BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Waham
adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006: 147)
Waham
adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan
dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Depkes RI, 2000).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah
dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998)
Waham
merupakan suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan
kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak
berdasarkan logika, namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada
bukti tentang ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan
budaya tidak dianggap sebagai waham. Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai
dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “ aneh” (misal, mata saya adalah
komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat
tidak mungkin, misal, “ FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun
telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering
ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham
disorganisasi dan waham tidak sistematis.
2.2 Klasifikasi
Waham dapat di
klasifikasikan menjadi beberapa macam, menurut Direja (2011) yaitu:
Jenis Waham
|
Pengertian
|
Perilaku
Klien
|
Waham Kebesaran
|
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya
memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain,
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
|
“ Saya ini pejabat di kementrian Semarang!”
“Saya punya perusahaan paling besar lho”.
|
Waham Agama
|
Keyakinan terhadap suatu agama secara
berlebihan, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
|
“ Saya adalah Tuhan yang bisa menguasai dan
mengendalikan semua makhluk”.
|
Waham Curiga
|
Keyakinan seseorang atau sekelompok orang
yang mau merugikan atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan
|
“ Saya tahu mereka mau menghancurkan saya,
karena iri dengan kesuksesan saya”.
|
Waham Somatik
|
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau
sebagian tubuhnya terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
|
“ Saya menderita kanker”. Padahal hasil
pemeriksaan lab tidak ada sel kanker pada tubuhnya.
|
Waham Nihlistik
|
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah
meninggal dunia, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
|
“ Ini saya berada di alam kubur ya, semua
yang ada disini adalah roh-rohnya.
|
2.3 Faktor
Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbulnya waham.
c. Faktor Psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
d. Faktor Biologis
Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic.
e. Faktor Genetik
2.4 Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis
yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptive termasuk gangguan
dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses imformasi dan abnormalisasi
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan.
b. Stres
Lingkungan
Secara biologis menetapakan ambang toleransi terhadap stres yang
berinteraksi denga stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
prilaku.
c. Pemicu Gejala
Terdapat pada respon
neurobiologis yang maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan,
sikap dan prilaku individu seperti gizi buruk, kurang tidur, infeksi, kelebihan
rasa bermusuhan atau lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalan berhubungan
interpersonal, kesepian, kemiskinan, tekanan pekerjaan dan sebagainya.
d. Stressor Sosial-Budaya
Stres dan kecemasan
akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan
orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok.
e. Faktor
Biokimia
Penelitian tentang
pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga berkaitan
dengan orientasi realita
f. Faktor
Psikologi
Intensitas kecemasan
yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
memungkinkan berkurangnya orientasi realiata. Perasaan bersalah dan berdosa,
penghukuman diri, rasa tidak mampu, fantasi yang tak terkendali, serta
dambaan-dambaan atau harapan yang tidak kunjung sampai, merupakan sumber dari
waham
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien
menyatakandirinya sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau
kekayaan luar biasa, klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain
atau sekelompok orang, klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada
dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal
dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit
tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau
menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, gelisah.
1. Status Mental
a.
Pada
pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,kecuali bila
ada sistem waham abnormal yang jelas.
b.
Mood klien
konsisten dengan isi wahamnya.
c.
Pada waham
curiga didapatkannya perilaku pencuriga
d.
Pada waham
kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai
hubungan khusus dengan orang yang terkenal
e.
Adapun sistem
wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan
f. Klien dengan
waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap., kecuali pada klien
dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan
halusinasi dengar.
2. Sensorium dan kognisi
a.
Pada
waham,tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki wham
spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b.
Daya ingat dan
proses kognitif klien dengan intak (utuh)
c.
Klien waham
hampir seluruh memiliki insight (daya tilik diri) yang jelek.
d.
Klien dapat
dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya, keputusan yang
terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai
perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenis waham menurut Keliat (2009):
Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “saya ini pejabat departemen kesehatan lho!” atau, “saya punya tambang emas”.Contoh : “ Saya ini titisan Bung Karno, punya banyak perusahaan, punya rumah di berbagai negara dan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit”.
Waham curiga: Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/menceerai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapitidak sesuai kenyataan. Contoh, “saya tahu seluruh saudara saya ingin menghancurka hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya”. Contoh lain, “ Banyak Polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan hidup saya, suster akan meracuni makanan saya “.
Waham agama: Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setip hari”.
Waham somatic: Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh, “saya sakit kanker”. (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker.). Contoh : “ Sumsum Tulang saya kosong, saya pasti terserang kanker, dalam tubuh saya banyak kotoran,tubuh saya telah membusuk, tubuh saya menghilang”.
Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia/meniggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan keadaan nyata. Misalnya, “Ini kanalam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”. Contoh: “Saya sudah menghilang dari dunia ini ,semua yang ada di sini adalah roh-roh, sebenarnya saya sudah tidak ada di dunia”
Tanda dan gejala lain (Azis R dkk, 2003) :
a.
Klien
mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
b.
Klien tampak
tidak mempunyai orang lain.
c.
Curiga.
d.
Bermusuhan.
e.
Merusak (diri,
orang lain, lingkungan).
f.
Takut, sangat
waspada.
g.
Tidak tepat
menilai lingkungan/ realitas.
h.
Ekspresi wajah
tegang.
i.
Mudah tersinggung.
Adapun tanda dan gejala yang lainnya meliputi :
a.
Gangguan fungsi
kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir
magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara
(tangensial, neologisme, sirkumtansial)
b.
Fungsi persepsi
Depersonalisasi
dan halusinasi
c.
Fungsi emosi
Afek tumpul Ã
kurang respon emosional, afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan,
ambivalen
d.
Fungsi motorik
Imfulsif,
gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik à gerakan yang diulang-ulang,
tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
e.
