
Arti
Gerakan
modern merupakan bentuk gerakan yang muncul di era berkembangnya
modernisme Eropa. Gerakan ini memiliki struktur yang jelas, AD/ART atau
semacam peraturan internal, blue print program kerja yang lebih luas dan
paten. Organisasi intrakampus yang biasa kita kenal seperti BEM, LDK,
DPM, atau organisasi ekstra kampus seperti KAMMI, IMM, HMI dll merupakan
bentuk organisasi gerakan modern.
Sejarah
gerakan modern mahasiswa diawali dengan munculnya organisai
pasca-kemerdekaan yang pertama yaitu Himpunan Mahasiswa Islam atau yang
kita kenal dengan singkatan HMI yang berdiri pada tahun 1947, kemudia
disusul Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) pada tahun 1953.
Organisasi ekstra kampus lainnya setelah itu mulai bermunculan.
Gerakan
post-modern atau bisa disebut sebagai gerakan berbasis komunitas
merupakan sebuah gerakan yang beberapa tahun terakhir tengah “naik
daun”. Gerakan ini menjamur, dan banyak digandrungi pemuda khususnya
mahasiswa. Gerakan ini memiliki organisasi dengan struktur yang
sederhana dan tidak baku, program kerja yang lebih spesifik, biasanya
hanya satu atau dua program kerja yang aplikatif, memiliki roda
organisasi yang bisa dijalankan dengan fleksibel baik waktu maupun
tempat, serta tidak terikat dengan birokrasi.
Organisasi
gerakan post-modern dapat muncul dan bubar sewaktu-waktu sebab motor
pergerakan organisasi ini adalah niat, kesanggupan, dan keinginan tiap
anggotanya. Anggota tidak memiliki kewajiban untuk terus menjalankan
organisasi, karena tidak ada peraturan yang mengikat.
Melejitnya gerakan post modern
Menjamurnya
gerakan post-modern, sehingga membuat gerakan komunitas semakin
familiar di kalangan mahasiswa bukan tanpa sebab. Gerakan post-modern
memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh gerkan modern. Seperti pola
gerakan yang fleksibel dan sederhana. Seolah memfasilitasi siapapun
untuk ikut dan berpartisipasi. Siapapun dapat berkontribusi dalam
gerakan ini, dan tidak memerlukan status keanggotaan resmi dengan
persyaratan dan kualifikasi tertentu. Untuk mengundurkan diri dari
gerakan inipun tidak memerlukan mekanisme tertentu sebagimana yang ada
di sistem gerakan modern. Hal ini membuat siapapun bisa menyesuaikan
keikutsertaannya dalam gerakan post-modern berdasarkan jadwal pribadi,
bahkan keinginan, dan kemauannya. System gerakan ini membuat mahasiswa
yang study oriented sekalipun akan nyaman di dalamnya. Sistem yang “mudah”, dan “sederhana” ini menjadi daya tarik tersendiri.
Sedangkan
gerakan modern, yang memiliki struktur baku, peraturan AD/ART yang
jelas dan mengikat terlihat seperti organisasi yang menyeramkan. Ada
serangkaian proses dan kualifikasi untuk bisa menjadi anggota resmi.
Dalam pola gerakan modern, juga terdapat sistem pengkaderan dan transfer
value untuk membekali anggotanya dengan ideologi yang kuat
terhadap organisasinya. Bagi mahasiswa yang “moh ribet” tentu gerakan
modern ini terlihat memiliki iklim yang kurang nyaman.
Gerakan
post-modern atau gerakan komunitas mungkin dapat dikatakan sebagai
gerakan horizontal atau bisa kita sebut gerakan yang bisa menjangkau
masyarakat. Gerakan ini turun langsung ke masyarakat dan mencoba menjadi
problem solver problematika faktual pada obyek masyarakat yang dituju.
Kita ambil contoh gerakan komunitas mengajar anak-anak jalanan. Mereka
berfokus untuk menyelesaikan permasalahan spesifik obyek masyarakat yang
dituju yaitu anak-anak jalanan di suatu tempat tertentu, tujuannya
untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak jalanan tersebut. Fokus
gerakannya pastilah mengajar anak-anak jalanan. Gerakan-gerakan ini
justru yang seringkali diekspos karena dianggap lebih dirasakan oleh
masyarakat dan lebih nyata memberikan solusi serta lebih kooperatif
dengan pemerintah.
