Asuhan Keperawatan pada Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008)...

Materi Intepretasi EKG Normal

Elektrokardiografi adalah ilmu yg mempelajari aktivitas listrik jantung sedangkan Elektrokardigram ( EKG ) adalah suatu grafik yg menggambarkan rekaman listrik jantung...

Liburan Murah Bersama Alam di Hutan Pinus Pandaan

Pasuruan merupakan salah satu kabupaten yang memiliki puluhan destinasi wisata yang menarik. Banyak para pelancong yang akhirnya melabuhkan hatinya di Pasuruan...

Mahasiswa FKp Satu-Satunya Delegasi Keperawatan pada Kompetisi Riset Dunia

Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengirimkan satu tim delegasi untuk mengikuti Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting-14 (HISAS-14) di Hokkaido...

Kisah Inspiratif Dua Pedagang Keren

assalamualaikum wr.wb para pembaca yang budiman. Sudah lama ane gak posting-posting lagi. Hari ini izinkan ane berbagi pengalaman kepada pembaca semua...

Apa yang Membuat Saya Rindu Kampung Halaman?

Pembaca yang budiman, mungkin di antara kita banyak yang sedang atau pernah menyandang status sebagai perantau kota besar. Entah karena studi...

السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Wednesday, 29 May 2019

Hipertensi Sekunder dan Tatalaksananya

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


  1. Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung dan/atau kenaikan pertahanan perifer (Soemantri dan Nugroho, 2006). Menurut The Joint National Commite of Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of The Blood Pressure  (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang adalah 120 mmHg/80 mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan dirata-rata.

  1. Epidemiologi
Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum terjadi. Data dari National Health and Nutrition Examination (NHANES) menunjukkan bahwa 50 juta atau bahkan lebih penduduk Amerika mengalami tekanan darah tinggi. Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mungkin mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003 dan Chobanian et.al, 2004).

Di Indonesia, belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3%. Sedangkan dari survei faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 12,1% dan pada wanita angka prevalensinya 12,2% pada tahun 2000. Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20%.

Faktor resiko hipertensi, beberapa di antaranya dapat dikendalikan atau dikontrol dan tidak dapat dikontrol.
  1. Faktor genetik (tidak dapat dimodifikasi) :
    1. Usia
Hipertensi umumnya berkembang antara 35 – 55 tahun. Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Yang man penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapau paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun keatas.

  1. Jenis Kelamin
Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada perempuan  masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi daripada laki-laki penyebabnya sebelum menopause, wanita relatife terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormone estrogen yang dimana kadar estrogen menurun setelah menopause.

  1. Ras
Dalam hal ini Ras dapat menyebabkan penyakit hipertensi dilihat dari tempat tinggal. Tempat yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus hipertensi adalah merupakan wilayah yang berdominan dipesisir dari pada dipegunungan. Yang dimana penduduk yang berdomisili didaerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi atau berlebihan dibanding daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

  1. Keturunan
beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi adalah diturunkan secara genetis.

  1. Faktor lingkungan  (dapat dimodifikasi)
  1. Diet, makanan dengan kadar garam tinggi dapat meningkatkan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia.
  2. Obesitas/kegemukan, tekanan darah meningkat seiring dengan peningkatan berat badan.
  3. Merokok, dapat meningkatkan tekanan darah dan cenderung terkena penyakit jantung koroner.
  4. Kondisi penyakit lain, seperti diabetes melitus tipe 2 cenderung meningkatkan resiko peningkatan tekanan darah 2 kali lipat.

  1. Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan nilai tekanan darahnya, pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk resiko penyakit kardiovaskular. Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu prehipertensi. Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum alkohol (Chobanian et.al, 2004).

Klasifkasi
Tekanan
Sistol
Diastol
Normal
<120 mmHg
<80 mmHg
Prehipertensi
120-139 mmHg
80-89 mmHg
Hipertensi :


Stadium 1
140-159 mmHg
90-99 mmHg
Stadium 2
>160 mmHg
>100 mmHg
Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC

  1. Etiologi Hipertensi
  2. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya (Shankie, 2001). Paling sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer (Saseen dan Carter, 2005).

  1. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya (Shankie, 2001). Terdapat 10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder (Saseen dan Carter, 2005).Umumnya penyebab Hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan pengobatan kuratif, sehingga penderita dapat terhindar dari pengobatan seumur hidup yang seringkali tidak nyaman dan membutuhkan biaya yang mahal (Kumar dan Clark, 2004).

Penderita hipertensi sekunder ini mencapai 5-10 % dan penyebab umumnya adalah penyakit ginjal. Penyebab lainnya sekitar 1-2 % disebabkan oleh kelainan hormonnal atau penggunaan obat tertentu (seperti pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang terjadi adalah feokromositoma yakni adanya tumor pada kelenjar adrenalin yang memproduksi hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (non adrenalin).
  1. Penyakit Parenkim Ginjal
Penyakit ginjal parenkim adalah penyebab paling umum dari hipertensi sekunder, atau sebesar 2,5% menjadi 5,0% dari semua kasus. Hipertensi berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal terjadi sebagai komplikasi dari berbagai glomerulus dan penyakit ginjal interstisial dan dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal jika tidak dikontrol.hipertensi parenkim ginjal yang paling mungkin merupakan interaksi gabungan mekanisme independent beberapa factor potensial termasuk penanganan natrium terganggu yang menyebabkan ekspansi volume, gangguan system rennin-angiotensin, perubahan dala senyawa vasodepresor endogen, dan aktivitas yang dapat meningkatkan vasoaktif.