Fungsi sosial :
kesepian
Isolasi sosial,
menarik diri dan harga diri rendah.
Dalam tatanan
keperawatan jiwa respon neurobiologis yang sering muncul adalah gangguan isi
pikir : waham dan gangguan persepsi sensori : halusinasi.
2.6 Proses Terjadinya Masalah
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase Lack of Human Need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan
klien baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.
Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga
klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan)
serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya.
3. Fase Control Internal External
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia
yakini atau apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan
tidak sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah
suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk
dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,
karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak
berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya
serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri
dari lingkungannya. Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari
interaksi sosial (isolasi sosial).
6. Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan
upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan
meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan
orang lain.
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Harnawati (2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara lain :
1.
Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
1) Farmakologi
Litium
Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi
gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak disahkan oleh “Food
and Drug Administration” (FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania akut litium
masih efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Meski
demikian, efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius. Efek
yang ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam, yakni
tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan
kadar litium.
2)
Indikasi
Mengatasi
episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3
minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk mencegah atau mengurangi
intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
3) Dosis
Untuk
tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4 kali sehari,
sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari interval 12 jam.
Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni
berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet
dari immediate release maka diusahakan agar dosis total harian keduanya tetap
sama.
Control
jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan adalah 0,6-1,2 mEq/L. dosis
bervariasi per individu,tapi biasanya berkisar 900mg-1200mg per hari dalam
dosis berbagi. Monitor dilakukan setiap bulan, pasien yang supersensitive biasanya
memperlihatkan tanda toksik pada kadar serum dibawah 10mEq/L
4) Efek Samping
Insiden
dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium dalam serum. Adapun
efek yang mungkin dijumpai pada awal terapi. Misalnya tremor ringan pada
tangan, poliuria nausea, dan rasa haus. Efek ini mungkin saja menetap selama
pengobatan.
5) Contoh obat
Berbentuk
tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet controlled release.
6) Mekanisme
kerja
Menghambat
pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari reseptor dopamine.
b.
Haloperidol
1) Farmakologi
Haloperidol
merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan
butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
2) Indikasi
Haloperidol
efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering
membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka
pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih
disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan perhatian,
agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
3)
Dosis
Untuk
dewasa dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala
sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala
berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
Untuk
mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang diperlukan dosis
yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali
sehari. Pasien yang tetap menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu
disesuaikan dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan pada
kasus-kasus tertentu untuk mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol
diberikan dengan dosis diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.
Sedangkan
pada pasien anak-anak dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari. Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg). obat mulai diberikan dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar 5-7 hari sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi yaitu 2 atau 3 kali sehari. Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
4) Efek samping
Pada
sistem saraf pusat akan menimbulkan gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif,
distonia tardif, gelisah, cemas, perubahan pengaturan temperature tubuh,
agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo,
kejang.
Pada
kardiovaskular akan menyebabkan timbulnya takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan
EKG (gelombang T abnormal dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia.
Sedangkan pada hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan. Pada
hati dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
Pada kulit memungkinkan timbulnya
makulopapular dan akneiform, dermatitis kontak, hiperpigmentasi alopesia. Pada
endokrin dan metabolic antara lain laktasi, pembesaran payudara, martalgia,
gangguan haid, amenore, gangguan seksual, nyeri payudara, hiponatremia. Pada
saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah. Mata : Penglihatan kabur. Pernapasan : Spasme laring dan bronkus. Saluran
genitourinaria : Retensi urin.
5) Kontraindikasi
Hipersensitifitas
terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit Parkinson, depresi
berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau penyakit hati berat,
koma.
6) Mekanisme kerja
Memblok
reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak. Menekan
pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular Activating System
(RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal. Temperature tubuh, tonus
vasomotor dan emesis.
c. Karbamazepin
1)
Farmakologi
Karbamazepin
terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, serta neuralgia
trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri
pada neuralgia trigeminal.
2) Indikasi
Karbamazepin
diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis :
a) Kejang
parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor, lobus temporalis) pasien
dengan jenis kejang ini menunjukkan perbaikan yang lebih besar dibandingkan
jenis yang lain.
b) Pola kejang
campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial maupun kejang umum yang lain.
Kejang jenis petitmal tampaknya tidak efektif diobati dengan karbamazepin.
c) Neuralgia
trigeminal
Karbamazepin
diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat neuralgia trigeminal murni. Obat
ini bukan merupakan analgesic dan tidak boleh diberikan untuk mengobati
sakit/nyeri.
3) Dosis
a) Dewasa
dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis
awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1 hari suspense (400mg
sehari). Umumnya dosisnya tidak melebihi 1000mg sehari pada anak usia 12-15
tahun dan 1200mg sehari pada diatas 15tahun.
b) Anak
usia 6-12tahun
Dosis
awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari. Untuk
suspense (200mg sehari), umumnya dosis tidak melebihi 1000mg sehari.
c) Neuorologi
trigeminal
Dosis
awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari untuk tablet atau ½ sendok teh
4x1 hari untuk suspense dengan dosis total 200mg x 1 hari. Dosis ini dapat
ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan peningkatan sebesar 100mg tiap 12jam
untuk tablet /50mg (setengah sendok teh) 4x 1 hari untuk suspense, hanya jika
diperlukan untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis 1200mgx 1 hari.
4)
Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system
liemopoetik, kulit dan kardivaskular. Efek samping yang paling sering timbul
yang terutama terjadi pada awal terapi adalah pusing, ngantuk, mual, dan
muntah.
Contoh obat: Tegritol (ciba), Temporal
(orion), Karbamazepin (generic).
5) Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin,
antidepresan trisiklik, atau komponen sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
6)
Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin
mempunyai efek sebagai antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas
otot, antimanik, antidepresif dan antiariunia. Menekan aktifitas senralis
nucleus pada thalamus/menurunkan jumlah stimulasi temporal yang menyebabkan
neural discharge dengan cara membatasi influks ion natrium yang menembus
membran sel atau mekanisme lain yang belum diketahui, menstimulasi pelepasan
ADH untuk mereabsorbsi air, secara kimiawi terkait dengan antidepresan
trisiklik
.
.
2. Pasien Hiperaktif atau Agitasi Anti Psikotik
Low Potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan
menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien. Hal ini berkaitan dengan
penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham. Dimana pedoman penggunaan
antipsikotik adalah:
a.
Tentukan target
symptom
b.
Antipsikosis
yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c. Penggantian
antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan antipsikosis yang lama 4-6
minggu
d.
Hindari
polifarmasi
e.
Dosis
maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah:
a.
Antipsikosis
atipikal (olanzapin, risperidone).
Pilihan
awal Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg, 100mg.
Keuntungan
: angka keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal symptom minimal.
Kerugian
: harganya mahal
b.
Tipikal
(chlorpromazine, haloperidol), chlorpromazine 25-100mg
Keuntungan :
harganya relatif lebih murah, efektif untuk mmenghilangkan gejala positif.
Kerugian :
angka keberhasilan rendah, efek samping pyramidal (gejala mirip Parkinson,
distonia akut, akathisia, tardive dyskinesia, (pada 24% pasien), neuroleptic
malignant syndrome, dan hyperprolactinaemia) kurang efektif untuk menghilangkan
gejala negatif.
3. Penarikan Diri High Potensial
Selama seseorang mengalami waham. Dia
cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik
dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu, salah
satu penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri high potensial. Hal ini
berarti penatalaksanaannya ditekankan pada gejala dari waham itu sendiri, yaitu
gejala penarikan diri yang berkaitan dengan kecanduan morfin biasanya dialami
sesaat sebelum waktu yang dijadwalkan berikutnya, penarikan diri dari
lingkungan sosial.
4. ECT Tipe Katatonik
Electro Convulsive Terapi (ECT) adalah sebuah
prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk memicu kejang singkat. Hal ini
tampaknya menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi gejala
penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi pilihan
jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu meredakan katatonik
episode.
5. Psikoterapi
Walaupun
obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham, namun psikoterapi juga
penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk semua orang, terutama jika
gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses terapi yang memerlukan
komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam psikoterapi adalah terapi perilaku,
terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif.
2.8 Asuhan
Keperawatan
2.8.1
Pengkajian
a. Identifikasi Klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat,
tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
b. Keluhan Utama
Tanyakan pada keluarga atau klien hal yang menyebabkan
klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanyakan pada klien atau keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal.
d. Aspek Fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD,
nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji
fungsi organ kalau ada keluhan.
e. Aspek Psikososial
1.
Konsep Diri.
Citra tubuh : Biasanya pasien dengan waham
miliki perasaan negatif terhadap diri sendiri.
Identitas diri : Pada pasien dengan waham
kebesaran misalnya mengaku seorang polisi padahalkenyataan nya tidak benar.
Peran Klien : berperan sebagai kepala
keluarga dalam keluarganya.
Ideal diri : Klien berharap agar bisa cepat keluar dari RSJ
karena ia bosan sudah lama di RSJ.
Harga diri : Adanya gangguan konsep diri : harga diri rendah
karena perasaan negatif terhadapdiri sendiri,hilangnya rasa percaya diri dan
merasa gagal mencapai tujuan.
2.
Hubungan Sosial
Pasien dengan waham biasanya memiliki hubungan sosial
yang tidak haramonis.
3. Spiritual.
Nilai dan Keyakinan
: Biasanya pada pasien dengan waham agama meyakini agamanya secara berlebihan.
Kegiatan
Ibadah : Biasanya pada pasien
dengan waham agama melakukan ibadah secara berlebihan.
f. Status Mental.
1. Penampilan
Pada pasien waham biasanya penampilan nya sesuai
dengan waham yang ia rasakan.Misalnya pada waham agama berpakaian seperti
seorang ustadz.
2.
Pembicaraan
Pada pasien waham biasanya pembicaraan nya selalu
mengarah ke wahamnya,bicara cepat,jelas tapi berpindah-pindah,isi pembicaraan
tidak sesuai dengankenyataan.
3.
Aktivitas Motorik
Pada waham kebesaran bisa saja terjadi perubahan
aktivitas yang berlebihan.
4.
Alam Perasaan
Pada waham curiga biasanya takut karena merasa
orang-orang akan melukai dan mengancam membunuhnya.Pada waham nihilistik merasa
sedih karena meyakini kalau dirinya sudah meninggal.
5.
Interaksi Selama
Wawancara
Pada pasien
waham biasanya di temukan :
Defensif : selalu berusaha mempertahankan
pendapat dan kebenaran dirinya.
Curiga
: menunjukkan sikap / perasaan tidak percaya pada orang lain.
6.
Isi Pikir
Pada pasien dengan waham Kebesaran biasanya : klien
mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap kemampuannya yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan.
7.
Proses Pikir
Pada pasien waham biasanya pikiran yang tidak
realistis,flight of ideas,pengulangankata-kata.
8.
Tingkat Kesadaran
Biasanya
masih cukup baik.
2.8.2
Analisa Data
NO
|
Data
|
Masalah
|
1.
|
S:
Klien mengungkapkan sesuatu yang tidak
realistis bahwa dia adalah anggota DPR yang baru terpilih pada pemilu
kemarin.
