- Konsep Mutu Pelayanan
- Pelayanan kesehatan
Pelayanan
adalah produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat
menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai
pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Kotler (1997) dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik dari pelayanan sebagai berikut :
- Intangibility
(tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan mempunyai sifat tidak
berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat,
didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya : pasien
dalam suatu rumah sakit akan merasakan bagaimana pelayanan
keperawatan yang diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit
tersebut.
- Inseparibility
(tidak dapat dipisahkan), yaitu pelayanan yang dihasilkan dan
dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh
seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap
merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan
dapat diproduksi dan dikonsumsi/dirasakan secara bersamaan.
Misalnya : pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat
langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
- Variability
(bervariasi), yaitu pelayanan bersifat sangat bervariasi karena
merupakan non standardized dan senantiasa mengalami perubahan
tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima pelayanan dan
kondisi di mana serta kapan pelayanan tersebut diberikan.
Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada pasien di ruang rawat
inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
- Perishability
(tidak tahan lama), dimana pelayanan itu merupakan komoditas yang
tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam tertentu
tanpa ada pasien di ruang perawatan, maka pelayanan yang
biasanya terjadi akan hilang begitu saja karena tidak dapat
disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Definisi
pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
atupun masyarakat.
Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
- Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
- Proses,
semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari
dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi
dan berkomuniksi dengan klien.
- Output,
hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan
kepada klien dalam meningkatkan derjat kesehatan dan kepuasan klien
- Pelayanan Keperawatan
Herderson
(1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan pelayanan
keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit
dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut
sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak
dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan
apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Berdasarkan
kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawtan adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan
akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat
menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu,
efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.
Standar
praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan
Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemiidian diperbaruhi dan disahkan
berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus
1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar profesi
keperawatan SK No : 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar pelayanan
keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan
standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu
pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan
yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang
diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu,
keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana
perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan
standar pelayanan. Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan
keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang
mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009)
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu :
- Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer
(1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan
yang memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat
dalam memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan
mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan
dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya
mereka ingin pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif
dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat
dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu,
keluarga, masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan
yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati,
penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta
kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui
pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan
derajat kesehatan pasien.
- Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989).
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu
pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara
profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat
sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu
pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional
yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien
mendefinisikan mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional terhadap pasien
(individu, keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu
pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang
baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik
dengan baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono,
2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik
sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada
pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga
dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen
keuangan dan logistik.
- Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer
(1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai
kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan
kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban
intitusi terhadap perawatan terhadap pasien yang tidak sesuai,
dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi.
Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti
memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu
mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan,
minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti
tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan
sebagainya.
- Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan
legislatif dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal
maupun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu
pelayanan sambil menyimpan uang pada program yang spesifik. Dan
selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan
keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan
sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan
administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode
waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang
berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan
keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin
keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada
standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai
undang-undang yang berlaku (Meishenheimer , 1989).
Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi
mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan.
Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan regulasi
keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi.
Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa
pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu
profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar
kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan standar keperawatan merrnrut Gilies (1989) adalah:
- Meningkatkan asuhan keperawatan.
- Mengurangi biaya asuhan keperawatan
- Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanaka tugas danmelindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik.
Standar pelavanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalahmeliputi:
- Startdar 1 : falsafah keperawatan
- Standar 2 : tujuan asuhan keperawatan.
- Standar 3 : pengkajian keperawatan
- Standar 4 : diagnosa keperawatan.
- Standar 5 : perencanaan keperawatan.
- Standar 6 : intervensi keperawatan
- Staridar 7 : evaluasi keperawatan.
- Standar 8 : catatan asuhan keperawatan.
- Mutu pelayanan
Pengertian
mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu
dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara
pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)
- Dari
pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan
dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
- Dari
pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan
dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai
dengan perkembangan teknologi.
Menurut
Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai
suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat
menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk,
serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard
pelayanan yang professional yang telah ditetapkan. Tappen
(1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap
keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta
tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat
meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan
sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik dan standard
pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan
yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Dimensi mutu pelayanan
Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
- Wujud nyata (tangibles)
adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup
kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM
perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang
diberikan.
- Kehandalan (reliability)
adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan
rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien,
keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai
dengan janji yang dibenikan,keakuratan penanganan.
- Ketanggapan (responsiveness)
adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan
konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa,
ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai
dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi
permintaan pasien dengan cepat.
- Jaminan (assurance)
adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan
keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan
karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf.
Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
- Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
- Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan
- Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
- Empati (empathy),
berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang
meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada
konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap
kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen.
Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :
- Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
- Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
- Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
- Penilaian mutu pelayanan
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
- Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input) yang
meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,
manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat
diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran
atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan
dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik,
penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi
organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan.
Pendapat
yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa
struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang
diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen
struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan,
kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan; 2) peralatan, yaitu
suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan; 3) staf,
meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio
pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan
sumber keuangan.
Berdasarkan
kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih
difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang
meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta
penataan ruang perawatan yang indah; 2) peralatan, peralatan
keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik;
3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang meliputi
bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang
menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen
sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
- Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input) ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan
secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan
interaksinya dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa,
rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus.
Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam
merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan
tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses
itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan
kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
Tappen (1995)
juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan
aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian
dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pendekatan ini difokuskan pada pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien
dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam
penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari
dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat
dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional
prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas
pelaksanaannya.
- Hasil (Outcome)
Pendekatan
ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil
dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien
terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian,
1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa
outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yandiberikan oleh
petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari
aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat
kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus
pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan,
dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan
indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan
di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan
penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian
mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang
meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil
penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk
mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan
tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan
mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita
mengenai strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang
berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan. Oleh karena itu
pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu
pelayanan keperawatan.
- Strategi mutu
- Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance
mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program
untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi
pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono
(2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin
mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari
kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan
sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal
audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan
yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas
prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada
proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah : audit
internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai
dengan standar operating procedure (SOP); evaluasi proses;
mengelola mutu; dan penyelesaian masalah. Sehingga sebagai
suatu sistem (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan
keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses
pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan.
- Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement (Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan Total Quality Management
karena semuanya mengacu pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam
Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality
Management dimaksudkan pada program industri sedangkan Continuous
Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijono (2000) mengatakan
bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya
peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan
pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi
dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak
hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi
untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality
Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu
proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik
yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell,
Bennett & Byck, 1998)
Sehingga dapat dikatakan
bahwa Continuous Quality Improvement dalam pelayanan keperawatan
adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara
terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara
keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami
mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu
dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
- Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi
secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam
setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus
pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh
Daftar Pustaka :
Azwar, A. (1996). Menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Gillies, D.A. (1994). Nursing management, a system approach. Third Edition. Philadelphia : WB Saunders.
Kozier, Erb & Blais. (1997). Profesional nursing practice : concept & perspectives. Third Edition. California : Addison Wesley Publishing.Inc
Meisenheimer, C.G. (1989). Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen Publication.
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1999). Introductory management and leadership for nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers.
Tappen (1995). Nursing leadership and management : Concepts & Practice. Philadelphia : F.A. Davis Company.
Tjiptono, F. (2004). Prinsip-prinsip total quality service (TQS). Yogyakarta : Andi Press
Wijono, D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Teori, Strategi dan Aplikasi. Volume.1. Cetakan Kedua. Surabaya : Airlangga Unniversity Press