  1. Penyakit Renovaskular
Pada hipertensi renovaskular terjadi penurunan perfusi ginjal akibat adanya proses inflamasi atau fibrosis pada pembuluh darah-pembuluh darah kecil intrarenal. Bila hipertensi renovaskular ini berlangsung lama dan menjadi bagian dari suatu sindrom hipertensi maka sifat reversibilitasnya akan hilang, karena mungkin akibat hipertensi ini telah terjadi kerusakan pada ginjal dan pembuluh darah nonrenal. Tidak semua stenosis pada pembuluh darah ginjal akan menyebabkan hipertensi renovaskular. Hipertensi yang terjadi biasanya diawali oleh adanya hipoperfusi ginjal akibat stenosis pembuluh darah ginjal, yang mungkin masih reversibel atau tidak.

  1. Adrenal
Berbagai kelainan korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi. Dalam aldosteronisme ada hubungan yang jelas antara retensi natrium aldosteron diinduksi dan hipertensi lain yang terkait adalah sindrom kelebihan mineralokortikoid yang jelas yang merupakan resesif autosomal gangguan yang hasil dari mutasi pada gen yang mengkode dehidrogenase 11β-hidroksisteroid, enzim yang biasanya inactivates beredar kortisol ke kurang aktif metabolit kortison. Pada konsentrasi tinggi kortisol dapat bereaksi silang dan mengaktifkan mineralokortikoid reseptor, menyebabkan aldosteron -seperti efek dalam ginjal , menyebabkan hipertensi. Efek ini juga dapat diproduksi oleh konsumsi berkepanjangan akar manis (yang dapat menjadi kekuatan ampuh dalam permen akar manis), dengan menyebabkan penghambatan dehidrogenase 11β-hidroksisteroid enzim dan juga menyebabkan sekunder mineralokortikoid jelas kelebihan sindrom. Namun gangguan lain terkait penyebab hipertensi adalah aldosteronisme glukokortikoid diperbaiki, yang merupakan dominan autosomal gangguan di mana peningkatan aldosteron yang diproduksi oleh sekresi ACTH tidak lagi sementara, menyebabkan dari hiperaldosteronisme primer, dimana gen akan bermutasi menghasilkan aldosteron sintase yang ACTH –sensitif.

Penyebab lain terkait adrenal adalah sindrom Cushing, gangguan yang disebabkan oleh tingginya tingkat kortisol . Kortisol adalah hormon yang disekresi oleh korteks dari kelenjar adrenal. Sindrom Cushing dapat disebabkan dengan mengambil glukokortikoid obat, atau tumor yang menghasilkan kortisol atau hormon adrenokortikotropik (ACTH). Lebih dari 80% pasien dengan sindrom Cushing mengembangkan hipertensi., yang disertai dengan gejalan yang berbeda dari sindrom, seperti obesitas sentral, lipodistrofi, moon face, keringat, hirsutisme, dan kecemasan..

  1. Penggunaan Obat-obat tertentu
Obat-obat tertentu, termasuk NSAID (Motrin / Ibuprofen ) dan steroid dapat menyebabkan hipertensi. Jika diberikan dalam jumlah lebih besar dari jumlah fisiologi, steroid sepertikortison dan hidrokortison yang mempunyai efek mineralokortikoid selain efek glukokortikoid, dapat menyebabkan retensi natrium dan cairan serta hilangnya kalium. Pada penderita dengan fungsi kardiovaskular dan ginjal normal, hal ini dapat menimbulkan alkalosis hipokloremik hipokalemik, dan akhirnya peningkatan tekanan darah. Pada penderita hiponatremia, penyakit ginjal, atau penyakit hati, dapat terjadi edema. Pada penderita penyakit jantung, tingkat retensi natrium yang sedikit saja dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.

Obat lainnya termasuk extrogens (seperti yang ditemukan dalam kontrasepsi oral dengan aktivitas estrogenik tinggi), tertentu antidepresan (seperti venlafaxine), buspirone, carbamazepine, bromokriptin, clozapine , dan siklosporin. Tekanan darah tinggi yang dikaitkan dengan tiba-tiba penarikan berbagai antihipertensi obat disebut hipertensi rebound. Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan tekanan darah lebih besar daripada ketika obat dimulai. Tergantung pada beratnya peningkatan tekanan darah, hipertensi rebound yang dapat mengakibatkan hipertensi darurat. Hipertensi Rebound dihindari dengan secara bertahap mengurangi dosis (juga dikenal sebagai "dosis tapering"), sehingga memberikan tubuh cukup waktu untuk menyesuaikan diri dengan pengurangan dosis. Pengobatan hipertensi umumnya terkait dengan rebound yang meliputi pusat-bertindak agen antihipertensi, seperti clonidine dan metil-dopa.

