila katanya
3.      Orang: Klien mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya adalah teman kerjanya di gedung DPR
e.      Pembicaraan
Pasien bicara cepat, nada bicara cepat, pasien sering mengulang pembicaraan, mengatakan tentang kehebatan dirinya, pembicaraan awal terarah sesuai pertanyaan, lama kelamaan nglantur klien menyombongkan jabatannya.
f.        Aktivitas Motorik/Psikomotor
Klien tampak lebih sering tidur dan jarang beraktivitas dengan teman atau orang lain,karena tidak punya waktu untuk berkenalan.
g.      Afek dan Emosi
Emosi klien sering berubah-ubah kadang wajar kadang menyendiri (diam), kadang marah-marah.
h.      Persepsi – sensori
1.      Tidak ada halusinasi
2.      Tidak ada ilusi
3.      Tidak ada depersonalisai
4.      Tidak ada realisasi
5.      Tidak ada gangguan somatosensorik
i.        Proses Pikir
1.      Arus Pikir
Pembicaraan klien berulang-ulang (perseverasi), klien mengatakan secara berulang-ulang bahwa dirinya adalah seorang pejabat penting.
2.      Isi Pikir
Klien mengatakan bahwa setiap hari ia disibukkan dengan berbagai urusan pemerintahan
3.      Bentuk Pikir
Bentuk pikir klien non realistis, pembicaraan klien tidak sesuai dengan kenyataan
j.        Interaksi Selama Wawancara
Klien kooperatif, mau bercakap-cakap, mau tersenyum, pembicaraan klien selalu mempertahankan pendapatnya,kalau dirinya orang hebat
k.       Memori
1.      Jangka Panjang: Klien mampu mengingat keluarganya
2.      Jangka Menengah: Klien mampu mengingat 1 bulan yang lalu masih dirumah dan bekerja di kelurahan
3.      Jangka Pendek: Klien mampu mengingat hari ini bangun pagi, mandi dan sarapan.
l.        Tingkat Konsentasi dan Berhitung
Saat ditanya “jika bapak belanja habis 5000,untuk beli tempe dan uang ibu 10.000 maka kembalinya berapa?  “klien menjawab Rp.5000
m.    Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai dengan baik
n.      Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita: Klien mengatakan dia tidak sakit jiwa tetapi orang-orang menganggap dia gila


6.   Pemeriksaan Fisik
a.      Keadaan Umum: Cukup
b.      Tanda-tanda Vital:
TD : 120/70mmHg
N  : 90x/menit
S   : 36,5c
RR : 20x/menit
c.       Antropometri : TB: 171 cm, BB: 65 kg
d.      Tidak ada keluhan fisik: Klien mengatakan tidak merasakan sakit apapun
e.      Pemeriksaan Fisik:
f.        Kepala
Inspeksi: bersih, rambut pendek warna hitam
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
g.      Mata
Inspeksi: Konjungtiva merah muda, sklera putih, penglihatan normal, tidak kabur, tidak ada peradangan
Palpasi: tidak ada nyeri  tekan
h.      Hidung
Inspeksi: bentuk simetris, penciuman normal, tidak ada peradangan, tidak ada polip (bersih)
Palpasi : tidak terasa krepitasi,  tidak ada nyeri tekan
i.        Mulut
Inspeksi  : bersih, tidak ada karies gigi, mukosa bibir lembab, tidak ada luka, tidak ada pembesaran tonsil
j.        Telinga
Inspeksi: simetris, bersih, pendengaran tidak terganggu
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
k.        Leher
Inspeksi: tidak ada luka, JVP  tidak ada, tidak kaku kuduk
Palpasi: tidak ada nyeri  tekan

l.        Dada
Inspeksi: normal chest, tidak ada retraksi intercosta
Auskultasi: normal
m.    Abdomen
Inspeksi: bentuk buncit, tidak terdapat lesi
Auskultasi : bising usus 10 x / menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
n.      Genetalia:
Bersih
Tidak ada hemoroid
Tidak ada gangguan pola eliminasi
o.      Ekstrimitas
Kekuatan otot: 5 5 5 5
Rentang gerak maksimal
Tidak ada luka
p.      Integumen
Kulit bersih
Lembab
Tidak ada lesi

7.      Pengkajian Psikososial
a.      Genogram

  Keterangan:
             = Laki- laki                                               = Meninggal


