السَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡ُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Thursday, 5 January 2017

Promosi Kesahatan pada Kelompok Lansia (Metode Brainstorming)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

  1. KONSEP PROMOSI KESEHATAN
  1. PENGERTIAN
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai social budaya setempat dan didukung kebijakan public yang berwawasan kesehatan.

  1. SASARAN
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu sasaran primer, sasaran sekunder, dan sasaran tersier.
  1. Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
  2. Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintah dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa.
  3. Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan public yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.

  1. STRATEGI
Menyadari rumitnya hakikat darimperilaku, maka perlu dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang didukung ileh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi semangat (4) kemitraan.





  1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah memberi informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok masyarakat menjali tahap-tahaptahu, mau dan mampu memprktikkan PHBS.

Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).

  1. Bina Suasana
Bina suasana adalah pembentukan suasan lingkungan social yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya.

Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan social yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan social di mana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi sisawa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi panutan/idola, kelompok arisa, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.

Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu bina suasana individu, bina suasanya kelompok, dan bina suasana public.
  1. Bina Suasana Individu
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi individu-individu panitan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut. Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku ondividu.

  1. Bina suasana kelompok
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok –kelompok dalam masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi pemuda, dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan control social terhadap individu-individu anggotanya.

  1. Bina suasana public
Bina suasana public dilakukan oleh masyarakat umum melalui pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi, seperti radio, televise, Koran, majalah, situs internet dan lain-lain, sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku yang sedang diperkenalkan.

  1. Advokasi
Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi strategi materi maupun non materi.

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau penyandnag dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana yang kondusif, opini public dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum.

Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalu advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tehap-tahapan, yaitu (1) mengetahu atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternative pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternative pemecahan masalah dan (5) memutuskan tidak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencan, cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:
  1. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
  2. Memuat rumusan masalah dan alternative pemecahan masalah
  3. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
  4. Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
  5. Dikemas secara menarik dan jelas
  6. Sesuai dengan waktu yang tersedia

Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau form kerjasama. Dengan kerjasana, melalui pembagian tugas dan saling dukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. Sebagai konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.

  1. Kemitraan
Kemitraan harus digalangkan baik dalam rangka pemberdayaan meaupun bina suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu, keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan kesehatan (lintas sector), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan.

  1. Kesetaraan
Kesetaraan bearti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis. Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sama. Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yangdilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudia dibentuk struktur hirarkhis dalah kesepakatan.

  1. Keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-nutupi sesuatu. Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yangadil dari “peertengkaran” tersebut.

  1. Saling menguntungkan
Solusi yang adil terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang didapat oleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bial mungkin.

  1. KONSEP LANSIA
  1. PENGERTIAN
Definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Pudjiastuti, 2003).

  1. BATASAN UMUR LANSIA
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

Menurut World Health Organization (WHO)
  1. Usia pertengahan (middle age)           : 45-59 tahun
  2. Lanjut usia (elderly)                            : 60-74 tahun
  3. Lanjut usia tua (old)                            : 75-90 tahun
  4. Usia sangat tua (very old)                   : di atas 90 tahun

  1. PERUBAHAN KOGNITIF PADA LANSIA
  1. Perubahan fisik
  1. Sel
Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu, dan otak menjadi atrofi.

  1. System persarafan
Hubungan persarafan cepat menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan stress, mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitive terhadap sentuhan.

  1. System pendengaran
Gangguan pada pendengaran, membrane timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.

  1. System penglihatan
Timbul sclerosis pada sfingter pupil dan hilangnya renpons terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola, lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, meningkatkannya ambang, pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada skala pemeriksaan.

  1. System kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya sesistensi dari pembuluh darah perifer.

  1. System pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia), hal ini diakibatkan oleh metabolism yang menurun, keterbatasan reflex menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

  1. System pernapasan
Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik napas berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun, dan kedalaman bernapas menurun. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun. Kemampuan untuk batuk berkurang, dan penurunan kekuatan otot pernapasan.

  1. System gartrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap mengalami penurunan, esofagu melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun, produksi asam lambung dan waktu pengososngan lambung menurun, peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbs menurun, hati semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta berkurangnya suplai aliran darah.

