السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Tuesday 5 March 2019

Morbid Obesity

TINJAUAN PUSTAKA


Definisi Morbid obesity
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penimbunan lemak berlebihan yang diperlukan untuk fungsi tubuh manisia. Obesitas ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis penyakit degenerative, misalnya DM, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan berbagai jenis penyakit kanker (Harmanto, 2006)

Obesitas adalah suatu keadaan di mana terjadi penimbunan lemak tubuh secara berlebihan sehingga berat badan tubuh seseorang jauh di atas normal, hal ini akibat ketidakseimbangan asupan (intake) dan pemakaian (expenditure)  energi. (Octari, 2014)

Klasifikasi
Banyak cara untuk menentukan apakah seseorang menderita obesitas atau tidak, yaitu dengan Index Broca, index massa tubuh, mengukur lipatan kulit trisep dan skapula dan berat badan relatif.

Dalam klinis cara yang paling banyak digunakan adalah menghitung berat badan relatif dengan rumus :

Keterangan :
90% - 110%          :           normal
<90%                     :           kurang dari normal
110%-120%          :           lebih dari normal
120%-130%          :           obesitas ringan
130%-140%          :           obesitas sedang
140%                     :           obesitas berat

Berikut adalah cara mengklasifikasikan obesitas berdasarkan perhitungan indeks masa tubuh.
Rumus: IMT = BB (Kg)/TB (m2)

Indeks Massa Tubuh (BMI)
Kg/m2
Berat Badan Rendah
<18,5
Normal
18,5 – 22,9
Berat Badan Lebih
23,0
Berat Bdan Lebih dengan Resiko
23,0 – 24,9
Obes 1 (ringan)
25,0 – 40,0
Obes 2 (sedang)
40,0 – 100,0

Penentuan Kebutuhan Nutrisi pada Anak
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan(IDAI.2011):
  1. Kondisi sakit kritis (critical illness): Kebutuhan energy = REE x faktor aktivitas x faktor stress
  1. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)

  1. Gizi baik/kurang:
  1. Tatalaksana gizi buruk menurut WHO atau
  2. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal
BB ideal x RDA menurut usia

  1. Obesitas
Target pemberian kalori adalah
BB ideal x RDA menurut usia (pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target)

Etiologi
Selain faktor genetik, masih terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang anak mengalami obesitas. Tidak hanya faktor eksternal saja, akan tetapi faktor internal juga mempengaruhi seorang anak mengalami obesitas.

Misnadiarly (2007) dalam teorinya mengatakan bahwa orang yang gemuk tidak makan lebih banyak dari pada orang kurus. Bahkan terkadangorang kurus menyatakan sudah makan banyak tetapi tetap kurus. Hal ini disebabkanoleh faktor internal yang dapat  menyebabkan seseorang mengalami obesitas salah satunya adanya gangguan regulasi di  pusat hipotalamus dimana pusat lapar terletak pada  ventrolateral hipotalamus, sedangkan  pusat kenyang terletak pada ventromedial hipotalamus. Dari pusat lapar akan dikirim isyarat  ke korteks serebri. Dalam keadaan norma, isyarat ini akan dihambat oleh rangsangan yang  berasal dari pusat kenyang karena pengaruh distensi lambung, plasma glucose, dan insulin  atau oleh pengaruh substansi katekolamin. Apabila terjadi gangguan dalam rangsangan  hambatan ini, maka akan terjadi makan yang berlebihan. Selain gangguan regulasi di pusat hipotalamus, terdapat faktor internal lain yaitu faktor endokrinopati (gangguan/kelainan pada system endokrin) yang dapat menyebabkan obesitas walaupun jarang.

Menurut Sartika (2011), ada beberapa faktor penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman  soft drink, makanan jajanan seperti  makanan cepat saji  (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang ketika masih  bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi air susu ibu (ASI), tetapi mengunakan susu formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi/anak.

