BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Glomerulus Normal
Glomerulus
terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks
dan medula (“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk
lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian
berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya
kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu
permulaan tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri
atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut
mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”.
Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM
= glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata
bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah
dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana
basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam
keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (” crescent”).Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
- glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
- glomerulus
jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan
medula dan merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk
reabsoprsi air dan slut.
2.2 Definisi
Glomerulonefritis
akut adalah inflamasi gelungan kapiler di dalam glomerulus ginjal.
Glomerulonefritis akut megacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana
terjadi reaksi inflamasi pada glomerulus. Penyakit ini bukan penyakit
infeksi ginjal tetapi efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh. Pada
kebanyakan kasus, stimulus dari reaksi adalah infeksi yang diakibatkan
oleh streptokokus A pada tenggorokan yang mengawali awitan
glomerulonefritis sampai interval 2-3 minggu. Produk streptokokus
bertindak sebagai antigen, mestimulasi antibodi yang bersirkulasi
menyebabkan cidera ginjal.
Glomerulonefritis
dapat juga disertai demam scarlet (demam yang muncul karena infeksi
bakteri streptokokus sehingga muncul ruam merah dan radang tenggorokan)
dan impetigo (infeksi purulen akut yang menular) serta infeksi virus
akut. Contohnya, ISPA, gondongan, varisela, Epstein-barr, hepatitis B,
dan infeksi HIV. Proses inflamasi ginjal yang melibatkan reaksi
antigen-antibodi sekunder terhadap infeksi di tempat lain pada tubuh;
faktor pencetus paling umum adalah streptokokus beta hemolitik grup A.
Glomerulonefritis
adalah penyakit yang mengenai glomeruli kedua ginjal. Factor
penyebabnya antara lain reaksi imunologis (Lupus eritematosus sistemik,
infeksi streptokokus, cedera vascular (hipertensi), dan penyakit
metabolic (diabetes mellitus). Glomerulonephritis akut yang paling lazim
adalah yang akibat infeksi streptokokus. Glomerulonephritis akut
biasanya terjadi sekitar 2-3 minggu setelah serangan infeksi
streptokokus. Faring, tonsil, dan kulit (empetigo) merupakan tempat
infeksi primer. Penyakit ini banyak mangenai anak-anak usia prasekolah
dan anak-anak umur sekolah.
- Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi kelompok infeksi dan non infeksi:
- Infeksi
Infeksi
streptokokus beta-hemolitikus group A terjadi sekitar 5-10% pada orang
dengan radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Penyebab nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus dan parasit.
- Non-infeksi
Penyakit
sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik (SLE),
vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener. Kondisi
penyabab lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Bare.
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut
Brunner dan Suddarth. Biasanya terjadi sakit kepala, malaise, edema
fasial dan nyeri tekan. Umum terjadi hipertensi ringan sampai berat dan
nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA).
Tanda dan gejala yang lain sebagai berikut:
- Riwayat faringitis dan tonsillitis
- Edema perifer dan periorbital
- Letargi dan malaise (meriang)
- Oliguria
- Edema perifer dan periorbital
- Hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut kostovertebral (CVA)
- Pucat
- Anoreksia
- Hipertermi
- Urin berwarna seperti teh
- Nyeri pinggang
2.5 Patofisiologi
Diduga
terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus
yang merupakan unsur membran plasma streptococcal spesifik. Terbentuk
kompleks antigen-antibodi di dalam darah dan bersirkulasi ke dalam
glomerulus, kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membrane
basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan
peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit
menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membrane basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang
diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel
darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh
ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks
komplomen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul sub
epitel pada mikroskop electron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi
PMN.
Menurut
penelitian yang dilakukan, penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari
reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang
timbul dari infeksi) mengendap di membrane basalis glomerulus. Aktivasi
komplemen yang menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks
ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada
cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada sub endotel membrane basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membrane basalis dan terperangkap pada
sisi epitel. Baik antigen atau antibody dalam kompleks ini tidak
mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron, cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karakteristik pada mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi
terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibody
seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,
C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh immunoglobulin ini terkadang dapat
diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptococcus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya,
terbentuk autoantibody terhadap IgG yang telah berubah tersebut.
Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian
mengendap di ginjal.
Streptokinase yang
merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
Glomerulonefritis. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan system komplemen
sehingga terjadi cascade dari system komplemen.
Pola
respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau
dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel
mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan
membrane basalis, serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika
kompleks terutama terletak subendotel ataus ubepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan
sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka
respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membrane
basalis glomerulus berangsur- angsu rmenebal dengan masuknya
kompleks-kompleks kedalam membrane basalis baru yang dibentuk pada sisi
epitel.
Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks
imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian
ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.
Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami
agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel,
sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah
menembus membrane basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat
berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah
antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu
atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit
kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat
ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post
steroptokokus.
Hasil
penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
- Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
- Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
- Streptococcus
nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen
yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane
basalis ginjal.
- Pemeriksaan Diagnosis
- Laju endap Darah (LED) meningkat
- Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
- Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin darah meningkat bilafungsi ginjal mulai menurun
- Jumlah urine berkurang
- Berat jenis meninggi
- Hematuria makroskopis ditemukan pada 50% pasien
- Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit dan hialin
- Titer
antistreptolisin O (ASO) umumnya meningkat jika ditemukan infeksi
tenggorok, kecuali kalau infeksi streptokokus yang mendahului hanya
mengenai kulit saja
- Kultur sampel atau asupan alat pernapasan bagian atas untukidentifikasi mikroorganisme
- Biopsi
ginjal dapat diindikasikan jika dilakukan kemungkinantemuan adalah
meningkatnya jumlah sel dalam setiap glomerulusdan tonjolan subepitel
yang mengandung imunoglobulin dan komplemen.
- Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan Medis
Tidak ada pengobatan yag khusus yang memengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
- Istirahat
mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6-8 minggu. tetapi
penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4 minggu tidak berakibat
buruk bagi perjalanan penyakitnya
- Pemberian
penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotic ini tidak memengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangimenyebarnya infeksi
streptococcus yang mungkin masih ada.Pemberian penisilin dianjurkan
hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksi yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas
yang menetap.Secara teoretis anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman
neritogenlain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
- Makanan
pada fase akut diberikan makanan rendah protein 1 g/kg BB/hari) dan
rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada pasien dengan suhu
tinggi dan makanan biasa bila suhunormal kembali. Bila ada anuria
atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. pada pasien
dengan tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan,sedangkan bila ada komplikasi seperti ada gagal jantung,
edema,hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
- Pengobatan terhadap
hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk
menenangkan pasien sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula
diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kg BB secara intramuscular. Bila
terjadi dieresis 5-10 jam kemudian, selanjutnya pemberian
sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena member efek toksis.
- Bila
anuria berlangsung lama (5-7/hari), maka ureum harus dikeluarkan dari
dalam darah. Dapat dengan cara peritoneumdialysis, hemodialisisi,
tranfusi tukar dan sebagainya.
- Diuretikum
dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut,tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1mg/kg BB/kali) dalam
5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
- Bila timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien
GNA perlu dirawat dirumah sakit karena memerlukan pengobatan/pengawasan
perkembangan penyakitnya untuk mencegah penyakit menjadi lebih buruk.
hanya pasien GNA yang tidak terdapat tekanan darah tinggi, jumlah urine
satu hari paling sedikit 400ml dan keluarga sanggup setra mengerti boleh
dirawat diruah di bawah pengawasan dokter. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan adalah gangguan faal ginjal, resiko terjadi komplikasi,
diet, gangguan rasaaman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.
Gangguan faal ginjal. Ginjal
diketahui sebagai alat yang salah satu dari fungsinya adalah
mengeluarkan sisa metabolism terutama proteinsebagai ureum, juga kalium,
fosfat, asam urat, dan sebagainya. Karena terjadi kerusakan pada
glumerolus (yang merupakan reaksi autoimunterhadap adanya infeksi
streptococcus ekstrarenal) menyebabkan gangguan filtrasi glomerulus dan
mengakibatkan sisa-sia metabolismtidak dapat diekskresikan maka di dalam
darah terdapat ureum, dan lainnya lagi yang disebutkan di atas
meninggi. Tetapi tubulus karena tidak terganggu maka terjadi penyerapan
kembali air dan ion natriumyang mengakibatkan banyaknya urine berkurang,
dan terjadilah oliguria sampai anuria. untuk mengetahui keadaan ginjal,
pasien GNA perlu dilakukan pemeriksaan darah untuk fungsi ginjal, laju
endap darah (GNA), urine,dan foto radiologi ginjal. Urine perlu
ditampung selama 24 jam, diukur banyaknya dan berat jenisnya (BJ)
dicatat pada catatan khusus (catatan pemasukan/pengeluaran cairan). Bila
dalam 24 jam jumlah urine kurang dari 400 ml supaya memberitahukan
dokter. Tempat penampung urine sebaiknya tidak dibawah tempat tidur
pasien karena selain tidak sedap dipandang juga menyebabkan bau urine
didalam ruangan. penampung urine harus ada tutupnya yang cocok, diberi
etiket selain “nama” juga jam dan tanggal mulai urine ditampung.