  1. Kehamilan
Sedikit wanita usia subur memiliki tekanan darah tinggi, hingga 11% mengembangkan hipertensi kehamilan . Sementara umumnya jinak, mungkin pemberita tiga komplikasi kehamilan: preeklampsia , HELLP sindrom dan eklampsia . Tindak lanjut dan mengontrol dengan obat-obatan karena itu sering diperlukan.

  1. Gangguan Tidur
Tanda lain umum yang diakui hipertensi adalah sleep apnea, yang diobati dengan tekanan udara malam hidung positif kontinu (CPAP), terapi pendekatan-pendekatan lain termasuk kemajuan mandibula belat (MAS), UPPP, tonsilektomi, adenoidectomy, septoplasty, atau penurunan berat badan. Penyebab lain adalah sangat jarang penyakit saraf yang disebut penyakit Binswanger, yang menyebabkan demensia, yang merupakan bentuk yang jarang dari multi-infark demensia, dan merupakan salah satu saraf sindrom yang terkait dengan hipertensi.

Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer disease karena dua hal, yaitu:
  1. Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
  2. Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai resiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.

  1. Manifestasi Klinis
Bergantung pada tingginya tekanan darah yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang gejala didominasi penyakit dasarnya dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi. Pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung gejala seperti sakit kepala (biasanya oksipital), epistaksis, pusing dan migren. Pada survey hipertensi di Indonesia, tercatat sebagai keluhan yang berhubungan dengan hipertensi seperti pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering dijumpai. Gejala lain yang timbul misalnya mimisan, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditekuk kepala, mata berkunang-kunang, palpitasi, dan mudah lelah. Gejala lainnya yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi sekunder seperti gangguan penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Selain itu juga dapat ditemukan gejala penyakit yang mendasarinya, misalnya sakit kepala, palpitasi, dinforesis, dan pusing postural pada feokromositoma

  1. Pemeriksaan Diagnostik
  1. Riwayat
Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.

Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel Riwayat yang Relevan
Durasi hipertensi
Terapi terdahulu : Respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor resiko lain : perubahan BB, dislipidemia, kebiasaan merokok, diabetes, inaktivitas fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder : riwayat penyakit ginjal, perubahan penampilan, kelemahan otot,  palpitasi, tremor, banyak berkeringat, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari, gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme, penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target : riwayat TIA, Stroke, kebutuuhan transien, angina, infark miokardium, gagal jantung kongestif, fungsi seksual
Komorditas lain

  1. Pengukuran tekanan darah
Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah, individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.

Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan, hipotensi simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.

  1. Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.

  1. Tes laboratorium
Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.

Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal
Sistem
Tes

Urinalis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum
Endokrin
Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum
Metabolik
Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida
Lain-lain
Hematokrit, elektrokardiogram,

  1. Penatalaksanaan
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategori pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien dengan penyakit diatas. Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung hipertensi :

  1. Pengaturan Diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki keadaan LVH. Beberapa diet yang dianjurkan:
  1. Rendah garam, beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan pengurangan komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yang dianjurkan 50–100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
  2. Diet tinggi potassium,dapat menurunkan tekanan darah tapi mekanismenya belum jelas.Pemberian Potassium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi,yang dipercaya dimediasi oleh nitric oxide pada dinding vascular.
  3. Diet kaya buah dan sayur.
  4. Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
  5. Tidak mengkomsumsi Alkohol.

  1. Olahraga Teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.

  1. Penurunan Berat Badan
Pada beberapa studi menunjukkan bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus karena umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung simpatomimetik,sehingga dapat meningkatan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia. Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan MAO yang dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat antihipertesni.

Sekali obat antihipertensi diberikan, kebanyakan pasiennya kembali untuk follow-up dan menilai kembali obat yang diberikan dalam interval 1 bulan atau kurang sampai target tekanan darah dicapai. Kedatangan yang lebih sering diperlukan untuk pasien hipertensi derajat 2 atau adanya komplikasi. Kalium dan kreatinin serum sebaiknya dimonitor paling sedikit 1-2x/ tahun. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, follow-up biasanya dilakukan dalam interval 3-6 bulan. Adanya komorbiditas seperti gagal jantung yang berhubungan dengan penyakit seperti diabetes, dan perlunya pemeriksaan laboratorium mempengaruhi frekuensi kedatangan. Factor risiko kardiovaskular lainnya sebaiknya dimonitor dan diterapi. Terapi aspirin dosis rendah sebaiknya dipertimbangkan hanya pada hipertensi yang terkontrol karena risiko stroke hemoragik akan meningkat pada hipertensi yang tidak terkontrol.

Algoritma Terapi


Keterangan :
ACEI         : Angiotensin Converting Enzyme inhibitors
BB              : Beta Bloker
CCB           : Calsium channel bloker
ARB           : Angiotensin II receptor bloker
TDS            : Tekanan darah sistolik
TDD           : Tekanan darah diastolik

  1.  Farmakoterapi
Pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide, beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat. Contoh obat hipertensi antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.