Akibatnya,anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal ini diperparah  dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat. Anakyang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap gizi lebih. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini  perlu mendapat perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa  dikonsumsi sejak masa anak  akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.

Sejak tahun 1970 hingga 2011, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3) kali lipat pada anak usia 6-11 tahun. Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak  usia 6-15 tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001.

Faktor penyebab obesitas lainnya adalah kurangnya aktivitas  fisik baik kegiatan harian maupun latihan fisik terstruktur.  Aktivitas  fisik  yang dilakukan sejak masa anak sampai lansia akan mempengaruhi kesehatan seumur hidup. Obesitas pada usia anak akan meningkatkan risiko obesitas pada saat dewasa. Penyebab obesitas dinilai sebagai ‘multikausal’ dan sangat multidimensional karena tidak hanya terjadi pada golongan sosio-ekonomi tinggi, tetapi juga sering terdapat pada sosio-ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Obesitas dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor genetik. Jika obesitas terjadi pada anak sebelum usia 5-7 tahun, maka risiko obesitas dapat terjadi pada saat tumbuh dewasa. Anak obesitas biasanya berasal dari keluarga yang juga obesitas.

Obesitas pada prinsipnya adalah akibat dari tidak seimbangnya antara asupan makanan dan tenaga yang dikeluarkan dalam aktivitas sehari-harisehingga terjadi penumpukan lemak di dalam tubuh. Resiko obesitas yang dialami anak-anakjuga disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dalam diri anak maupun terpicu faktor lain di sekitarnya. Berbagai faktor penyebab obesitas pada anak, antara lain pola makan anak, tingkat aktifitas fisik anak, faktor keluarga atau lingkungan, social, faktor psikologis anak, faktor genetik, dan faktor lainnya (Damayanti, 2008).

Faktor keluarga juga menjadi salah satu penyebabnya, dimana orang tua saat ini lebih sering menyiapkan makanan yang mudah dibuat bagi anaknya karena kesibukan bekerja yang menuntut waktu orang tua untuk berada diluar rumah lebih banyak dibanding menyiapkan makanan sehat dan bergizi seimbang bagi  anaknya, dengan kata lain anak-anakkini lebih sering mengkonsumsi makanan-makananinstan yang banyak mengandung zat-zat yang tidak baik bagi tubuh.

Faktor lain yang menyebabkan anak mengalami obesitas adalah faktor psikologis. Pada umumnya seseorang yang mengalami tekanan pada psikologisnya seperti stress akan cenderung mudah lapar. tekanan psikologis itu tidakhanya terjadi pada orang dewasa saja, anak-anak pun dapat mengalaminya akibat rasa jenuh dengan lingkungan sekitarnya, stress menghadapi ujian atau masalah dengan teman sebayanya.

Masalah gizi banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun) merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah gizi baik masalah gizi kurang maupun gizi lebih.

Patofosiologi
Metabolisme glukosa berperan penting dalam mengatur penumpukan lemak, selama kelebihan kalori disimpan sebagai lemak dan kekurangan glukosa akan terjadi pelepasan lemak sebagai sumber energi. Individu yang obesitas mampu menyimpan lemaknya dengan mudah, namun tidak mampu melepas lemak ini atau membakarnya untuk  energi. Faktor heredity  juga berperan penting dalam perkrmbangan obesity. Individu yang obes ditandai dengan kebiasaan makan pada malam hari dan sering kali tidak makan saat pagi hari.

Ada teori yang menjelaskan mengenai perkembangan obesitas yaitu pertama, teori sel adipose menjelaskan jumlah sel di jaringan adipose meningkat maka ukuran sel lemak juga meningkat. Kedua, teori point set bahwa individu yang mempunyai tingkat predetermine untuk berat badan relatif stabil selama usia dewasa, maka dengan meningkatnya intake kalori maka metabolic rate meningkat untuk membakar kelebihannya, bila intake dikuirangi maka metabolisme menurun untuk menyimpan energi.