Hati-hati jika ada nama yang sama jangan tertukar; tuliskan juga nomor
tempattidur atau nomor register pasien. Tempat penampung urine harus
dicuCi bersih setiap hari; bila terdapat endapan yang sukar
digosok pergunakan asam cuka, caranya merendamkan dahulu beberapa
saat baru kemudian digosok pakai sikat. untuk membantu lancarnya
dieresisdi samping obat-obatan pasin diberikan minum air putih dan
dianjurkan agar anak banyak minum (ad libitum) kecuali jika banyaknya
urine kurang dari 200 ml. berapa banyak pasien dapat menghabiskan minum
air supaya dicatat pada catatan khusus dan dijumlahkan selama 24 jam.
Kepada pasien yang sudah mengerti sebelum mulai pencatatan
pengeluaran/pemasukan cairan tersebut harus diterangkaan dahulu mengapa
ia harus banyak minum air putih dan mengapa air kemih harus ditampung.
Jika anak akan buang air besarsupaya sebelumnya berkemih dahulu ditempat
penampungan urine baru ke WC atau sebelumnya gunakan pot lainnya.
Dengan demikian bahwa banyaknya urine adalah benar-benar dari
keseluruhan urine pada hari itu.
Resiko terjadi komplikasi. Akibat
fungsi ginjal tidak fisiologis menyebabkan produksi urine berkurang,
sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan sehingga terjadi uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia, hidremia, dan sebagainya. Keadaan ini
akan menjadi penyebab gagal ginjal akut atau kronik (GGA/GGK) jika tidak
secepatnya mendapatkan pertolongan. Karena adanya retensi air dan
natrium dapat menyebabkan kongesti sirkulasi yang kemudian menyebabkan
terjadinya efusi ke dalam perikard dan menjadikan pembesaran jantung.
Jika keadaan tersebut berlanjut akan terjadi gagal jantung. Keadaan
uremia yang makin meningkat akan menimbulkan keracunan pada otak yang
biasanya ditandai dengan adanya gejala hipertensi ensefalopati, yaitu
pasien merasa pusing, mual, muntah, kesadaran menurun atau bahkan lebih
parah atau untuk mengenal gejala komplikasi sedini mungkin pasien
memerlukan:
- Istirahat
- Pengawasan tanda-tanda vital bila terdapat keluhan pusing (+)
- Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine periksalah dahulu apakah pasien berkemih di tempat lain dan keadaan umumnya.
- Jika
pasien mendapat obat-obatan berikanlah pada waktunya dan tunggu sampai
obat tersebut betul-betul telah diminum (sering terjadi obat tidak
diminum dan disimpan di bawah bantal pasien). Jika hal itu terjadi
penyembuhan tidak seperti yang diharapkan.
- Diet.
Bila ureum darah melebihi 60 mg % di berikan protein 1 g/kgBB/hari dan
garam 1 g/hari (rendah garam). Bila ureum antara 40-60 mg% protein
diberikan 2 g/kg BB/hari dan masih rendah garam. Jika pasien tidak mau
makan karena merasa mual atauingin muntah atau muntah-muntah segera
hubungi dokter, siapkan keperluan infuse dengan cairan yang biasa
dipergunakan ialah glukosa 5-10% dan selanjutnya atas petunjuk dokter.
Jika infusediberikan pada pasien yang tersangka ada kelainan jantung
atau tekanan darahnya tinggi, perhatikan agar tetesan tidak melebihi
yang telah dipergunakan dokter, bahayanya memperberat kerja jantung.
- Gangguan rasa aman dan nayaman
Untuk
memberikan rasa nyaman kepada pasien disarankan agar sering kontak dan
berkomunikasi dengan pasien akan menyenangkan pasien. agar pasien tidak
bosan pasien dibolehkan duduk dan melakukan kegiatan ringan misalnya
membawa buku (anak yang sudah sekolah), melihat buku gambar atau bermain
dengan teman yang telah dapat berjalan. Sebagai perawat kita juga harus
mendampingi/mengajak bermain dengan pasien yang memerlukan hiburan agar
tidak bosan
- Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit
Penjelasan yang perlu disampaikan kepada orang tua pasien adalah
- Bila ada
anak yang sakit demam tinggi disertai rasa sakit menelan atau batuk dan
demam tinggi hendaknya berobat ke dokter/pelayanan kesehatan supaya
anak mendapatkan pengobatan yang tepat dan tepat.