  1. Penyekat sistem renin-angiotensin
ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.

  1. Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi

  1. Beta blocker
Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan.

  1. Penyekat adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma.

  1. Agen-agen simpatolitik
Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat.

  1. Penyekat kanal kalsium
Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan.

  1. Vasodilator Langsung
Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.

  1. Komplikasi
Tekanan darah yang tinggi, sangat berpengaruh buruk terhadap pembuluh jantung. Apabila terjadi terkanan darah yang tinggi secara terus-menerus pada pembuluh darah maka jantung akan terpaksa bekerja dengan keras lagi untuk mengimbanginya. Jantung harus memompa darah lebih cepat lagi dari keadaan normal. Bila hal ini terjadi dalam waktu yang lama maka jantung akan membengkak dan melemah dan tidak sanggup lagi mengirimkan darah sehingga dalam waktu yang lama akan terjadi gagal jantung yang disusul dengan sesak napas kemudian tubuh akan membengkak karena pembuluh darah tidak mampu mengalirkan cairan dengan baik ke sel tubuh (Leonard Marvyn, 1995:6-13).

Peningkatan aktivitas pusat vasomotor dan peningkatan tahan perifer total menimbulkan iskemia ginjal sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glumerolus (Ibnu Masud. 1989:116). Komplikasi lain adalah terganggunya dinding pembuluh darah arteri. Arteri yang terkena adalah arteri otot jantung, aorta, pembuluh darah otak, pembuluh darah retina. Dinding pembuluh darah tersebut mengalami penimbunan lemak karena lemak yang seharusnya dihancurkan atau dilarutkan menjadi menetap akibat fungsi pembuluh darah yang sudah rusak, sehingga dinding pembuluh darah itu mengalami kekakuan atau tidak elastis lagi yang disebut dengan aterosklerosis. Jika hal ini dibiarkan, maka dapat terjadi pembekuan pembuluh darah yang sangat berbahaya. Bila terjadi pembekuan pembuluh darah di otak dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian atau seluruh tubuh bahkan kematian secara tiba-tiba. Bila terjadi pada mata, maka akan mengalami rabun atau buta. Bila terjadi pada ginjal, fungsi ginjal akan terganggu bahkan rusak (Leonard Marvyn, 1995:18-24).

Gejala akibat komplikasi hipertensi sekunder yang pernah dijumpai adalah: gangguan penglihatan, gangguan saraf, gagal jantung, gangguan fungsi ginjal, gangguan serebral (otak), yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan merubah gaya hidup dan pola makan. beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. seperti kurang olah raga, stress, minum-minuman, beralkohol, merokok, dan kurang istirahat. kebiasaan makan juga perlu diqwaspadai. pembatasan asupan natrium (komponen utama garam), sangat disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita hipertensi. Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain : Stroke, Gagal jantung, Gagal Ginjal, Gangguan pada Mata.

  1. Prognosis
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastole. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis primer.

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit  jantung  koroner.

Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu:
  1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh-pembuluh ini dan mengakibatkan tahanan perifer.
  2. Hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan kepiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi factor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini. Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas mekanik ventrikel kiri.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2006. Hipertensi dan Penyakit Ginjal. Ethical Digest. hal. 15-18.
Ard, Dedy, 2007. Harian Global. Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung. (online). (http://www.harian-global.com/news.php?item.19345.12, diakses pada tanggal 5 Mei 2012).
Baraas, F. 1993. Mencegah Serangan Jantung dengan Menekan Kolesterol. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Dongoes,Marlynn.E.dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan,Ed-3,Jakarta:EGC
Gunawan, L. 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Guyton A, Hall John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan (penterjemah). Jakarta. EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Mansjoer,arif.dkk.2001.Kapita Selekta kedokteran ,Ed-3, jilid I.Jakarta:FKUI Media Aesculapius www.emedicine.com
Masud, I. 1989. Dasar-dasar Fisiologi Kariovaskuler. Jakarta. EGC.
Rilantono,L.dkk.2002.Buku Ajar Kardiologi,Jakarta:Universitas Indonesia
Sargowo, D. 2003. Disfungsi Endotel pada Penyakit Kardiovaskuler. Malang. Bayumedia Publishing.
Sustrani, L. & Alam, S. 2004. Hipertensi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Tjokronegoro, A. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Tiga. FKUI. Balai Penerbit.
Wolff P, Hanns. 2005. Hipertensi. Lily Endang J (penterjemah). 2005. Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer.

Ronde Keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

  1. Definisi Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk  mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan/atau konselor, kepala ruangan, dan perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2011).

Didalam ronde keperawatan terjadi proses interaksi antara perawat dengan perawat, perawat dengan pasien. Ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien (Kozier et al, 2011).