Faktor sosial budaya juga berperan penting dalam peningkatan berat badan.pola makan tiap budaya dan sosial berbeda. Begitu juga denga faktor psikologis bisa memberikan suatu dasar untuk pola makan. Pada remaja juga kebiasaan makannya adalah mencoba berbagai makanan dan senang makan dengan kawan bermainn dibandingkan dengan keluarga. Para remaja umumnya emosional mereka yang dipengaruhi adalah gangguan body image, harga diri rendah, isolasi sosial, depresi dan merasa ditolak.

Pencegahan
Pola hidup sehat untuk mencegah obesitas (Kemenkes.2011) adalah
  1. Konsumsi buah dan sayur ≥ 5 porsi per hari.
  2. Membatasi menonton TV, bermain komputer, game/playstation < 2 jam/hari.
  3. Tidak menyediakan TV di kamar anak.
  4. Mengurangi makanan dan minuman manis.
  5. Mengurangi makanan berlemak dan gorengan.
  6. Mengurangi makan diluar.
  7. Biasakan makan pagi dan membawa makanan bekal ke sekolah.
  8. Biasakan makan bersama keluarga minimal 1 x sehari.
  9. Makanlah makanan sesuai dengan waktunya.
  10. Tingkatkan aktivitas fisik minimal 1 jam/hari.
  11. Melibatkan keluarga untuk perbaikan gaya hidup untuk pencegahan gizi lebih.
  12. Target penurunan BB yang sehat

Penatalaksanaan
Disamping kegiatan promosi peningkatan kesadaran gizi dan pencegahan kegemukan dan obesitas pada anak sekolah, juga dapat dilakukan kegiatan penemuan kasus kegemukan dan obesitas. Namun untuk menghindari stigmatisasi anak di sekolah, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan selanjutnya dilaksanakan di Puskesmas/Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya. Penemuan Kasus dilaksanakan setiap tahun melalui kegiatan penjaringan kesehatan di sekolah. Langkah-langkah kegiatan (Kemenkes.2011) :
1) Pengukuran Antropometri
a) Penimbangan Berat Badan
b) Pengukuran Tinggi Badan
Setelah dilakukan pengukuran antropometri oleh petugas gizi atau tenaga kesehatan lainnya bersama guru UKS. Selanjutnya data yang diperoleh dilaporkan ke Puskesmas, untuk ditentukan status gizinya dan tindak lanjut.

2) Penentuan Status Gizi (di Puskesmas)
a) Menghitung nilai IMT
b) Membandingkan nilai IMT dengan Grafik IMT/U berdasarkan Standar WHO 2005
c) Menentukan status gizi anak :
Kurus : < - 2 SD
Normal : - 2 SD s/d 1 SD
Gemuk : >1 s/d 2 SD
Obesitas : > 2 SD

3) Tindak lanjut :
Kesimpulan hasil penjaringan kesehatan di sekolah termasuk hasil pemeriksaan status gizi disampaikan kepada orang tua dalam amplop tertutup melalui sekolah dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi kurus, maka anak dirujuk ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
  2. Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi normal, maka dianjurkan untuk melanjutkan pola hidup sehat
  3. Jika ditemukan anak sekolah dengan status gizi gemuk atau obesitas, maka anak dirujuk ke puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut

Pihak sekolah/UKS bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar anak melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dari puskesmas, serta berusaha menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak.

Komplikasi
  1. Hipertensi
Penelitian tahun 1959 menunjukkan adanya hubungan langsung antara hipertensi dengan berat badan yang berlebihan; penelitian Framingham juga menemukan adanya kenaikan tekanan darah pada dewasa muda yang mempunyai beratbadan lebih, namun masih banyak diperlukan informasi untuk menjelaskannya. Selain itu beberapa penelitian epidemiologi telah membuktikan pula adanya hubungan yang linier antaraobesitas dan hipertensi; hubungan kausalnya belum dapat diketahui dengan pasti, namun dalam pengamatan selanjutnya apabila penderita obesitas diturunkan berat badannya maka tekanan darahnya akan turun pula; oleh karena itu timbul beberapa teori yang dikemukakan mengenai adanya hubungan tersebut,diantaranya yaitu :

  1. Mekanisme hemodinamik.
Alexander dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan volume darah sekuncup dan volume darah pada penderita obesitas bila dibandingkan dengan yang bukan obesitas. Juga terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh darahpenderita obesitas normotensi bila dibandingkan dengan penderita yang bukan obesitas. Sehingga timbul pendapat bahwa peningkatanvolume sekuncup, volume darah dan peningkatan  tahanan perifer memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas.