               = Perempuan                                         =  Klien

               = Tinggal serumah

b.      Konsep Diri
1.      Citra Tubuh
Klien mengatakan sangat menyukai semua bagian dari tubuhnya karena ini adalah pemberian Allah kepadanya.
2.      Identitas Diri
Klien mengatakan sebelum dirawat dia adalah seorang bapak yang baik, selain itu dia juga seorang pegawai di kelurahan
3.      Peran
Di rumah klien mengatakan dia adalah seorang bapak yang baik, ia juga sebagai pegawai di kelurahan.
4.      Ideal Diri
Klien mengatakan bahwa harapannya ia bisa menjadi pemimpin buat rakyat.
5.      Harga Diri
Klien mengatakan dirinya sangat dihormati oleh masyarakat karena dia adalah seorang pejabat penting di gedung DPR, tetapi sekarang ia harus tinggal di RSJ, kumpul dengan orang sakit jiwa, klien mengatakan malu.
c.       Hubungan  Sosial
1.      Orang yang berarti atau terdekat
Klien mengatakan orang yang terdekat dengannya adalah istrinya  jika ada  masalah ceritanya langsung ke istrinya
2.      Peran serta kegiatan kelompok
Klien mengatakan sebelum disini dia mengikuti rapat di gedung DPR
3.      Hambatan dan hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan saat ini waktunya kurang, malah tidak ada waktu untuk berkomunikasi dengan teman  karena waktunya lebih banyak untuk rapat dengan anggota DPR lainnya
d.      Spritual
1.      Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan beragama islam dan harus mendekatkan diri pada Tuhan karena Allah yang memberikan segalanya, dan klien mengatakan takut pada Tuhan
2.      Kegiatan Ibadah
Klien mengatakan saat dirumah waktunya beribadah pada Allah lebih banyak dan    rajin beribadah, tetapi saat disini jarang karena belum beradaptasi dengan lingkungan, saat ini klien sering menyendiri dan diam

8.   Kebutuhan Persiapan Pulang
a.      Makan
Klien makan sendiri dengan bimbingan perawat, makan 3x1 hari, 1 porsi tidak dihabiskan
b.      BAK /BAK
Klien dapat BAB/BAK secara mandiri
c.    Mandi
Klien mandi tidak harus dimotivasi perawat terlebih dahulu
d.   Berpakaian atau berhias
Klien dapat berpakaian atau berhias sendiri, menggunakan pakaian yang sesuai seragam pada hari itu dan ganti baju 1 x sehari
e.   Istirahat dan tidur
1.      Tidur siang 13.00 – 15.30
2.      Tidur malam 18.00 – 05.00
3.      Aktivitas sebelum tidur: duduk – duduk, nonton tv
4.      Klien tidak mengalami gangguan tidur

f.     Penggunaan Obat
Klien mengatakan tidak mengonsumsi obat
g.   Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan : Sistem pendukung
h.   Aktivitas dalam rumah
Klien mengatakan sering didalam kamar dengan mengurung diri
i.     Aktivitas diluar rumah
Klien jarang keluar rumah

9.      Mekanisme Koping
Mekanisme koping  tidak efektif  karena ia mengganggap dirinya orang lain

10.  Masalah Psikososial dan Lingkungan
Klien mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain, karena pasien lebih senang mengurung diri di dalam kamar

11.  Pengetahuan Kurang
Klien mengatakan orang gila itu ya orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa, saya tidak sakit jiwa tapi dibawa kesini.

12.     Aspek Medis
a.      Diagnosa medis: F.25.0 (skizoafektif)
b.      Terapi Medik:
Haloperidol 5 mg 1-0-1
Clopramazine 100 mg 0-1-1
Defakene 2 x 1 sdm
B.komplek 1-0-1
13.     Analisa Data
Nama              : Tn. R
Usia                 : 30 tahun
No RM             : 066839xxxx
No.
Data
Masalah
1.
DS :
Klien mengatakan waktunya tidak ada untuk berkomunikasi dengan teman karena lebih banyak sibuk dengan urusannya sendiri.
DO :
Klien lebih sering menyendiri.
Aktivitas klien menurun.
Klien kurang berkomunikasi dengan orang lain.
Resiko gangguan komunikasi verbal
2.
DS :
Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pejabat DPR.
Klien mengatakan tidak ada yang bisa mengalahkan dirinya karena dia memiliki kedudukan yang tinggi di gedung DPR.
DO :
Klien terus membicarakan kehebatannya.
Setiap pagi klien selalu berpakaian rapi dan bersepatu kinclong seperti pejabat.
Gangguan proses pikir : waham
3.
DS :
Klien mengatakan bahwa klien merasa kecewa dengan sikap keluarganya yang sepertinya tidak bahagia padahal dia telah terpilih menjadi anggota DPR.
DO :
Klien lebih sering menyendiri.
Klien tidak mau bergaul dengan orang lain.
Harga diri rendah
           