O :
Kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata
yang didengar dan kontak mata kurang
|
Risiko gangguan komunikasi verbal
|
2.
|
S :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
mengenai kebesaran (menjadi anggota DPR) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
O :
Setiap pagi klien selalu berpakaian rapi,
bersepatu kinclong seperti layaknya anggota DPR.
|
Perubahan proses pikir : waham
|
3.
|
S:
Klien mengatakan bahwa dirinya tidak tahu
apa-apa, bodoh dan mengkritik diri sendiri.
O:
Klien tampak lebih suka sendiri, ingim
mencederai diri dan ingin mengakhiri hidup.
|
Gangguan harga diri rendah
|
2.8.3
Pohon Masalah
Proses
terjadinya waham menurut Stuart dan Sundeen dapat dirangum dalam pohon masalah
sebagai berikut:
Resiko tinggi gangguan komunikasi verbal |
Effect:
Gangguan isi pikir: Waham |
Core problem:
Harga diri rendah kronis |
Causa:
Koping individu tidak efektif |
2.8.4
Intervensi
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya
TUK :
1.
Membantu
orientasi realita.
2.
Mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan.
3.
Mempraktekkan
pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Indah, saya perawat yang
dinas pagi ini di Ruang Angkasa. Saya dinas dari jam 07.00–14.00, saya yang
akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa? senangnya dipanggil
apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak R rasakan
sekarang?”
“Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau
15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak?”
KERJA :
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang anggota
DPR, saya sulit mem percayainya karena setahu saya bapak adalah pegawai
kelurahan?”
“Bisakah pak R ceritakan kepada saya apa yang pak R rasakan saat
ini?”
“Oooo, jadi pak R merasa kecewa karena keluarga bapak tidak
menyetujui keputusan bapak untuk menjadi anggota DPR?”
“Menurut bapak kenapa keluarga pak R membawa anda kemari?”
“Oh begitu ya pak, lalu bagaimana sikap bapak terhadap keputusan
dari keluarga bapak?”
“dalam waktu dekat ini apa kegiatan yang ingin bapak lakukan?
TERMINASI :
“Bagimana perasaan pak R setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau pak R coba membuat jadwal kegiatan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan
lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang hal-hal yang senang pak R
lakukan?”
“Bapak mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja pak R?”
SP 2 Pasien : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu
mempraktekannya.
TUK:
1.
Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2.
Berdiskusi
tentang kemampuan yang dimiliki
3.
Melatih
kemampuan yang dimiliki
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ingat apa saja kegiatan yang sering
pak R lakukan?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan kegemaran pak R tersebut
sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R
tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?”
KERJA :
“Apa saja kegiatan yang pak R senangi? Saya catat ya pak, terus apa
lagi?”
“Wah, rupanya pak R suka menjadi pemimpin dalam berbagai kegiatan
di masyarakat.”
“Bisa pak R ceritakan kepada saya kapan pertama kali bapak
memimpin sebuah kegiatan?”
“Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman bapak memimpin acara
tersebut?”
“Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita ikut kegiatan senam
rutin di tempat ini?”
“Apa pak R mau unutk memimpin kegiatan senam ini?”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang tentang
kegemaran pak R?”
“Bagaimana kalau
bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaimana kalau besok sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di
taman saja, setuju pak?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus pak R minum,
setuju?”
SP 3 P : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
TUK
1.
Mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien
2.
Memberikan
pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3.
Menganjurkan
pasien memasukkan waktu minum obat ke dalam jadwal kegiatan harian
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak R.”
“Bagaimana pak setelah memimpin senam tadi pagi? Bagus sekali.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang
obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama pak R mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20
atau 30 menit saja?”
KERJA:
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang
diminum?”
“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya
juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut pak R terasa kering, untuk
membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini pak R mengecek dulu label dikotak obat
apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar
harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R
tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter.”
TERMINASI :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat
yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum
obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!”
“Pak besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang
telah dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya pak.”
STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI PADA
KELUARGA PASIEN DENGAN WAHAM
SP 1 KP : Membina hubungan saling percaya dengan keluarga
TUK
1.
Mengidentifikasi
masalah
2.
Menjelaskan
proses terjadinya masalah
3.
Menjelaskan
obat pasien.
ORIENTASI :
“Assalamualaikum pak, pekenalkan nama saya Indah, saya perawat
yang dinas di ruang Angkasa ini. Saya yang merawat Pak R selama ini. Kalau bisa
saya tahu nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang masalah pak R
cara merawat pak R dirumah.”
“Dimana ibu mau berbicara dengan saya? Bagaimana diruang
wawancara?”
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 20 menit saja?”
KERJA :
“Bu J, apa masalah yang bapak rasakan dalam merawat pak R? apa
yang sudah pak R lakukan dirumah? Dalam menghadapi sikap pak R yang selalu
mengaku-ngaku sebagi seorang anggota DPR tetapi nyatanya bukan, hanya merupakan
salah satu gangguan proses berpikir. Untuk itu akan saya jelaskan sikap dan
cara menghadapinya. Setiap kali pak R berkata bahwa ia seorang anggota DPR, pak
R dan ibu bersikap dengan mengatakan;
Pertama: Ibu J mengerti bahwa pak R merasa seorang anggota DPR,
tapi sulit bagi ibu untuk mempercayainya karena setahu kita Pak R tidak
terpilih dalam pemilu.
Kedua: Ibu J harus lebih sering memuji Pak R jika ia melakukan
hal-hal yang baik”
Ketiga: hal-hal ini sebaiknya dilakukan oleh seluruh keluarga yan
berinteraksi dengan pak R. Ibu dan anak dapat bercakap-cakap dengan Pak R
tentang kebutuhan yang diinginkan oleh pak R, misalnya; ibu percaya kalau pak R
punya kemampuan dan keinginan. Coba ceritakan kepada kami, R kan punya
kemampuan”
Keempat: Ibu mengatakan kepada pak R, Bagaimana kalau kemampuan
untuk memimpin dengan baik bisa dipraktekan dengan memimpin shalat” dan
kemudian setelah dia melakukannya ibu harus memberikan pujian.