Ronde keperawatan merupakan teknik pengontrolan efektif untuk manajer keperawatan. Ronde dapat menutup beberapa isu dalam pelayanan dan praktik keperawatan. Untuk mencapai keefektifan hasil didiskusikan dengan personel yang tepat pada suatu pertemuan lanjutan. (Russel, 2000)

  1. Tujuan Ronde Keperawatan
Menurut Nursalam (2011), menyatakan bahwa tujuan dalam ronde keperawatan adalah :
  1. Tujuan umum
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis.

  1. Tujuan khusus
  1. Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis.
  2. Meningkatkan kemampuan validasi data pasien.
  3. Menentukan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
  4. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah pasien.
  5. Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan.
  6. Meningkatkan kemampuan justifikasi.
  7. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

  1. Manfaat Ronde Keperawatan
Menurut Nursalam (2011), manfaat ronde keperawatan adalah:
  1. Masalah pasien dapat teratasi
  2. Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
  3. Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
  4. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan
  5. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan benar

Menurut Zainudin (2012) manfaat ronde keperawatan adalah:
  1. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pada perawat
  2. Perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang diberikan oleh pasien berhasil atau tidak
  3. Sarana belajar bagi perawat dan siswa perawat
  4. Membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien
  5. Meningkatkan kepuasan pasien

  1. Kriteria Ronde Keperawatan
    1. Kriteria pasien
Menurut Nursalam (2011), Pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut :
  1. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan
  2. Pasien dengan kasus baru atau langka

  1. Karakteristik Ronde Keperawatan
Menurut Nursalam (2013), ronde keperawatan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
  1. Klien dilibatkan secara langsung.
  2. Klien merupakan fokus kegiatan.
  3. Perawat Asosiet (PA), Perawat Primer (PP), dan konselor melakukan diskusi bersama.
  4. Konselor memfasilitasi kreativitas.
  5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA dan PP dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.

  1. Peran Masing-Masing Anggota Tim
    1. Peran perawat primer dan perawat associate  (Nursalam 2015)
  1. Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien.
  2. Menjelaskan diagnosis keperawatan.
  3. Menjelaskan intervensi yang dilakukan.
  4. Menjelaskan hasil yang didapat.
  5. Menjelaskan rasional (alasan ilmiah) tindakan yang diambil.
  6. Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji.

  1. Peran perawat konselor  (Nursalam 2015)
    1. Memberikan justifikasi.
    2. Memberikan reinforcement.
    3. Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional tindakan.
    4. Mengarahkan dan koreksi.
    5. Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari.

  1. Kendala Dalam Ronde Keperawatan
Kendala atau masalah yang dihadapi dalam ronde keperawatan pada umumnya adalah:
  1. Persiapan yang kurang sebelum dilaksanakan ronde keperawatan
  2. Orientasi masih terbatas pada prosedur keperawatan saja
  3. Tidak disetujuinya inform consent oleh pasien atau keluarga
  4. Belum ada keseragaman tentang laporan hasil ronde keperawatan
  5. Belum ada kesempatan tentang model ronde keperawatan

  1. Langkah-Langkah Ronde Keperawatan
Menurut Nursalam (2015),Langkah-langkah dalam ronde keperawatan  adalah sebagai berikut:


Keterangan:
  1. Praronde
    1. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang langka).
    2. Menentukan tim ronde.
    3. Mencari sumber atau literatur.
    4. Membuat proposal.
    5. Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajia
    6. Diskusi: Apa diagnosa keperawatan? Apa data yang mendukung? Bagaimana intervensi yang sudah dilakukan? Apa hambatan yang ditemukan selama perawatan?

  1. Pelaksanaan ronde
    1. Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
    2. Diskusi antar anggota tim kasus tentang kasus tersebut.
    3. Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan yang akan dilakukan.

  1. Pascaronde
    1. Evaluasi, revisi, dan perbaikan.
    2. Kesimpulan dan rekomendasi penegakan diagnosis; intervensi keperawatan selanjutnya.

  1. Mekanisme Ronde Keperawatan
Perawat primer membaca status pasien untuk melihat perkembangan kesehatan pasien dan melihat intervensi apa yang belum terseleseikan, meliputi laporan penilaian fisik dan psikososial pasien. Perawat juga menentukan tujuan yang ingin dicapai jika ronde keperawatan tersebut dilaksanakan  (Clement 2011)

Penentuan pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan berdasarkan dua kriteria, yaitu yang pertama adalah pasien dimana sudah dilakukan intervensi namun belum berhasil dan yang kedua adalah pasien dengan penyakit langka  (Sitorus 2006).

Perawat primer yang menangani pasien tersebut melakukan diskusi bersama kepala ruangan untuk menetapkan waktu serta pihak yang dilibatkan dalam proses ronde  keperawatan. Setelah ditetapkan maka perawat primer datang ke pasien untuk meiminta persetujuan atau inform consent kepada pasien  (Nursalam 2015).