- Jika
anak sudah terlanjur menderita GNA selama dirawat dirumah sakit, orang
tua diharapkan dapat membantu usaha pengobatannya misalnya untuk
pemeriksaan atau tindakan, sering memerlukan biaya yang cukup banyak
sedangkan rumah sakit tidak tersedia keperluan tersebut. (sebelumnya
orang tuadiberi penjelasan mengenai perlunya pengumpulan urine dan
mencatat minum anak selama 24 jam, untuk keperluan pengamatan
perkembangan penyakit anaknya).
- Bila
pasien sudah boleh pulang, dirumah masih harus istirahat cukup. Walaupun
anak sudah diperbolehkan sekolah tetapi belum boleh mengikuti kegiatan
olahraga. makanan, garam masih perlu dikurangi sampai keadaan urine
benar-benar normal kembali (kelainan urine, adanya eritrosit dan
sedikit protein akan masih diketemukan kira-kira 4 bulan lamanya). Jika
makanan dan istirahatnya tidak diperhatikan ada kemungkinan penyakit
kambuh kembali. Hindarkan terjadinya infeksi saluran pernapasan terutama
mengenai tenggorokan untuk mencegah penyakit berulang. Kebersihan
lingkungan perlu dianjurkan agar selalu diperhatikan khususnya
streptococcus yang menjadi penyebab timbulnya GNA. Pasien harus kontrol
secara teratur untuk mencegah timbulnya komplikasi yang mungkin terjadi
seperti glomerulus kronik atau bahkan sudah terjadi gagal ginjal akut.
Juga petunjuk mengenai kegiatan anak yang telah boleh dilakukan.
2.9 komplikasi
- GGA (Gagal Ginjal Akut)
GNA
peradangan pada glomerulus apabila hal tersebut terjadi terus menerus
dan tidak di tangani maka fungsi ginjal menurun untuk mengimbangi
fungsinya maka ginjal tesebut akan lebih kerja dari batas kemampuan
ginjal
- Oliguri sampai
anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Oliguria sampai
anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau
aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal
ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
- Esefalopati
hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang.
Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema
otak.
- Terdapat gejala
berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal
ini disebabkan spasme pembuluh darah local dengan anoksia dan edema
otak.
- Gangguan sirkulasi
berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah, pembesaran jantung dan
meningkatnya TD yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan
di miocardium.
- Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis eritropoetik yang menurun.
2.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi
pada usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2
tahun, lebih banyak pria dari pada wanita (2 : 1). Timbulnya glomerulo
nephirits akut (GNA) didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di
traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus
beta hemolitikus gol A. Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi.
Pada Glomerulonefritis Akut sebagian besar pasien dapat sembuh, tetapi
5% diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 - 10 setelah awal
penyakit dengan menghilangnya sebab dan secara bertahap tekanan darah
menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik
dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Menurut Potter
menemukan kelainan sediment urine yang menetap ( proteinuria dan
hematuria ) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di
Trinidad.
Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi
normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik
dapat menetap selama 4-6 minggu pada Glomerulonefritis Akut. LED
meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine dan
dapat menetap untuk beberapa bulan. Eksaserbasi kadang-kadang terjadi
akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi umumnya tidak
mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan
urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis
kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk
mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi pada
kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna,
2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi
glomerulonefritis kronis.
Glomerulonefritis kronik terjadi penurunan fungsi ginjal dan dapat
berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang dapat berlangsung cepat
sehingga berakhir dengan kematian, dalam 5 - 10 tahun kedepan tergantung
pada kerusakan ginjal
2.11 Asuhan Keperawatan Teori
- Pengkajian
- Anamnesa
- Identitas klien
Meliputi
nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, alamat, nomor
telepon, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku,
bangsa, dan nama penanggung jawab klien.
- Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada pinggang, urin berdarah, wajah kaki bengkak, pusing dan badan cepat lelah.
- Riwayat penyakit
- Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritemateosus
- Riwayat
Penyakit Sekarang : klien mengeluh bengkak seluruh tubuuh, kencing
berwarna seperti cucian daging atau berdarah , tidak nagfsu makan, mual,
muntah, dan diare. Badan panas saat hari pertama sakit.
- Riwayat Penyakit Keluarga : Adakah keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa.
- Pola aktivitas sehari-hari
- Pola
nutrisi dan metabolic : Pasien mengatakan bahwa badan panas pada hari
pertama sakit. Mual, muntah, dan terjadi anoreksia juga menyebabkan
intake nutrisi menjadi tidak adekuat.