Ibu jangan lupa, pak R ini perlu minum obat agar pikirannya jadi
tenang.”
“Obatnya ada tiga macam bu, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini
diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam, jangn
dihentikan sebelum berkonsultasi dengan dokter karena dapat menyebabkan Pak R
bisa kambuh kembali. Pak R sudah punya jadwal minum obat. Jika dia minta obat
sesuai jamnya, segera berikan pujian!”
TERMINASI :
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dengan saya
tentang cara merawat pak R dirumah nanti?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah saya jelaskan tadi
setiap kali berkunjung kerumah sakit.”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali kesini
dan kita akan mencoba melakukan langsung cara merawat pak R sesuai dengan pembicaraan
kita tadi.”
“Baik kalau begitu pertemuan kita kali ini kita akhiri dulu, saya
tunggu kedatangan ibu lagi kita ketemu ditempat ini ya,bu.”
SP 2 KP : Melatih kelurga cara merawat pasien.
TUK:
1.
Melatih
keluarga mempraktikkan cara merawat pasien waham
2.
Melatih
keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien waham
ORIENTASI:
“Assalamualaikum bu, sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu
kita sekarang ketemu lagi. Bagaimana bu, ada pertanyaan tentang cara merawat
pasien seperti yang telah kita bicarakan dua hari yang lalu?, sekarang kita
akan latihan cara-cara merawat pasien tersebut ya bu.”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung
pada Pak R ya?”
KERJA:
“Sekarang anggap saja saya pak R yang sedang mengaku anggota DPR, coba
ibu praktikkan cara bicara yang benar bila pak R sedang dalam keadaan seperti
ini!”
“Bagus,betul begitu caranya, sekarang coba praktikkan cara
memberikan pujian atas kemampuan yang dimiliki oleh pak R. bagus !”
“Sekarang coba cara memotivasi pak R minum obat dan melakukan
kegitan positifnya sesuai jadwalnya!” Bagus sekali ternyata ibu sudah mengerti
cara merawata Pak R.”
“Bagaimana kalau sekarang kita coba langsung kepada pak R.”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berlatih cara merawat pak R?”
“Setelah ini coba ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap
kali ibu membesuk pak R!”
“Baiklah, bagaimana kalau dua hari lagi ibu datang kembali ke sini
dan kita akan mencoba lagi cara merawat pak R sampai ibu lancar melakukannya?”
“Jam berapa ibu bisa kemari?” Baik, kita akan ketemu lagi di
tempat ini ya,bu.”
SP 3 KP : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
TUK
1.
Membantu
keluarga membuat jadwal aktivitas termasuk minum obat
2.
Menjelaskan
follow up pasien
ORIENTASI:
“Assalamualaikum bu, karena pada hari ini pak R sudah boleh
pulang, maka kita bicarakan jadwal pak R selama dirmah.”
“Bagaimana bu, selama ibu besuk apakah sudah terus dilatih cara
merawat pak R?”
“Nah, sekarang bagaimana kalau kita bicarakan jadwal di rumah?
Mari ibu ikut saya”
“Berapa lama ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Bagaimana
kalau 30 menit saja? Sebelum ibu menyelesaikan administrasinya”
KERJA:
“Bu, ini jadwal pak R selama di rumah sakit. Coba perhatikan!
Apakah kira-kira dapat dilaksanakan semuanya di rumah? Jangan lupa
perhatikanpak R agar ia tetap melaksanakannya dirumah dan jangan lupa member
tanda M (mandiri), B (bantuan), atau T (tidak mau melaksanakannya).”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilku yang
ditampilkan oleh pak R selama dirumah. Misalnya pak R mengaku sebagai seorang
anggota DPR terus menerus dan tidak memeperlihatkan perbaikan, menolak minum
obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera hubungi petugas rumah sakit, agar petugas rumah sakit dapat
memantaunya.”
TERMINASI:
“Apa yang ingin ibu tanyakan? Bagaimana perasaan ibu? Sudah siap
untuk melanjutkan dirumah?”
“Ini jadwal kegiatan hariannya. Ini rujukan untuk bisa control
lagi. Kalau ada apa-apa bapa dan ibu segera menghubungi kami. Mungkin hanya ini
yang bisa saya sampaikan mohon maaf bila ada kata-kata saya yang menyinggung
perasaan ibu mohon dimaafkan. Terimakasih atas kerjasamanya bu.”
“Silahkan ibu untuk dapat menyelesaikan administrasinya ke kantor
depan!”
BAB III
KASUS dan PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Tn. R adalah orang
yang terpandang di desanya dan beliau berambisi untuk menjadi anggota DPR.
Keluarga Tn.R tidak mendukungnya untuk menjadi anggota DPR dengan alasan biaya
yang dikeluarkan terlalu besar dan belum tentu berhasil, tetapi Tn.R tetap
bersihkeras untuk mencalonkan diri dan yakin akan menang. Tn.R sangat bekerja
keras untuk meyakinkan warga agar semua memilihnya.
Tiba saatnya
pemilihan, ternyata hasil perolehan suara Tn.R lebih sedikit dibandingkan
dengan saingannya, yaitu Ny.W. Tn.R merasa sangat kecewa dan keluarga Tn.R
menyalahkannya, karena tidak mau mendengarkan pendapat dari keluarganya.
Setelah kejadian
tersebut Tn.R menjadi murung dan selalu mengunci diri di kamar, tidak mau makan
dan mandi. Lama kelamaan Tn.R selalu mengatakan bahwa dirinya adalah seorang
pejabat penting. Setiap pagi selalu berpakaian rapi,
bersepatu kinclong seperti anggota DPR. Karena keluarga merasa khawatir dengan
perilaku Tn. R dan malu dengan
tetangga, maka keluarga membawa Tn.R ke rumah sakit jiwa.
