
Perkembangan
tingkat kesejahteraan ini seringkali membuat orang khawatir, apalagi
dengan tingkat penghasilannya yang di bawah rata-rata. Jangankan orang
yang berpenghasilan rendah, para elite ekonomi saja khawatir. Tapi
kekhawatiran mereka berbeda, ketakutan elite ekonomi bukan takut tidak
bisa makan, tapi mungkin takut tidak bisa jalan-jalan keluar negeri,
tidak bisa menyekolahkan anaknya di universitas ternama di dunia, tidak
bisa menambah aset propertinya, dan ketakutan-ketakutan berkelas
lainnya. Atau mungkin hanya takut progresifitas pendapatan tidak
sesignifikan hari ini, saya hanya menerka. Tetapi bagaimanapun,
ketakutan-ketakutan itu membuat hati dan pikiran diperbudak oleh dunia.
Membuat isi pikiran hanya tentang dunia, setiap hari mengejar dunia.
Lupa bersyukur, dan mengkufuri segala nikmat yang sudah diberikan oleh
Allah SWT. Ketika dunianya diambil oleh Allah, maka yang datang hanya
keputusasaan, menyalahkan takdir, bahkan tidak bisa menemukan jalan
hidupnya lagi sebagai manusia. Ini semua karena hatinya hampa, kurang
syukur, dan dikendalikan nafsu dunia, seolah segala yang dia miliki
sekarang adalah hidup dan matinya.
Realitanya
sekarang, banyak orang menjadi lupa diri, menghalalkan segala cara
untuk mendapatkan apa yang disebut kesejahteraan menurut persepsi
masing-masing. Mencuri, merampok, korupsi, cuci uang, penggelapan harta,
perdagangan orang dan sederet kejahatan lainnya demi memenuhi kebutuhan
hidup, demi memperkaya diri Ketika dunianya diambil oleh Allah, mereka
tidak kuat bangkit, akhirnya gila dan bunuh diri. Kenapa menempuh jalan
yang haram padahal Allah memberkahi manusia dengan tangan, kaki, akal
pikiran, tenaga, seperangkat panca indera, jantung yang berdetak, darah
yang mengalir, saraf-saraf yang saling sinergi dan lain-lain untuk
mendukung manusia menjadi insan yang terpuji, makhluk yang terbaik.
Kenapa harus berputus asa padahal nikmat dan kasih sayang Allah begitu
banyak dan terus mengalir untuk hamba Nya. Hilangnya rasa syukur membuat
dunia membutakan manusia sehingga tidak menyadari betapa banyak
potensi, berkah, dan nikmat yang Allah anugerahkan.
Andai
hati penuh syukur, walau di dompet uang tinggal dua ribu perak juga
masih cari-cari alasan buat bersyukur walau hati ketir-ketir hari ini
gak bisa makan. “Alhamdulillah tinggal 2000, yang penting badan sehat
wal afiat untuk cari rizki”. Andai hati penuh syukur, walau kena PHK
juga masih cari-cari alasan untuk bangkit walau listrik dan kontrakan
masih nunggak. “Alhamdulillah, kena PHK, padahal kontrakan sama listrik
masih nunggak 2 bulan, tidak apa-apa Allah masih ngasih aku mata untuk
mencari sumber rizki yang lain” Masya Allah, kalau hati sudah bersyukur
seperti ini, hidup jadi tentram. Jadi timbul semangat untuk cari rizki
yang halal. Jadi timbul kesabaran menjalani hidup.
Saya
jadi teringat salah satu pasien saya di rumah sakit. dia adalah seorang
anak kecil, 5-6 tahunan kira-kira. Dia dirawat karena mengalami
kebutaan akibat suatu hal. Selama dia dirawat masya Allah, dia tidak
pernah murung atau bersedih seperti kebanyakan pasien yang kehilangan
penglihatannya. Bahkan setiap hari dia menyanyi lagu anak-anak yang
kesukaannya dengan riang. Suaranya yang nyaring dan merdu membuat
tetangganya sesama pasien ikut gembira mendengarnya, membuat saya dan
tenaga kesehatan lain yang merawatnya juga ikut senang, barangkali
semangat anak ini sampai pada hati saya dan mereka. Anak ini tidak
bersedih walau tidak bisa melihat lagi, karena baginya yang terpenting
adalah dia masih punya ibu dan ayah. Ibu dan ayah yang selalu sayang dan
cinta. Mungkin bagi saya pribadi atau mungkin sebagian orang, pasti
akan sangat sulit untuk menjalani hidup tanpa penglihatan, bahkan
membayangkannya saja sudah sangat sulit. Tidak bisa melihat wajah
orang-orang yang kita sayangi, tidak bisa melihat awan, tidak bisa
melihat gunung, semuanya hitam pekat, sangat menakutkan. Tapi anak ini
seolah mengajarkan bahwa, penglihatan adalah nikmat Allah yang
sewaktu-waktu bisa diambil, nikmat yang tidak untuk dibanggakan dan
diperjuangkan mati-matian karena dia hanya titipan. Masih ada
nikmat-nikmat lain yang Allah berikan dan harus senantiasa kita syukuri.
Anak ini seolah berkata “Alhamdulillah, tidak apa-apa aku tidak bisa
melihat, aku bersyukur Allah masih memberiku ayah dan ibu yang selalu
mencintaiku”. Anak kecil yang masih polos dan lugu ini telah
menunjukkan sebuah kesabaran dalam menetapi rasa syukur atas segala hal
yang Allah berikan kepadanya.
Dari
sini semoga saya dan kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran,
agar kita senantiasa bersemangat menumbuhkan rasa bersyukur di dalam
hati atas segala yang kita peroleh dan apapun yang Allah takdirkan
kepada kita. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan kepada hati-hati
yang lemah ini agar bisa menjaga hati ini tetap istiqomah untuk
bersyukur, kapanpun dan dimanapun dalam menjalani kehidupan ini.
“Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
“Dan
Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan
kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak
mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).
*Rio Cristianto
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.