Setelah disetujuinya inform consent ronde keperawatan dilaksanakan di meja diskusi dipimpin kepala ruangan dan dihadiri oleh  perawat primer yang menangani pasien tersebut, perawat associate , perawat primer dua, dokter yang menangani, konselor dan pihak lain yang memungkinkan untuk dilibatkan. Ronde keperawatan biasanya berlangsung selama kurang lebih 1 jam (tergantung kebutuhan). Perawat primer akan mempresentasikan masalah terkait kondisi klien, meliputi diagnosa keperawatan, data yang mendukung, intervensi yang sudah dilakukan, hambatan yang ditemukan dan prognosis penyakit (Nursalam 2015). Masalah yang sensitif sebaiknya tidak didiskusikan dihadapan pasien (Sitorus 2006).

Validasi data dilakukan setelah perawat primer menyajikan masalah di depan tim dengan cara seluruh tim datang ke pasien untuk mencocokkan data yang dipresentasikan dengan keadaan pasien yang sebenarnya.

Seluruh tim kembali ke meja diskusi untuk melanjutkan proses diskusi. Tim yang lain seperti perawat primer dua, dokter atau konselor berhak mengutarakan pendapat dan memberikan saran kemudian kepala ruangan menyimpulkan atas permasalah pasien dan memutuskan rekomendasi solusi masalah untuk selanjutnya akan diimplementasikan ke pasien  (Nursalam 2015).



Referensi :
Arina, Maliya, dkk. 2009. Pelatihan Ronde Kasus Untuk Meningkatkan Kinerja Staf Keperawatan di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Surakarta. Vol.12.No 2. Jurnal FIKUI
Clement, I. 2011. Management Nursing Services and Education. Edition I. India: Elsevier
Depkes RI.2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001 Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Depkes RI.2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Depkes RI.2008. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta
Kozier,B.,Erb,G.,&Berman,A.2011. Fundamental Of Nursing : Concept, Process & practice.Seven third ed.New Jersey:Pearson Prentice hall
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperwatan Professional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Kperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta : Salemba Medika
Russel, Swansburg. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC
Sitorus, R. 2006. Model Keperawatan Profesional di Rumah Sakit: Penataan Struktur dan Proses (sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: EGC.

SOP Pemberian Produk Darah ke Pasien

DEFINISI

Transfusi darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).


Transfusi darah merupakan prosedur yang dilakukan pada klien yang membutuhkan darah dan/atau produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan set transfusi.


TATA LAKSANA PELAYANAN

  1. Permintaan darah
Bila akan memerlukan darah untuk transfusi maka sekitar 5-10 ml darah pasien harus diambil dan dimasukkan ke dalam tabung kering untuk memastikan serum yang cukup untuk melakukan uji kecocokan. (untuk tes ini, serum lebih baik dari pada plasma). Sampel darah itu harus diberi pengenal yang jelas dengan nama lengkap pasien, nomor registrasi rumah sakit serta ruangan yang bersangkutan, kemudian dikirim secepatnya ke laboratorium, bersamaan dengan formulir permintaan darah lengkap.

Formulir permintaan darah disertai keterangan tentang pasien, dan harus ditandatangani oleh dokter yang merawat pasien, atau oleh orang yang mendapat tugas oleh dokter untuk mengisi hal-hal sebagai berikut :
  1. Tanggal permintaan
  2. Nama lengkap pasien
  3. Tanggal lahir pasien
  4. Jenis kelamin pasien
  5. Nomor registrasi rumah sakit
  6. Ruang rawat pasien
  7. Alamat pasien
  8. Diagnosis kerja
  9. Golongan darah pasien
  10. Keberadaan tiap antibody
  11. Riwayat transfusi sebelumnya
  12. Riwayat reaksi transfusi sebelumnya
  13. Pada wanita: jumlah kehamilan sebelumnya
  14. Jumlah dan jenis unit darah atau produk darah yang diperlukan
  15. Apakah serum pasien mesti digolongkan dan diteliti
  16. Alas an transfusi
  17. Tanggal dan waktu diperlukan
  18. Tanda tangan dokter yang menerima darah

Permintaan darah ke unit Pelayanan Transfusi darah sesuai kesepakatan dengan Unit Pelayanan Transfusi Darah dan tertuang dalam ikatan kerjasama (Lihat SPO no. :…..). Transportasi distribusi darah dengan menggunakan cool box transportasi darah.

  1. Permintaan dalam keadaan khusus
Permintaan dalam keadaan khusus adalah dalam keadaan darurat, jika persediaan darah di BDRS sudah habis sesuai kesepakatan dengan UTD dan tertuang dalam kesepakatan kerja sama
  1. Permintaan darah di luar perencanaan rutin, misalnya permintaan dalam bentuk komponen darah rhesus negative, darah langka dan pada kejadian luar biasa (KLB).
  2. Formulir permintaan diisi lengkap dan ditandatangani oleh kepala BDRS
  3. Tersedia SPO permintaan darah dalam keadaan khusus

  1. Penerimaan darah
Mekanisme penerimaan darah sesuai kesepakatan yang tertuang dalam PKS
  1. BDRS menerima darah aman dari unit pelayanan darah setempat sesuai permintaan, bila tidak sesuai dengan permintaan dicatat atau disesuaikan dengan kesepakatan yang tertuang dalam IKS
  2. Petugas mengantar darah dari unit pelayanan darah maupun petugas penerima darah di BDRS bersama-sama menilai kondisi darah dan mampu mengenali tanda-tanda fisik darah aman dan standar labeling
  3. Dibuat berita acara
  4. Tersedia SPO penerimaan darah dari unit pelayanan darah