3.2 Pembahasan
3.2.1
Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. R
Umur : 30 Tahun
Alamat :
Pasuruan
Pekerjaan : Pegawai Kelurahan
Jenis kelamin : Laki-laki
No. RM : 066839xxxx
Tanggal dirawat : 12-05-2014
Tanggal
pengkajian : 13-05-2014
2. Alasan Masuk
Rumah Sakit
a.
Berdasarkan
pengkajian (menurut klien):
Klien
mengatakan bahwa ia bertengkar dengan keluarganya
b.
Menurut status:
Murung, diam,
terkadang marah-marah
3. Riwayat
Penyakit Sekarang dan Faktor Prisipitasi
Sejak 1 minggu
yang lalu klien murung dan mengunci diri di kamar. 3 hari terakhir klien mulai
marah-marah dan berteriak-teriak di dalam kamar
4. Faktor
Predisposisi
a.
Riwayat
Penyakit Lalu
Pada tahun ini
klien mencoba mencalonkan diri sebagai anggota DPR. Namun ternyata hasil dari
pemilu tidak memuaskan klien, Tn.R gagal menjadi anggota DPR. Hal ini membuat
klien menjadi rendah diri dan cenderung murung. Sehari-hari klien menghabiskan
waktu dengan berdiam diri di kamar. Beberapa hari terakhir klien
berteriak-teriak di dalam kamar, dan klien mengatakan bahwa ia adalah seorang
pejabat penting dalam pemerintahan.
b.
Pengobatan Sebelumya
Klien belum
mendapatkan pengobatan karena keluarga merasa takut mendekati ketika klien marah-marah
c.
Riwayat Trauma
Klien gagal
menjadi anggota DPR dan menghabiskan banyak biaya
d.
Pengalaman Masa
Lalu yang Tidak Menyenangkan:
Tidak ada
e.
Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada
keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa
5. Status Mental
a.
Penampilan: Pasien
tampak rapi, bersih,memakai pakaian dengan sopan.
b.
Kesadaran:
c.
Kesadaran klien
berubah secara:
1.
Limitasi: Pasien
tidak bisa membedakan kenyataan dibuktikan dengan pasien menyatakan dirinya
merupakan salah satu pejabat penting dalam pemerintahan
2.
Relasi: Pasien
mengatakan tidak pernah berkumpul dengan
teman yang lain karena waktunya dihabiskan dengan mengurung diri di kamar.
d.
Disorientasi
1.
Waktu: Klien
mengatakan masih bisa mengenali waktu
2.
Tempat: Klien
mengatakan sekarang berada di RSJ, tempat orang gila katanya
3.
Orang: Klien
mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya adalah teman kerjanya di gedung DPR
e.
Pembicaraan
Pasien bicara
cepat, nada bicara cepat, pasien sering mengulang pembicaraan, mengatakan
tentang kehebatan dirinya, pembicaraan awal terarah sesuai pertanyaan, lama
kelamaan nglantur klien menyombongkan jabatannya.
f.
Aktivitas
Motorik/Psikomotor
Klien tampak
lebih sering tidur dan jarang beraktivitas dengan teman atau orang lain,karena
tidak punya waktu untuk berkenalan.
g.
Afek dan Emosi
Emosi klien
sering berubah-ubah kadang wajar kadang menyendiri (diam), kadang marah-marah.
h.
Persepsi –
sensori
1.
Tidak ada
halusinasi
2.
Tidak ada ilusi
3.
Tidak ada
depersonalisai
4.
Tidak ada
realisasi
5.
Tidak ada
gangguan somatosensorik
i.
Proses Pikir
1.
Arus Pikir
Pembicaraan
klien berulang-ulang (perseverasi), klien mengatakan secara berulang-ulang
bahwa dirinya adalah seorang pejabat penting.
2.
Isi Pikir
Klien
mengatakan bahwa setiap hari ia disibukkan dengan berbagai urusan pemerintahan
3.
Bentuk Pikir
Bentuk pikir
klien non realistis, pembicaraan klien tidak sesuai dengan kenyataan
j.
Interaksi
Selama Wawancara
Klien
kooperatif, mau bercakap-cakap, mau tersenyum, pembicaraan klien selalu
mempertahankan pendapatnya,kalau dirinya orang hebat
k.
Memori
1.
Jangka Panjang:
Klien mampu mengingat keluarganya
2.
Jangka Menengah:
Klien mampu mengingat 1 bulan yang lalu masih dirumah dan bekerja di kelurahan
3.
Jangka Pendek:
Klien mampu mengingat hari ini bangun pagi, mandi dan sarapan.
l.
Tingkat
Konsentasi dan Berhitung
Saat ditanya
“jika bapak belanja habis 5000,untuk beli tempe dan uang ibu 10.000 maka
kembalinya berapa? “klien menjawab
Rp.5000
m.
Kemampuan Penilaian
Klien mampu
menilai dengan baik
n.
Daya Tilik Diri
Mengingkari
penyakit yang diderita: Klien mengatakan dia tidak sakit jiwa tetapi
orang-orang menganggap dia gila
6. Pemeriksaan
Fisik
a.
Keadaan Umum: Cukup
b.
Tanda-tanda
Vital:
TD : 120/70mmHg
N : 90x/menit
S : 36,5c
RR : 20x/menit
c.
Antropometri :
TB: 171 cm, BB: 65 kg
d.
Tidak ada
keluhan fisik: Klien mengatakan tidak merasakan sakit apapun
e.
Pemeriksaan Fisik:
f.
Kepala
Inspeksi:
bersih, rambut pendek warna hitam
Palpasi: tidak
ada nyeri tekan
g.
