السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ...... Selamat datang di BLOG RIO CRISTIANTO. Dukung Blog ini dengan like fanspage "Rio Cristianto". Thank you, Happy Learning... ^_^

Sunday 13 November 2016

Dampak Hospitalisasi pada Anak dan Keluarga

Menurut Supartini ( 2004, hal : 189 ), berbagai macam perilaku yang dapat ditunjukkan klien anak dan keluarga sebagai respon terhadap perawatannya di rumah sakit, sebagai berikut :

Reaksi anak terhadap hospitalisasi
Setelah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, system pendukung yang tersedia,dan kemampuan koping yang dimilikinya, pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap hospitalisai sesuai dengan tahapan perkambangannya.

  1. Masa bayi (0—ltahun)
Masalah utama terjadi adalah karena dampak dan perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dan 6 bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety

  1. Masa todler ( 2-3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilakunya sesuai dengan tahapannya:
  1. Tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tuanya dan menolak perhatian yang diberikan oleh orang lain.
  2. Tahap putus asa, perilaku yang ditunjukan adalah menagis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis
  3. Tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingungannya.

  1. Masa prasekolah ( 3-6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dan lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannva. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secan perlahan, dan tidak kooperatif terhadap tenaga kesehatan, perawatan di rumah sakit mengakibatkan anak kehilangan kontrol terhadap dirinya

  1. Masa sekolah (6-12 tahun)
Perawatan dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama pada kelompok sosialnya yang dapat menimbulkan kecemasan Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat dirumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan social, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik.

  1. Masa remaja (12— 18 tahun)
Perawatan dirumah sakit menyebabkan timbulnya rasa cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat dirumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan control terhadap dirinya dan bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan dirumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitas ini adalah menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik din dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan (isolasi )

Reaksi keluarga terhadap hospitalisasi
Berikut beberapa reaksi orang tua saat anak mereka dirawat di rumah sakit (Supartini,2004):

  1. Perasaan Cemas dan Takut
Perasaan cemas ini mungkin dapat terjadi ketika orang tua melihat anaknya mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, injeksi, dan prosedur invasiof lainnya. Hal ini mungkin saja membuat orang tua merasa sedih atau bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya. Oleh karea itu, pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus lebih bijaksana bersikap pada anak dan orang tuanya.
Penelitian membuktikan bahwa rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua saat menunggu nformasi tentang diagnosis penyakit anaknya (Supartini, 2000), sedangkan rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang terminal (Brewis, 1995). Hal lain yang mungkin menyebabkan rasa cemas adalah rasa trauma terhadap lingkungan rumah sakit, ataupun rasa cemas karena pertama kali membawa anaknya untuk dirawat di rumah sakit sehingga merasa asing dengan lingkungan baru.
Perilaku yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah (Supartini, 2001).

  1. Perasaan Sedih
Perasaan sedih sering muncul ketika anak pada saat anak berada pada kondisi termal dan orang tua mengetahui bahwa anaknya hanya memiliki sedikit kemungkinan untuk dapat sembuh. Bahkan ketika menghadapi anaknya yang menjelang ajal, orang tua merasa sedih dan berduka. Namun di satu sisi, orang tua harus berada di samping anaknya sembari memberikan bimbingan spiritual pada anaknya. Pada kondisi ini, orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain, bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000).

  1. Perasaan Frustasi
Pada kondisi ini, orang tua merasa frustasi dan putus asa ketika melihat anaknya yang telah dirawat cukup lama namun belum mengalami perubahan kesehatan menjadi lebih baik. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan psikologis dari pihak-pihak luar (seperti keluarga ataupun perawat atau petugas kesehatan). 

  1. Perasaan Bersalah
Perasaan bersalah muncul karena orang tua menganggap dirinya telah gagal dalam memberikan perawatan kesehatan  pada anaknya sehingga anaknya harus mengalami suatu perubahan kesehatan yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.

Sumber :
Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC






0 comments:

Post a Comment

Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.