  1. Penyimpanan darah dan komponen darah
  1. Penyimpanan darah dan komponen dilakukan dalam tempat dan suhu yang optimal yaitu :
Jenis darah
Tempat
Suhu
Whole blood
Blood refrigerator
2 – 6°C
PRC
Blood refrigerator
2 – 6°C
Whased red cells
Segera dipakai
-
Trombosit*
Platelet refrigerator
20 – 24°C
Cryoprecipitate*
Freezer
 ≤ - 18°C
FFP
Freezer
≤ - 18°C

*khusus untuk RS tipe A/B pendidikan
1) Penyimpanan dengan system First in First Out (FIFO)
2) Tersedia SPO penyimpanan darah

  1. Indikasi pemberian darah dan/ atau produk darah
  1. Pemberian transfusi sel darah merah
  1. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut, transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
  2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
  3. Transfusi tidak dilakukan apabila kadar Hb ≥ 10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh : penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat)
  4. Transfusi pada neonates dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤ 11 g/dl, bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dl (seperti pada anemia bayi premature). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah ≤ 13 g/dl

  1. Pemberian transfusi trombosit
Transfusi trombosit dapat digunakan dapat digunakan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-masing.

Pemberian transfusi plasma beku segar (Fresh Frozen Plasma = FFP) Transfusi FFP digunakan untuk :
  1. Mengganti defisiensi factor IX (hemophilia B) dan factor inhibitor koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat factor spesifik atau kombinasi
  2. Netralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam jiwa
  3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah transfusi massif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati

  1. Skrining donor darah
pemeriksaan harus dilakukan secara individu (tiap individual bag atau satu unit plasma) dan tidak boleh dilakukan secara pooled plasma. Jenis pemeriksaan yang digunakan sesuai dengan standar WHO, dalam hal ini meliputi pemeriksaan atas sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.

Metode tes dapat menggunakan rapid test, automated test maupun ELISA hanya bila sensitifitasnya >99%. Transfusi darah merupakan jalur ideal bagi penularan penyebab infeksi tertentu dari donor kepada resipien. Untuk mengurangi potensi transmisi penyakit melalui transfusi darah diperlukan serangkaian skrining terhadap factor-faktor risiko yang dimulai daro riwayat medis sampai beberapa tes spesifik.

Tujuan utama skrining adalah untuk memastikan agar persediaan darah yang ada sedapat mungkin bebas dari penyebab infeksi dengan cara melacaknya sebelum darah tersebut ditransfusikan.

Saat ini, terdapat tiga jenis utama skrining yang tersedia untuk melacak penyebab infeksi yaitu uji Enzyme Linked Immune Sorbent assay (ELISA/EIA), uji aglutinasi partikel, dan uji cepat khusus (Rapid Test). Dalam mempertimbangkan berbagai pengujian, perlu disadari data yang berkaitan dengan sensitivitas dan spesifitas masing-masing pengujian. Sensitivitas adalah suatu kemungkinan adanya hasil tes yang akan menjadi reaktif pada seorang individu yang terinfeksi, oleh karena itu sensitivitas pada suatu pengujian adalah kempuannya untuk melacak sampel positif yang selemah mungkin. Spesifitas adalah suatu kemungkinan adanya suatu hasil tes yang akan menjadi non reaktif pada seorang individu yang tidak terinfeksi, oleh karena itu spesifitas suatu pengujian adalah kemampuannya untuk melacak hasil positif non spesifik atau palsu.

ELISA (sering diganti dengan singkatan EIA) merupakan metode skrining yang paling kompleks, tersedia dalam berbagai bentuk dan dapat digunakan untuk deteksi baik antigen maupun antibody. Bentuk pengujian yang paling sederhana dan paling umum digunakan dalah adalah dengan memanfaatkan antigen virus yang menangkap antibody spesifik yang berada dalam sampel tes.