Mata
Inspeksi: Konjungtiva
merah muda, sklera putih, penglihatan normal, tidak kabur, tidak ada peradangan
Palpasi: tidak
ada nyeri tekan
h.
Hidung
Inspeksi:
bentuk simetris, penciuman normal, tidak ada peradangan, tidak ada polip
(bersih)
Palpasi : tidak
terasa krepitasi, tidak ada nyeri tekan
i.
Mulut
Inspeksi : bersih, tidak ada karies gigi, mukosa bibir
lembab, tidak ada luka, tidak ada pembesaran tonsil
j.
Telinga
Inspeksi:
simetris, bersih, pendengaran tidak terganggu
Palpasi: tidak
ada nyeri tekan
k.
Leher
Inspeksi: tidak
ada luka, JVP tidak ada, tidak kaku
kuduk
Palpasi: tidak
ada nyeri tekan
l.
Dada
Inspeksi:
normal chest, tidak ada retraksi intercosta
Auskultasi:
normal
m.
Abdomen
Inspeksi:
bentuk buncit, tidak terdapat lesi
Auskultasi :
bising usus 10 x / menit
Palpasi : tidak
terdapat nyeri tekan
Perkusi :
timpani
n.
Genetalia:
Bersih
Tidak ada
hemoroid
Tidak ada
gangguan pola eliminasi
o.
Ekstrimitas
Kekuatan otot:
5 5 5 5
Rentang gerak
maksimal
Tidak ada luka
p.
Integumen
Kulit bersih
Lembab
Tidak ada lesi
7. Pengkajian
Psikososial
a.
Genogram
Keterangan:
= Laki- laki = Meninggal
= Perempuan =
Klien
= Tinggal serumah
b.
Konsep Diri
1.
Citra Tubuh
Klien
mengatakan sangat menyukai semua bagian dari tubuhnya karena ini adalah
pemberian Allah kepadanya.
2.
Identitas Diri
Klien
mengatakan sebelum dirawat dia adalah seorang bapak yang baik, selain itu dia
juga seorang pegawai di kelurahan
3.
Peran
Di rumah klien
mengatakan dia adalah seorang bapak yang baik, ia juga sebagai pegawai di kelurahan.
4.
Ideal Diri
Klien
mengatakan bahwa harapannya ia bisa menjadi pemimpin buat rakyat.
5.
Harga Diri
Klien
mengatakan dirinya sangat dihormati oleh masyarakat karena dia adalah seorang
pejabat penting di gedung DPR, tetapi sekarang ia harus tinggal di RSJ, kumpul
dengan orang sakit jiwa, klien mengatakan malu.
c.
Hubungan Sosial
1.
Orang yang
berarti atau terdekat
Klien
mengatakan orang yang terdekat dengannya adalah istrinya jika ada
masalah ceritanya langsung ke istrinya
2.
Peran serta
kegiatan kelompok
Klien
mengatakan sebelum disini dia mengikuti rapat di gedung DPR
3.
Hambatan dan
hubungan dengan orang lain
Klien
mengatakan saat ini waktunya kurang, malah tidak ada waktu untuk berkomunikasi
dengan teman karena waktunya lebih
banyak untuk rapat dengan anggota DPR lainnya
d.
Spritual
1.
Nilai dan Keyakinan
Klien
mengatakan beragama islam dan harus mendekatkan diri pada Tuhan karena Allah
yang memberikan segalanya, dan klien mengatakan takut pada Tuhan
2.
Kegiatan Ibadah
Klien
mengatakan saat dirumah waktunya beribadah pada Allah lebih banyak dan rajin beribadah, tetapi saat disini jarang
karena belum beradaptasi dengan lingkungan, saat ini klien sering menyendiri
dan diam
8. Kebutuhan
Persiapan Pulang
a.
Makan
Klien makan
sendiri dengan bimbingan perawat, makan 3x1 hari, 1 porsi tidak dihabiskan
b.
BAK /BAK
Klien dapat
BAB/BAK secara mandiri
c.
Mandi
Klien mandi tidak
harus dimotivasi perawat terlebih dahulu
d.
Berpakaian atau
berhias
Klien dapat
berpakaian atau berhias sendiri, menggunakan pakaian yang sesuai seragam pada hari
itu dan ganti baju 1 x sehari
e.
Istirahat dan
tidur
1.
Tidur siang
13.00 – 15.30
2.
Tidur malam
18.00 – 05.00
3.
Aktivitas
sebelum tidur: duduk – duduk, nonton tv
4.
Klien tidak
mengalami gangguan tidur
f.
Penggunaan Obat
Klien mengatakan
tidak mengonsumsi obat
g.
Pemeliharaan
kesehatan
Perawatan
lanjutan : Sistem pendukung
h.
Aktivitas dalam
rumah
Klien
mengatakan sering didalam kamar dengan mengurung diri
i.
Aktivitas
diluar rumah
Klien jarang
keluar rumah
9. Mekanisme
Koping
Mekanisme
koping tidak efektif karena ia mengganggap dirinya orang lain
10. Masalah
Psikososial dan Lingkungan
Klien
mengatakan tidak ada waktu bergaul dengan yang lain, karena pasien lebih senang
mengurung diri di dalam kamar
11. Pengetahuan
Kurang
Klien
mengatakan orang gila itu ya orang yang mengalami penyakit gangguan jiwa, saya
tidak sakit jiwa tapi dibawa kesini.
12.
Aspek Medis
a.
Diagnosa medis:
F.25.0 (skizoafektif)
b.
Terapi Medik:
Haloperidol 5
mg 1-0-1
Clopramazine
100 mg 0-1-1
Defakene 2 x 1
sdm
B.komplek 1-0-1
13. Analisa Data
Nama : Tn. R
Usia : 30 tahun
No RM : 066839xxxx
No.
|
Data
|
Masalah
|
1.
|
DS :
Klien
mengatakan waktunya tidak ada untuk berkomunikasi dengan teman karena lebih
banyak sibuk dengan urusannya sendiri.