3.2.2  Pohon Masalah     
Resti gangguan komunikasi verbal


Effect:


Gangguan proses pikir: Waham
 


Core problem:
Harga diri rendah
 


Causa:
Koping individu tidak efektif
 

3.2.3        Diagnosa Keperawatan
1.   Resti gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan waham kebesaran.
2.   Gangguan proses pikir  : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
3.   Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

3.2.4 Intervensi Keperawatan
Masalah prioritas: Perubahan proses pikir : waham kebesaran
TUJUAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
TUM:
Secara bertahap pasien mampu berhubungan dengan realitas

TUK 1:
Pasien dapat membina hubungan saling percaya
Setelah 1 kali interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
1. Mau menerima   kehadiran perawat disampingnnya
2.Mengatakan mau menerima bantuan perawat.
3.Tidak menunjukan tanda-tanda curiga
4.Mengizinkan duduk di samping.
           

1. Bina hubungan saling percaya.
2. Ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
3. Jangan membantah dan mendukung waham klien
4. Observasi apakah waham klien menganggu aktivitas sehari- hari dan perawatan diri.
Dengan membina hubungan saling percaya pasien akan merasa aman dan bersedia berinteraksi dengan perawat
TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan yang di miliki.

Setelah 1 kali interaksi klien menunjukan:
Klien menceritakan ide-ide dan perasaan yang muncul secara berulang dalam pikirannya.

1. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
2. Tanyakan apa yang bisa dilakukan dan anjurkan untuk melakukanya.
3. Jika pasien selalu berbicara tentang waham nya dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada

Untuk meningkatkan Harga diri pasien terhadap dirinya sendiri dan realita
TUK 3 :
Pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi.

Setelah 2 kali interaksi klien:
1. Dapat menyebutkan kejadian-kejadian sesuai dengan  urutan waktu serta kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi
2.Dapat menyebutkan hubungan antara kejadian traumatis atau kebutuhan tidak terpenuhi dengan wahamnya.

1. Observasi kebutuhan pasien sehari-hari.
2. Dikusikan kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi selama di rumah maupun di rumah sakit.
3. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya waham.
4.Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan pasien, memerlukan waktu dan tenaga.
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu dengan wahamnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pasien yang belum terpenuhi
TUK 4 :
Pasien berhubungan dengan realitas

Setelah dilakukan 2 kali interaksi klien dapat menyebutkan perbedaan pengalaman nyata dengan pengalaman wahamnya.

1. Berbicara dengan pasien dalam konteks realitas (realitas diri, orang lain waktu dan tempat).
2.Sertakan pasien dalam TAK orientasi realita.
3.Beri pujian pada setiap kegiatan positif yang dilakukan pasien.

Dengan berorientasi dengan realita klien dapat menyatakan pernyataan sesuai dengan kenyataan

TUK 5 :
Pasien mendapat dukungan keluarga

Setelah 1 kali interaksi keluarga dapat menjelaskan:
1. pengertian waham
2.tanda dan gejala waham
3. cara merawat klien waham

1.Diskusi dengan keluarga tentang gejala waham, cara merawat lingkuangan keluarga, follow up
2. Anjurkan pasien melaksanakan dengan bantuan perawat.

Dukungan dari keluarga dapat membantu pasien merasa aman dan tidak merasa di tolak





DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
       Amino Gondoutomo.
David A. Tomb ; alih bahasa, Martina Wiwie S. Nasrun [et al.] ; editor edisi
       bahasa Indonesia, Tiara Mahatmi N. 2003. Buku Saku Psikiatri Edisi   6.  
       Jakarta:EGC
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
       Yogyakarta : Nuha Medika
Doenges. E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3.
       Jakarta: EGC
Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG.
Stuart G.W. and Sundeen (1995). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5
       th ed). St. Louis Mosby Year Book.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1.
       Bandung : RSJP Bandung
Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Jakarta: Refika Aditama








0 comments:

Post a Comment

Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.