
Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah
dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai
reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat
individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung yang tersedia,dan
kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap
sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh,
dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai
dengan tahapan perkambangannya.
- Masa bayi (0—ltahun)
Masalah
utama terjadi adalah karena dampak dan perpisahan dengan orang tua
sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada
anak usia lebih dan 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena
perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis,
marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety
- Masa todler ( 2-3 tahun)
Anak
usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan.
Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya:
- Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
- Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
- Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingungannya.
- Masa prasekolah ( 3-6 tahun)
Perawatan
anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dan lingkungan yang
dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu
lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannva. Reaksi terhadap
perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secan perlahan, dan tidak
kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan di rumah sakit
mengakibatkan anak kehilangan kontrol terhadap dirinya
- Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan
dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang
dapat menimbulkan kecemasan Kehilangan control juga terjadi akibat
dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan
control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain
atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.
- Masa remaja (12— 18 tahun)
Perawatan
dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah
dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat dirumah sakit anak akan
merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut.
Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan control
terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan
dirumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitas
ini adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau
anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik din dari
keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan (isolasi )
Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah sakit (Supartini,2004):
- Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan
cemas ini mungkin dapat terjadi ketika orang tua melihat anaknya
mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, injeksi, dan
prosedur invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja membuat orang tua merasa
sedih atau bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya. Oleh
karea itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus lebih
bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.
Penelitian
membuktikan bahwa rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat
menunggu nformasi tentang diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000),
sedangkan rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut
kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995). Hal
lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa trauma terhadap
lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali membawa
anaknya untuk dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan
lingkungan baru.
Perilaku
yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan
cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal
yang sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi
wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001).
- Perasaan Sedih
Perasaan
sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi
termal dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit
kemungkinan untuk dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang
menjelang ajal, orang tua merasa sedih dan berduka. Namun di satu sisi,
orang tua harus berada di samping anaknya sembari memberikan bimbingan
spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku
isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak
kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).
- Perasaan Frustasi
Pada
kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat
anaknya yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan
kesehatan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan
psikologis dari pihak-pihak luar (seperti keluarga ataupun perawat atau
petugas kesehatan).
- Perasaan Bersalah
Perasaan
bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam
memberikan perawatan kesehatan pada anaknya sehingga anaknya harus
mengalami suatu perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh tenaga
kesehatan di rumah sakit.
Sumber :
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.