- Pola eliminasi : Tidak terdapat gangguan eliminasi alvi. Eliminasi uri ditemukan hematuria dan terdapat protein dalam urin.
- Pola aktivitas : Klien mengeluh cepat lelah untuk melakukan aktivitas.
- Psikososial spiritual
Meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk mendapatkan hasil yang
jelas terhadap status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Masalah
kesehatan pada sistem perkemihan menimbulkan respon maladaptif terhadap
konsep diri klien sehingga tingkat stres emosional dan mekanisme koping
yang digunakan berbeda-beda. Nyeri juga memberikan stimulus akan
kecemasan dan ketakutan klien.
- Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum
Kesadaran
pasien kompos mentis namun menunjukkan kelemahan dan terlihat sakit,
apabila pasien datang pada fase awal akan didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi meningkat, terjadi peningkatan pada
tekanan darah.
- B1 (breathing)
Tidak ditemukan masalah pada pola napas
- B2 (blood)
Peningkatan
tekanan darah sekunder adalah tanda dari glomerulonefritis yang
disebabkan oleh retensi natrium dan air yang berdampak pada
kardiovaskuler yang akan terjadi penurunan perfusi jaringan.
- B3 (brain)
Terdapat
konjungtiva yang anemis dan edema wajah terutama periorbital. Pasien
beresiko kejang sekunder akibat gangguan elektrolit.
- B4 (bladder)
Terdapat
edema pada ektremitas dan wajah. Warna urin menjadi seperti cola karena
proteinuri dan hematuri. Saat dipalpasi terdapat nyeri tekan ringan
pada bagian kostovetebra. Perkusi pada sudut kostovertebra akan
ditemukan nyeri ringan lucal yang menjalar ke pinggang dan abdomen.
- B5 (bowel)
Mual, muntah, dan anoreksia yang menyebabkan penurunan intake nutrisi
- B6 (bone)
Pasien mengeluh sering cepat lelah saat melakukan aktivitas sehari-hari.
- Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS: pasien mengeluh nyeri bagian kostovertebra
DO:
P: glomerulonefritis akut
Q:
R: nyeri pada daerah kostovertebra
S: pasien mengatakan skala nyeri 4 (0-10)
T: nyeri hilang timbul
Vital sign:
TD : >120/80 mmHg
S : 370C
N :>100 x/menit
RR : normal
|
Glomerulonefritis akut
↓
Terbentuk
Asam Arachidonat
↓
Terbentuk substansi nyeri
↓
Respon saraf sensori dan perifer
↓
Sensitivitas pada neuron primer aferen
↓
Nyeri akut
|
Nyeri akut
|
2
|
DS: Klien mengeluh mata, tangan dan kaki bengkak
Melaporkan BB meningkat dalam periode singkat
DO:
- tampak adanya edema (ekstremitas/periorbital/abdomen)
- pemeriksaan urinalisis didapatkan proteinuria > 3,5 gr/hr
- Timbang berat badan didapatkan meningkat di atas normal
|
Glomerulonefritis akut
↓
Aktivasi komplemen
↓
Menarik leukosit dan trombosit ke glomerulus
↓
Pengendapan fibrin dan pembentukan jaringan parut
↓
Membran glomerulus menebal
↓
Penurunan volume urin,
↓
retensi cairan dan natrium,
↓
Kelebihan volume cairan
|
Kelebihan volume cairan
|
3.
|
DS:
Klien mengeluh tidak nafsu makan.
DO:
- Pasien hanya menghabiskan setengah dari porsi makan.
- Jenis diet: tinggi kalori
- A : BB meningkat karena cairan edema
- B : hB 13,1 g/dL, Albumin<3,2 g/dL.
- C : klien hanya menghabiskan setengah dari porsi makan, klien tampak lemas.
- D : klien mnedapatkan terapi tinggi kalori .
|
Glomerulonefritis akut
↓
Aktivasi komplemen
↓
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus
↓
Protein plasma dan eritrosit bocor melalui glomerulus
↓
Proteinuria & hematuria
↓
Respon sistemik : Mual, muntah,anoreksia
↓
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
- Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada neuron primer aferen
- Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi cairan dan natrium
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
- Intervensi dan Rasional
- Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas pada neuron primer aferen
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam, skala nyeri yang dilaporkan berkurang.