DO :
Klien lebih
sering menyendiri.
Aktivitas
klien menurun.
Klien kurang
berkomunikasi dengan orang lain.
|
Resiko
gangguan komunikasi verbal
|
2.
|
DS :
Klien
mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pejabat DPR.
Klien
mengatakan tidak ada yang bisa mengalahkan dirinya karena dia memiliki
kedudukan yang tinggi di gedung DPR.
DO :
Klien terus
membicarakan kehebatannya.
Setiap pagi
klien selalu berpakaian rapi dan bersepatu kinclong seperti pejabat.
|
Gangguan
proses pikir : waham
|
3.
|
DS :
Klien
mengatakan bahwa klien merasa kecewa dengan sikap keluarganya yang sepertinya
tidak bahagia padahal dia telah terpilih menjadi anggota DPR.
DO :
Klien lebih
sering menyendiri.
Klien tidak
mau bergaul dengan orang lain.
|
Harga
diri rendah
|
3.2.2 Pohon Masalah
Resti gangguan komunikasi verbal |
Effect:
Gangguan proses pikir: Waham |
Core problem:
Harga diri rendah |
Causa:
Koping individu tidak efektif |
3.2.3
Diagnosa Keperawatan
1.
Resti gangguan
komunikasi verbal berhubungan
dengan waham kebesaran.
2.
Gangguan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
3.
Harga diri
rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.
3.2.4
Intervensi Keperawatan
Masalah
prioritas: Perubahan
proses pikir : waham kebesaran
TUJUAN
|
KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
TUM:
Secara bertahap pasien mampu berhubungan
dengan realitas
TUK 1:
Pasien dapat membina hubungan saling
percaya
|
Setelah 1 kali interaksi klien menunjukkan
tanda-tanda percaya kepada perawat:
1. Mau menerima
kehadiran perawat disampingnnya
2.Mengatakan mau menerima bantuan perawat.
3.Tidak menunjukan tanda-tanda curiga
4.Mengizinkan duduk di samping.
|
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
3. Jangan membantah dan mendukung waham klien
4. Observasi apakah waham klien menganggu aktivitas sehari- hari
dan perawatan diri.
|
Dengan membina hubungan saling percaya
pasien akan merasa aman dan bersedia berinteraksi dengan perawat
|
TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan
yang di miliki.
|
Setelah 1 kali interaksi klien menunjukan:
Klien menceritakan ide-ide dan perasaan yang
muncul secara berulang dalam pikirannya.
|
1. Diskusikan dengan pasien kemampuan yang dimiliki pada waktu
lalu dan saat ini yang realistis.
2. Tanyakan apa yang bisa dilakukan dan anjurkan untuk
melakukanya.
3. Jika pasien selalu berbicara tentang waham nya dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada
|
Untuk meningkatkan Harga diri pasien
terhadap dirinya sendiri dan realita
|
TUK 3 :
Pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak dapat terpenuhi.
|
Setelah 2 kali interaksi klien:
1. Dapat menyebutkan kejadian-kejadian sesuai dengan urutan waktu serta kebutuhan dasar yang
tidak terpenuhi
2.Dapat menyebutkan hubungan antara kejadian traumatis atau
kebutuhan tidak terpenuhi dengan wahamnya.
|
1. Observasi kebutuhan pasien sehari-hari.
2. Dikusikan kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi selama di
rumah maupun di rumah sakit.
3. Hubungan kebutuhan yang tidak terpenuhi dengan timbulnya
waham.
4.Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan pasien,
memerlukan waktu dan tenaga.
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu dengan
wahamnya.
|
Untuk memenuhi kebutuhan pasien yang belum
terpenuhi
|
TUK 4 :
Pasien berhubungan dengan realitas
|
Setelah dilakukan 2 kali interaksi klien
dapat menyebutkan perbedaan pengalaman nyata dengan pengalaman wahamnya.
|
1. Berbicara dengan pasien dalam konteks realitas (realitas
diri, orang lain waktu dan tempat).
2.Sertakan pasien dalam TAK orientasi realita.
3.Beri pujian pada setiap kegiatan positif yang dilakukan
pasien.
|
Dengan berorientasi dengan realita klien
dapat menyatakan pernyataan sesuai dengan kenyataan
|
TUK 5 :
Pasien mendapat dukungan keluarga
|
Setelah 1 kali interaksi keluarga dapat
menjelaskan:
1. pengertian waham
2.tanda dan gejala waham
3. cara merawat klien waham
|
1.Diskusi dengan keluarga tentang gejala waham, cara merawat
lingkuangan keluarga, follow up
2. Anjurkan pasien melaksanakan dengan bantuan perawat.
|
Dukungan dari keluarga dapat membantu
pasien merasa aman dan tidak merasa di tolak
|
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino
Gondoutomo.
David A. Tomb ; alih bahasa, Martina
Wiwie S. Nasrun [et al.] ; editor edisi
bahasa
Indonesia, Tiara Mahatmi N. 2003. Buku
Saku Psikiatri Edisi 6.
Jakarta:EGC
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta
: Nuha Medika
Doenges. E Marilynn, dkk. 2006. Rencana Usaha Keperawatan Psikiatri, edisi 3.
Jakarta:
EGC
Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan
Perilaku
Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan
Jiwa. Jakarta : ECG.
Stuart G.W.
and Sundeen (1995). Principles and
Practice of Psykiatric Nursing (5
th ed). St. Louis
Mosby Year Book.
Tim
Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa, Edisi 1.
Bandung : RSJP
Bandung
Yosep, I.
(2009). Keperawatan Jiwa Edisi Revisi.
Jakarta: Refika Aditama
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.