  1. System genitourinaria
Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun. Fungsi tubulus berkurang, BUN meningkat, Otot-otot kandung kemih melemah, kapasitasnya menurun, menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.

  1. System endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta sekresi hormone kelamin seperti progesterone, estrogen, dan testosterone.

  1. System integument
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.

  • System musculoskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi tremor.

  1. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan.

  1. Perubahan psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pension berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pension:
  1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan berkurang
  2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitanya
  3. Kehilangan teman atau relasi
  4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
  5. Merasakan atau kesadaran akan kematian.

  1. MASALAH KESEHATAN YANG TERJADI PADA LANSIA
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi). Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.

  1. MASALAH GIZI PADA LANSIA
  1. Gizi berlebih. Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih, apalai pada lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya : penyakit jantung, kencing manis, dan darah tinggi.
  2. Gizi kurang. Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah social ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi.
  3. Kekurangan vitamin Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.

  1. UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN LANSIA
Kesehatan merupakan faktor yang penting untuk menjadikan penuaan yang positif. Oleh karenanya,  menyiapkan petugas kesehatan dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan kelompok lansia seperti: pelatihan perawatan lansia; mencegah dan mengelola penyakit kronis dan penyakit tidak menular, merancang kebijakan pengaturan perawatan jangka panjang dan paliatif yang berkelanjutan bagi lansia dan mengembangkan pelayanan ramah -lansia menjadi sangat penting. (Kemenkes RI, 2012)

Kebutuhan pelayanan kesehatan, lingkungan dan fasilitas umum yang ramah lansia harus menjadi agenda prioritas pembangunan (Kemenkes RI, 2012).

Kebijakan kesehatan dan perilaku lansia untuk tetap sehat dan produktif, yaitu :
  1. Promosikan kesehatan dalam setiap siklus kehidupan
  2. Ciptakan lingkungan ramah lansia yang mendorong kesehatan dan partisipasi aktif lansia
  3. Sediakan layanan kesehatan yang ramah lansia
  4. Tingkatkan peran serta lansia dalam pembuatan kebijakan publik ramah lansia
  5. Pertimbangkan pandangan lansia dalam setiap pengambilan keputusan dalam pembangunan di setiap tingkatan.
  6. Sadari nilai kearifan lansia dan bantu mereka berpartisipasi dalam keluarga dan masyarakat

  1. KONSEP BRAINSTORMING
  1. DEFINISI
Brainstorming adalah suatu strategi atau metode pemecahan masalah kreatif yang diluncurkan oleh Alex F. Osborn pada tahun 1953. Metode yang menitikberatkan pada pengungkapan pendapat ini bermula dengan keinginan Osborn untuk mendorong karyawannya supaya dapat berpikir kreatif mencari solusi dari permasalahan yang ada pada perusahaannya dengan cara berdiskusi dimana setiap karyawannya bebas mengungkapkan pendapat. Pada waktu itu, setelah iklan dari agen periklanan yang dipimpin Osborn dapat disukseskan, ia berencana untuk menciptakan iklan baru yang lebih nyata. Dalam memutuskan strategi, ia memilih cara yang berbeda dengan meminta semua karyawannya untuk menyampaikan gagasannya yang dimiliki oleh mereka untuk kemudian didiskusikan hingga didapatkan keputusan yang terbaik. Osborn menampung semua gagasan dan mendiskusikannya dengan menggunakan metode brainstorming. Lebih lanjut, gagasan ini memiliki dasar bahwa pendapat yang ada dikumpulkan tanpa mempedulikan pendapat tersebut muncul dari siapa yang mengeluarkan pendapat (Dahlan, 2006:11).

Brainstorming adalah praktek teknik konfrensi dimana sebuah kelompok berupaya mencari solusi atas masalah tertentu dengan menghimpun semua ide yang disumbangkan oleh para anggotanya secara spontan. Brainstorming dikenal sebagai sebuah teknik untuk mendapatkan ide-ide kreatif sebanyak-benyaknya dalam kelompok guna mencari solusi dari sebuah permasalahan.