Kriteria Hasil :
- skala nyeri 1-3
- wajah tidak meringis
- dapat melakukan tehnik relaksasi yang efektif
Intervensi
|
Rasional
|
- Observasi secara PQRST dan karakteristik nyeri yang dirasakan (menetap, hilang timbul, kolik) serta catat temuan yang didapat
|
Membantu
membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang
kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi, dan keefektifan
intervensi
|
- Kompres hangat pada area yang nyeri
|
Efek dilatasi memberikan respons spasme akan menurun
|
- Bantu klien untuk menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi
|
Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat meningkatkan koping
|
- Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam saat nyeri muncul
|
Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan stimulus internal
|
- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman
|
Tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan intraabdomen
|
- Kolaborasi pemberian obat analgesik sesuai indikasi
|
Memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
|
- Kelebihan volume cairan berhubungaan dengan retensi cairan dan natrium
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan
terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada udema pada tubuh serta
pengeluaran urin kembali normal
Kriteria Hasil:
- Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jam-dewasa, anak-anak ½ - 1 cc/kg BB/jam)
- Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
- Denyut nadi normal (80-100x/menit)
- Tidak terjadi acites/oedema pada perut
Intervensi
|
Rasional
|
- Pantau input dan output urine serta hitung keseimbangan cairan
|
Pemantauan input dan output urine serta menghitung keseimbangan cairan dapat membantu mengevaluasi status cairan klien
|
- Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, perhatikan hipertensi,nadi kuat, distensi vena leher
|
Sebagai deteksi dini untuk mengetahui timbulnya komplikasi
|
- batasi cairan tergantung pada status volume cairan
|
Menghindari terjadinya acites
|
- Awasi natrium serum
|
Sebagai deteksi dini adanya hipernatremi
|
- Kolaborasi pemeriksaan laboratorium untuk kadar elektrolit
|
Untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh klien, sehingga ketidakseimbangan elektrolit dapat dicegah
|
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, nutrisi dan zat gizi klien terpenuhi optimal
Kriteria Hasil :
- BB klien meningkat > 4kg sesuai proporsi tubuhnya
- Nafsu makan klien baik
- Nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
Intervensi
|
Rasional
|
- Monitoring intake makanan setiap hari. Dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan atau kenaikan
|
Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi adanya gangguan pada GIT
|
- Auskultasi bising usus
|
Bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motilitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorbsi
|
- Berikan makanan sedikit-sedikit namun sering
|
Memberikan makanan sedikit namun sering akan lebih efektif guna sebagai cadangan makanan untuk klien
|
- Hindari
pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (misalnya,
teh, kopi, dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan
diare (misalnya, apel/ jambu)
|
Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbs nutrisi yang diperlukan
|
- Evaluasi
- Nyeri pasien berkurang
- rasa nyaman pasien bertambah
- Asupan dan haluaran pasien seimbang
- Berat badan pasien kembali normal
BAB III
ASKEP KASUS
- Kasus
Tn.
R ( 37 tahun ) dirawat di RSUA pada tanggal 3 Maret 2015 dengan keluhan
BAK agak berkurang dan air kencing berwarna seperti teh pekat.
Sebelumnya, pasien pernah mengalami radang tenggorokan. Selain itu,
pasien juga mengalami mual dan muntah sehingga nafsu makannya menurun
danbadannya lemas. Perawat menemukan adanya konjungtiva anemis, edema
pada ekstremitas dan pasien terlihat sembab disekitar mata. Pada saat
dilakukan palpasi, didapatkan nyeri tekan ringan pada area
kostovertebra. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 155/100
mmHg, N 100x/menit, RR 20x/menit dan suhu 37,5 derajat Celsius. Pasein
juga dilakukan pemeriksaan urinalisis yang didapatkan adanya proteinuria
dan hematuria. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan BUN: 25 mg/dl,
Albumin: 3 gr/dl dan Hb: 10 gr/dl.
- Pembahasan Kasus
- PENGKAJIAN
- Anamnesa
- Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Surabaya
Tanggal MRS : 3 Maret 2015
- Keluhan utama
Pasien mengatakan bahwa BAKnya agak berkurang dan air kencingnya berwarna seperti teh pekat.
- Riwayat penyakit sekarang
Pasien
dirawat di RSUA dengan keluhan BAK agak berkurang dan air kencing
berwarna seperti teh pekat. Selain itu, pasien juga mengalami mual dan
muntah sehingga nafsu makannya menurun dan badannya lemas. Perawat
menemukan adanya konjungtiva anemis, edema pada ekstremitas dan pasien
terlihat sembab disekitar mata. Pada saat dilakukan palpasi, didapatkan
nyeri tekan ringan pada area kostovertebra
- Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami radang tenggorokan.
- Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit infeksi maupun penyakit turunan.
- Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum : Kesadaran pasien kompos mentis
Tanda – tanda vital :
S = 37, derajat Celsius, TD = 155/100mmHg, RR = 20x/menit, N = 100x/menit
- B1 ( Breating )
Tidak ditemukan masalah pada pernapasan
- B2 ( Blood )
Terjadi peningkatan tekanan darah, akral hangat.
- B3 ( Brain )
Sadar, badan lemas, daerah di sekitar mata tampak sembab, konjungtiva anemis.,
- B4 ( Bladder )
Terdapat
edema pada ekstremitas dan wajah, perubahan warna urin yaitu berwarna
seperti teh pekat karena proteinuria dan hematuria serta frekuensi BAK
berkurang, pada saat palpasi didapatkan nyeri tekan ringan pada area
kostovertebra.
- B5 ( Bowel )
Nafsu makan menurun, mual dan muntah
- B6 ( Bone and Integumen )
Pasien tampak lemah, terdapat edema pada ekstremitas dan sembab di sekitar mata
- Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan urinalisis terdapat hematuria dan proteinuria.
- Pada pemeriksaan laboratorium BUN: 25 mg/dl, Albumin: 3 mg/dl dan Hb: 10 gr/dl
- ANALISA DATA
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS :Pasien mengeluh nyeri tekan ringan pada area kostovertebra saat dilakukan palpasi.
DO :
P = glomerulonefritis akut
Q = -
R = nyeri pada daerah kostovertebra
S = pasien mengatakan skala nyeri 5 (0-10)
T = nyeri hilang timbul
|
Glomerulonefritis akut
↓
Inflamasi pada glomerulus
↓
Terbentuk substansi nyeri
↓
Nyeri akut
|
Nyeri akut b.d adanya proses inflamasi pada glomerulus
|
DS : Pasien mengeluh mata dan kaki bengkak
DO :
- Terdapat edema pada ekstremitas dan sembab di sekitar mata pasien.
- Terjadi peningkatan BB pasien di atas normal
- Terjadi hipertensi
|
Glomerulonefritis akut
↓
Aktivasi komplemen
↓
Menarik leukosit dan trombosit ke glomerulus
↓
Pengendapan fibrin dan pembentukan jaringan parut
↓
Membran glomerulus menebal
↓
Penurunan volume urin,
↓
retensi cairan dan natrium,
↓
Kelebihan volume cairan
|
Kelebihan volume cairan
|
DS : Pasien mengeluh tidak nafsu makan dan mengalami mual dan muntah
DO :
- A : BB meningkat karena cairan edema
- B : Hb 10gr/dL, Albumin 3 gr/dL, BuN 25 mg/dl
- C : klien hanya menghabiskan setengah dari porsi makan, klien tampak lemas.
- D : klien mendapatkan terapi tinggi kalori .
|
Glomerulonefritis akut
↓
Aktivasi komplemen
↓
Gangguan permeabilitas selektif kapiler glomerulus
↓
Protein plasma dan eritrosit bocor melalui glomerulus
↓
Proteinuria & hematuria
↓
Respon sistemik : Mual, muntah,anoreksia
↓
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
DS : Pasien mengatakan dirinya merasa lemas
DO :
- Pasien tampak pucat dan lemah
- Proteinuria
- Konjungtiva anemis
- Edema ekstremitas
|
Glomerulonefritis
Akut
↓
Kapiler glomerulus
Bocor
↓
Protein yang dibentuk ginjal keluar
dalam urin
↓
Proteinuria
↓
Tubuh lemas
↓
Intoleransi aktivitas
|
Intoleransi aktivitas b.d proteinuria
|
- DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus
- Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan fungsi ginjal terganggu, retensi cairan dan natrium
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, anemia, kelemahan fisik secara umum
- INTERVENSI KEPERAWATAN
- Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi glomerulus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri
Kriteria Hasil :
- Pasien menyatakan penurunan rasa nyeri, skala nyeri 0 -1 ( 0 – 4 )
- Didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer, produksi urin > 600 ml / hari
Intervensi
|
Rasional
|
- Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
- Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
- Lakukan manajemen nyeri :
- Atur posisi fisiologis
- Istirahatkan pasien
- Manajemen lingkungan : berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
- Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
- Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
- Tingkatakan pengetahuan tentang : sebab – sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
|
Menjadi
parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan
dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian mendadak.
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang mengalami iskemia akibat respon peradangan glomerulus.
Istirahat
akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer dan akan
meningkatkan suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
.Lingkungan
tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
Meingkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.
Distraksi
( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
Pengetahuan
yang didapat membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.
Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.
|
- Dx 2 :Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan fungsi ginjal terganggu, retensi cairan dan urin
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapakan
terjadi keseimbangan cairan dan tidak ada edema pada tubuh serta
pengeluaran urin kembali normal
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda dan gejala kelebihan cairan yang ditandai dengan :
- Output dan input cairan seimbang.(1-2cc/kg BB/jam-dewasa, anak-anak ½ - 1 cc/kg BB/jam)
- Tekanan darah normal (100-120/60-90 mmHg)
- Denyut nadi normal (80-100x/menit)
- Edema ekstremitas berkurang
- Berat badan stabil
- Produksi urin < 600 ml/hari
- Pitting edema (-)
Intervensi
|
Rasional
|
- Kaji adanya edema ekstremitas.
- Pantau input dan output urine serta hitung keseimbangan cairan.
- Pantau keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, perhatikan hipertensi,nadi kuat, distensi vena leher
- Batasi cairan tergantung pada status volume cairan
- Timbang berat badan setiap hari.
- Kolaborasi pemeriksaan laboratorium untuk kadar elektrolit
- Kolaborasi untuk pemberian diuretic
|
Curiga gagal kongestif / kelebihan volume cairan.
Pemantauan input dan output urine serta menghitung keseimbangan cairan dapat membantu mengevaluasi status cairan klien
Untuk
mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat meningkatkan beban
kerja jantung serta deteksi dini untuk mengetahui timbulnya komplikasi.
Menghindari terjadinya acites/ edema.
Perubahan tiba – tiba dari berat badan menunjukkan adanya gangguan keseimbangan cairan.
Untuk mengetahui kadar elektrolit dalam tubuh klien, sehingga ketidakseimbangan elektrolit dapat dicegah.
Diuretik
bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan
di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.
|
- Dx 3 :Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,anoreksia
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi dan zat gizi klien terpenuhi optimal
Kriteria Hasil :
- BB klien meningkat > 4kg sesuai proporsi tubuhnya
- Nafsu makan klien baik
- Nilai laboratorium (misalnya, transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal.
- Klien dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
Intervensi
|
Rasional
|
- Pantau
TTV dan monitoring intake makanan setiap hari serta timbang berat badan
setiap hari serta laporkan adanya penurunan atau kenaikan.
- Hindari
pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (misalnya,
teh, kopi, dan makanan berserat lainnya) dan cairan yang menyebabkan
diare (misalnya, apel/ jambu)Berikan makanan yang disukai
- Berikan makanan sedikit-sedikit namun sering.
- Berikan makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG ( Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Gula )
|
Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi adanya gangguan pada GIT.
Peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbs nutrisi yang diperlukan.
Memberikan makanan sedikit namun sering akan lebih efektif guna sebagai cadangan makanan untuk klien.
Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban kerja jantung.
|
- Dx 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, anemia, kelemahan fisik secara umum
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam aktivitas
sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas
Kriteria Hasil :
- Taat pada rencana aktivitas
- Tekanan darah dalam batasan normal
- Mampu melakukan aktivitas secara mandiri tanpa gejala yang berat
Intervensi
|
Rasional
|
- Pantau kekurangan protein tubuh yang berlebihan.
- Berikan diet TKTP.
- Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
- Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
- Evaluasi tanda vital saat kemajuanaktivitas terjadi.
|
Protein merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh dan penurunan protein menyebabkan kelemahan
Kalori dan karbohidrat merupakan sumber energi / ATP terbesar bagi tubuh untuk melakukan aktifitas sehari – hari
.
Dengan
mengurangi aktivitas, maka akan menurunkan konsumsi oksigen jaringandan
memberikan kesempatan jaringanyang mengalami gangguan dapatmemperbaiki
kondisi yang optimal.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return
Untuk mengetahui setiap perubahan
yang terjadi selama aktivitas.
|
- EVALUASI
Hasil yang diharapkan setelah mendapat intervensi, meliputi hal – hal sebagai berikut :
- Terjadi penurunan skalanyeri.
- Asupan dan haluaran pasien seimbang
- Kelebiham volume cairan dapat diturunkan, sehingga tidak terjadi edema dan berat badan pasien kembali normal.
- Terjadi peningkatan asupan nutrisi.
- Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, SPC, MN, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Brunner, Suddarth. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Brunner and Suddarth, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Vol.2. Jakarta : EEC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Harnowo, Sapto. 2001. Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed 3, jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Morgan, peer, Kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan klinikal pathways. Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Rachmadi, Dedi. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut
Saputra, Lyndon. 2012. Medikal Bedah Renal dan Urologi. Tangerang: Binapura Aksara Publisher
Suharyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: CV. Trans Info Media
Staf Pengajar IKA UI. 2004. Standar Pelayananan Medis IDAI. Jakarta: Erlangga