  1. Teknik transfusi darah
  1. Sebelum ditransfusikan, periksa sekali lagi sifat dan jenis darah serta kecocokan antara darah donor dan penderita. Penderita dipersiapkan dengan pemasangan infus dengan jarum besar (16-20). Jarum yang terlalu kecil (23-25) dapat menyebabkan hemolysis.
  2. Transfusi dilakukan dengan transfusi set yang memiliki saringan untuk menghalangi bekuan fibrin dan partikel debris lainnya. Transfusi set baku memiliki sringan dan ukuran pori-pori 170 mikron. Pada keadaan normal, sebuah transfusi set dapat digunakan untuk 2 sampai 4 unti darah.
  3. Vena terbaik untuk kanulasi darah adalah vena pada bagian dorsal tangan dan pada lengan atas. Dalam keadaan darurat dapat dilakukan venaseksi untuk menjamin kelancaran dan kecepatan transfusi.
  4. Waktu pengambilan darah dari lemari es, perhatikan plasmanya. Jika ada tanda-tanda hemolysis (warna coklat hitam, keruh) jangan diberikan. Darah yang belum akan ditransfusikan harus tetap di dalam lemari es. Setelah darah sudah dikeluarkan dari lemari es harus didiamkan selama 30 menit dan baru dapat ditransfusikan.
  5. Sebelum transfusi, diberikan terlebih dahulu 50-100 ml NaCl fisiologik. Dengan tetasan hidrasi NaCl 20 tetes per menit. Jangan menggunakan larutan lain karena dapat merugikan. Larutan dekstrose dan larutan garam hipotonik dapat menyebabkan hemolysis. Ringer laktat atau larutan lain yang mengandung kalsium akan menyebabkan koagulasi. Jangan menambahkan obat apapun ke dalam darah yang ditransfusikan. Obat-obatan memiliki pH yang berbeda sehingga dapat menyebabkan hemolysis, lagi pula bila terjadi reaksi transfusi akan sulit untuk menentukan apakah hal itu terjadi akibat obat atau akibat darah yang ditransfusikan.
  6. Jika sejumlah besar darah akan ditransfusikan dalam waktu yang singkat, maka dibutuhkan darah hangat, karena darah yang dingin akan mengakibatkan aritmia ventrikel bahkan kematian. Menghangatkan darah cukup dengan meletakkan darah pada suhu ruangan, karena bila lebih 40 derajat C, eritrosit akan rusak. Pada 100 ml pertama pemberikan darah lengkap hendaknya diteliti dengan hati-hati dan diberikan perlahan-lahan untuk kemungkinan deteksi dini reaksi transfusi.
  7. Transfusi set mengalirkan darah 1 ml dalam 20 tetes. Lagu tercepat yang bisa tercapai adalah 60 ml per menit. Laju transfusi tergantung pada status kardiopulmoner resipien. Jika status kardiopulmoner normal, maka dapat diberikan 10-15 ml/ kgBB dalam waktu 2-4 jam. Jika tidak ada hemovolemia maka batas aman transfusi adalah 1 ml/kgBB/jam (1 unit kurang lebih 3 jam) atau 1000 ml dalam 24 jam. Tetapi jika terdapat gagal jantung yang mengancam maka tidak boleh ditransfusikan melebihi 2 ml/kgBB/jam. Karena darah adalah medium kultur yang ideal untuk bakteri, sebaiknya transfusi satu unit darah tidak boleh melewati 5 jam kerena meningkatkan risiko proliferasi bakteri.
  8. Kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat kadang-kadang dibutuhkan transfusi yang cepat sampai 6-7 bag dalam setengah jam. Setelah sirkulasi tampak membaik dikurangi higga 1 bag tiap 15 menit.


DOKUMENTASI

  1. Catatan pemberian transfusi darah / produk darah
  2. SPO penanganan penyulit transfusi darah
  3. Lembar informasi tindakan transfusi darah / informed consent pemberian darah
  4. Formulir permintaan darah
  5. Formulis permintaan sedia darah (inden darah)


Sumber : Modul Panduan Pelayanan Pemberian Darah dan Komponen Darah RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan

Tuesday, 28 May 2019

Wallpaper Tanaman Kembang Desa

Assalamualaikum wr. wb
Pembaca yang budiman, setiap orang pasti memiliki hoby dan kegiatan kesukaan masing-masing. Ada yang suka memancing, membaca, naik gunung, travelling, dan berolahraga. ada yang menjadikan hoby itu sebagai sumber mata pencaharian, contohnya seperti tetangga saya yang dari awalnya hoby beternak burung, kini menjadi pengusaha burung dengan omset jutaan rupiah. ada juga sebagian yang menjadikan hoby sekedar selingan untuk menyegarkan pikiran di tengah rutinitas pekerjaan sehari-hari. Seperti saya hehehe. Dari dulu sebenarnya saya sangat gandrung dengan dunia perjepretan alias fotografi. Namun saya tidak menekuninya, saya hanya jadikan selingan untuk mengisi kegiatan di tengah waktu senggang. kadang saya suka jalan-jalan belusukan di sudut-sudut desa dan menemukan bunga-bunga unik yang jarang orang expose untuk dijadikan objek fotografi. Melalui Blog ini saya ingin share deh beberapa hasil jepretan saya yang sedikit absurd dan tidak mengindahkan kaidah fotografi yang baik dan benar. foto-foto ini saya ambil sendiri dengan kamera HP Xiao mi 4a tanpa filter atau editan apapun. bagi pembaca yang butuh wallpaper atau bahan gambar yang bernuansa bunga, silahkan download saja. Free to save and share. Semoga bermanfaat.

Putih Jernih by Rio Cristianto

Asa Daun Singkong by Rio Cristianto

Rona Bunga Sepatu by Rio Cristianto

Putri Malu di Pagi Hari by Rio Cristianto

Embun Putih by Rio Cristianto


Sekar yang Mekar by Rio Cristianto

Mengagumi Mentari by Rio Cristianto

Indah di Tengah Serakan by Rio Cristianto