  1. Aktivitas saraf simpatis
James dkk. menemukan pada penderita wanita obesitas yang diturunkan berat badannya ternyata terjadi juga penurunan tekanan darah dan denyut jantung serta pada pemeriksaan urinenya terdapat peningkatan sisa-sisa metabolismekatekolamin yaitu : 4-hidroksi 3-metoksi mandelikasid, sehingga timbul pendapat bahwa peningkatan katekolamin merupakan akibat dari aktivitas saraf simpatis yang meningkat.

  1. Endokrin
Miller dkk. dalam penelitiannya mendapatkan adanya peningkatan kadar insulin dan aldosteron dalam plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi ekskresi Na dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan jelas mengurangi pula sekresi Na dalam glomeruli; dalam beberapa hal keadaan ini diperkirakan juga terjadi pada manusia, sehingga adanya peningkatan insulin dan aldosteron akan menyebabkan retensi Na dalam darah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah, yang menyebabkan hipertensi. Para peneliti tersebut di atas semua sepakat bahwa menurunkan berat badan akan menurunkan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung

  1. Penyakit jantung iskemik
Penelitian Framingham menunjukkan meningkatnya resiko kematian mendadak yang sangat menyolok baik pada pria ataupun wanita dengan obesitas. Wanita obesitas mempunyai resiko 13 kali lebih banyak mengalami kematian mendadak dan kesakitan dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas. Da hasil penelitian tersebut timbul dugaan apakah obesitas berpengaruh langsung terhadap terjadinyaarteriosklerosiskoroner.

Pada penelitian terhadap binatang yang dibuat obesitas ter- nyata peningkatan terjadinya arteriosklerosis tidakdapat dibuktikan. Sehubungan dengan keadaan tersebut maka diadakan pengamatan pada penderita obesitas yang dengan pemeriksaan angiografi memperlihatkan sklerosis arteria koronaria, ternyata tidak terbukti pada pemeriksaan bedah mayat; oleh karena itu arteriosklerosis tidak berhubungan dengan kenaikan berat badan. Ada pendapat bahwa obesitas tidak langsung menyebab- kan terjadi arteriosklerosis koroner, tetapi hanya  merupakan tambahan risiko terjadinya serangan penyakit jantung koroner

  1. Diabetes Melitus
Obesitas ternyata juga mempengaruhi metabolisme tubuh manusia; yang sangat menyolok dan sering terjadi adalah hubungan langsung antara obesitas dengan diabetes melitus. Pada obesitas kemungkinan terkena diabetes mellitus 2,9 kali lebih sering bila dibandingkan yang tidak obesitas.

Di Amerika telah dilaporkan pula bahwa penderita obesitas yang umumya 20 – 45 tahun mempunyai kecenderungan terkena diabetes melitus 3,8 kali lebih sering bila dibandingkan dengan penderita yang berat badannya normal. Sedangkan yang umurnya 45 – 75 tahun kecenderungan terjadinya diabetes melitus 2 kali lebih sering dari yang berat badannya normal. Dikemukakan pula bahwa penderita obesitas sering mengalami hiperglikemi tetapi dalam keadaan hiperinsulinisme;keadaan ini mungkin karena adanya resistensi insulin yang meningkat atau kurang pekanya reseptor insulin terhadap adanya hiperglikemi.