Sedangkan
gerakan modern memiliki gerakan yang lebih konfontratif terhadap
pemerintah, kritis terhadap kebijakan, atau bisa kita sebut gerakan
vertical. Gerakan vertikal bisa mempengaruhi dan mengubah sistem maupun
kebijakan dan sifatnya lebih berdampak luas terhadap masyarakat. Namun,
seringkali gerakan ini dilabel sebagai gerakan yang hanya senang
demonstrasi, “minim aksi” dan kurang merakyat.
Akankah
ke depan, gerakan modern masih laku? Masihkah gerakan modern ini
diperlukan, atau gerakan post-modern saja sudah cukup untuk memecahkan
permasalahan negeri ini?
Bagaimana?
Seyogyanya
tujuan kedua gerakan ini adalah sama yaitu mewujudkan Indonesia yang
lebih baik dan menjadi problem solver problematika bangsa. Menurut
pandangan saya, kedua gerakan ini dibutuhkan dan bahkan harus ada.
Mengentas
permasalah di Indonesia bisa kita analogikan seperti menangani Anemia.
Anemia merupakan keadaan dimana tubuh kekurangan sel darah merah.
Akibatnya tubuh menjadi lemah dan pucat karena kekurangan komponen
biologis untuk mengangkut oksigen dimana oksigen merupakan sumber energy
tubuh. Anemia berat bisa mengancam nyawa seseorang bila tidak ditangani
dengan intensif dan segera. Untuk menangani Anemia berat setidaknya
memerlukan 2 tatalaksana utama, yaitu memberikan tranfusi darah untuk
mencukupi kadar sel darah merah guna mengangkut oksigen ke seluruh
tubuh. Kemudian, menangani factor kausatif (penyebab) anemia tersebut.
Misal karena perdarahan, atau karena sumsum tulang yang notabene
“pabrik” dari sel darah merah yang gagal melakukan produksi sel darah
secara adekuat.
Bangsa ini memiliki
banyak sekali problematika. Seperti Anemia berat, bangsa ini perlu
penanganan yang intensif dan segera. Gerakan modern dan post-modern
merupakan 2 komponen yang diperlukan untuk menangani problematika
tersebut. Gerakan post-modern yang memiliki gerakan horizontal, bergerak
memberikan solusi langsung di masyarakat. Gerakan modern dapat
mempengaruhi system dan kebijakan pemerintah untuk mengentas
permasalahan bangsa ini. Gerakan post-modern tanpa gerakan modern hanya
akan mengatasi permasalahan parsial karena factor kausatifnya ada di
pemerintahan yang notabene memiliki power untuk membuat
perubahan besar terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tetapi
masyarakat juga memerlukan solusi dan bantuan segera yang bisa langsung
menjangkau dan menyentuh mereka. Gerakan post-modern bisa lebih cocok
untuk menangani hal tersebut. Bila kedua gerakan ini bergerak harmonis,
dapat menjadi kekuatan untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Tantangannya
sekarang adalah, bisakah kedua gerakan ini berjalan harmonis? Ke depan,
saya yakin kedua gerakan ini akan saling menunjukkan gigi, dan
eksistensinya. Hal ini akan berdampak baik bila dilakukan dalam rangka fastabiqul khoirot memberikan
solusi untuk bangsa bukan untuk menunjukkan siapa yang terbaik. Budaya
ikut-ikutan dan “asal nimbrung” merupakan salah satu faktor yang
mengaburkan cita-cita besar sebuah gerakan akibatnya adalah lahirnya
gerakan yang melenceng dari cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang
lebih baik dan menjadi problem solver negeri ini. Entah itu gerakan yang tujuannya hanya untuk ajang riya’,
menunjukkan siapa aku dan siapa kami, siapa yang lebih baik dan tidak
lebih baik. Oleh karena itu, ideology dan visi gerakan merupakan susuatu
yang sangat vital. Siapapun yang ikut dalam barisan sebuah gerakan
harus memiliki ideologi dan visi yang besar.
Oleh : Rio Cristianto
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.