Brainstorming adalah semacam cara pemecahan masalah yang anggotanya mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang terpikirkan. Tidak ada kritik. Hatimah (2003:32) menyebutkan bahwa “curah pendapat atau branstorming merupakan suatu cara untuk menghimpun gagasan atau pendapat dari setiap warga belajar tentang suatu permasalahan.

  1. MODEL BRAINSTORMING
  1. Verbal brainstorming : Saling bertukar pikiran dalam suatu grup yang dilakukan secara verbal dengan tatap muka dan pertemuan langsung.
  2. Nominal brainstorming : Mengeluarkan ide secara terpisah, tidak saling berinraksi dengan menuliskan idenya di kertas atau komputer.
  3. Electronic brainstorming : Saling bertukar pikiran dalam suatu grup secara elektronik dengan menggunakan tools seperti Group Support System.

  1. TUJUAN dan MANFAAT
  1. Mengidentifikasi masalah.
  2. Mencari sebab-sebab yang mengakibatkan terjadinya masalah.
  3. Menentukan alternatif pemecahan masalah.
  4. Mengimplementasikan pemecahan masalah.
  5. Merencanakan langkah-langkah dalam melaksanakan suatu aktivitas.
  6. Mengambil keputusan ketika masalah terjadi.
  7. Melakukan perbaikan (improvements)

  1. SYARAT-SYARAT
  1. Pada permulaan pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap peserta memberikan jawaban atau tanggapan (curah pendapat).
  2. Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart atau papan tulis.
  3. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapatnya, tidak boleh dikomentari oleh siapa pun.
  4. setelah semua anggota dikeluarkan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

  1. LANGKAH-LANGKAH
  1. Pemberian informasi dan motivasi
Fasilitator menjelasakan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya dan mengajak peserta untuk menyumbangkan pemikirannya

  1. Identifikasi
Peserta diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran ditampung.

  1. Klasifikasi
Semua saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya mengklasifikasikan berdasarkan criteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarakan struktur/ faktor-faktor lain.

  1. Verifikasi
Kelompok secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah diklasifikasikan. Setiap sumban saran diuji relevansinya dengan permasalahan. Apabila terdapat sumbang saran yang sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran bisa diminta argumentasinya.

  1. Konklusi (Penyepakatan)
Fasilitator/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba menyimpulkan butir-butir alternative pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.

  1. KEUNGGULAN TEKNIK BRAINSTORMING
Roestiyah (1985:74) mengungkapkan bebereapa kelebihan metode brainstorming, sebagai berikut:
  1. Brainstorming membangkitkan pendapat baru
  2. Merangsang semua anggota untuk ambil bagian
  3. Menghasilkan “reaksi santai” dalam pendapat
  4. Tidak menyita banyak waktu
  5. Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kelompok kecil
  6. Tidak memerlukan pemimpin yang terlalu hebat
  7. Hanya menggunakan sedikit peralatan yang diperlukan.
  8. Terjadi persaingan yang sehat
  9. Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan
  10. Melatih berpikir secara cepat dan tersusun logis.

  1. KELEMAHAN TEKNIK BRAINSTORMING
Berikut kelemahan-kelemahan metode brainstorm yang dikemukakan oleh (Sudjana, 2001:88) adalah sebagai berikut:
  1. Brainstorming mudah terlepas dari control
  2. Brainstorming harus dilanjutkan dengan evaluasi, jika diharapkan efektif
  3. Brainstorming mungkin sulit membuat anggota mengetahui bahwa segala pendapat dapat diterima
  4. Brainstorming anggota cenderung untuk mengadakan evaluasi segera setelah satu pendapat diajukan.
  5.  Memerlukan evaluasi lanjutan untuk menentukan prioritas pendapat yang disampaikan
  6. Cenderung beranggapan bahwa semua pendapatnya diterima.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, William F. (2000). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Jakarta: EGC
Guyton dan Hall. (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 15. Jakarta: EGC
Helmi, Zairin Helmi. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Cetakan kedua. Jakarta :  Salemba Medika.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Cetakan kelima. Jakarta : Yarsif Watampone.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., (2004). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 10th edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins




0 comments:

Post a Comment

Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.