Ada pula yang mengatakan bahwa pada penderita obes diabetik, kelainan dasarnya adalah gangguan keseimbangan kinetik sekresi insulin. Sekresi insulin terlambat sehingga kadar glukosa darah tidak dapat dikontrol secara teratur  dan terdapat peningkatan sekresi insulin sehingga cenderung terjadi hiperinsulinisme yang disertai dengan peningkatan resistensi insulin. Kecuali itu, hiperglikemi dan hiperinsulinemi dapatpula disebabkan oleh karena kualitas insulin yang abnormal, adanya produk/ hormon yang bersi fat antagonis terhadap insulin atau berkurangnya jumlah reseptor yang sensitif pada membran sel.

  1. Gangguan pernapasan
Pada penderita obesitas terdapat timbunan lemak pada rongga dada dan rongga perutnya sehingga akan menyebabkan gangguan proses pernafasan; oleh karena itu pada  obesitas cenderung terjadi penurunan kapasitas paru yang akan mengakibatkan penurunan fungsi paru. Kelainan ini bila dalam keadaan berat dengan tanda-tanda somnolen dan hipoventilasi disebut dengan Pickwickian syndrome. Keadaan ini akan menghilang bila penderita menurunkan berat badannya.

  1. Kelainan sendi
Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang berlebihan pada sendi penyangga berat badan, dan ini cenderung menyebabkan trauma ringan  tetapi terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoartrosis (OA) baik primer ataupun sekunder. Engel dalam penelitiannya atas populasi penduduk yang dibagi menjadi 4 grup, ternyata grup yang mempunyaiberat badan berlebihan dengan umur makin tua cenderung lebih cepat menderita OA. Sendi yang terkena  adalah sendi penyangga berat badan yaitu punggung, pangkal paha,lutut dan pergelangan kaki.




Daftar Pustaka

Hadi, Setiawan dkk. 2005. Hubungan Pendapatan Perkapita, Pengetahuan Gizi Ibu dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas Anak Kelas 4 dan 5 di SD Hj. Isriati Baiturrahman Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. (online), Vol. 2, No. 1. (http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/view/383/433, diakses pada 12 oktober 2014 pukul 18.52 WIB)
Harmanto, Ning. 2006. Herbal untuk Keluarga: Ibu sehat dan cantik dengan herbal. Jakarta: Elex Media Komputindo
Hermawan, A. Guntur. 1991. Komplikasi Obesitas dan Usaha Penanggulangannya. Cermin Dunia Kedokteran. (online), No. 68. (http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/194905061973101001ag_03.pdf, diakses pada 12 Oktober 2014 pukul 18.41 WIB)
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.Asuhan Nutrisi Pediatrik (Peditric Nutrition Care). Jakarta (http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Rekomendasi-IDAI_Asuhan-Nutrisi-Pediatrik.pdf , diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 04.15 WIB)
Kementrian Kesehatan RI.2011.Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada Anak Sekolah. Jakarta. (http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/Obesitas.pdf, diakses pada 13 Oktober 2014 pukul 04.28 WIB)
Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi: Mengenal Gejala Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Octari, Cici dkk. 2014. Hubungan Status Sosial Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD Negeri 08 Alang Lawas Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. (online). (http://jurnal.fk.unand.ac.id/images/articles/vol3/no2/n131-135.pdf, diakses pada 12 Oktober pukul 18.42 WIB)
Sartika, Ratu A.D. 2011. Faktor Risiko pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara, Kesehatan. (online), Vol. 15, No. 1. (http://journal.ui.ac.id/health/article/download/796/758, diakses pada 12 Oktober 2014 pukul 18.24 WIB)
Setiawati dan Elga C. tanpa tahun. Hubungan Asupan Nutrisi dengan Obesitas Usia Dini pada Anak Usia Sekolah Dasar di SDS Kartika Siliwangi 5 Cimahi.Jurnal Kesehatan Kartika. (Online). (http://www.stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/files/2011/201112/201112-006.pdf, diakses pada 12 Oktober 2014 pukul 18.58 WIB)





0 comments:

Post a Comment

Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.