BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Adrenal
Kelenjar
adrenal atau kelenjar suprarenalis adalah dua struktur kecil yang
terletak di atas masing – masing ginjal. Pada masing – masing kelenjar
adrenal tersebut terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian dari luar (
korteks ) dan bagian tengah ( medulla ).
Fungsi kelenjar adrenal:
- Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam.
- Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein.
- Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid.
Kelenjar adrenal terbagi atas 2 bagian, yaitu:
- Medula Adrenal
Medula
adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi
serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam
sel-sel pada medulla adrenal akan menyebabkan pelepasan hormon
katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Peranan
adrenalin pada metabolism normal tubuh belum jelas. Sejumlah besar
hormone ini dilepaskan dalam darah apabila seseorang dihadapkan pada
tekanan, seperti marah, luka, atau takut. Jika hormone adrenalin
menyebar di seluruh tubuh, hormone akan menimbulkan tanggapan yang
sangat luas : laju dan kekukatan denyut jantung meningkat sehingga
tekanan darah meningkat. Kadar gula darah dan laju metabolism meningkat.
Bronkus membesar sehingga memungkinkan udara masuk dan keluar paru –
paru lebih mudah. Pupil mata membesar. Hormone adrenalin juga
menyebabkan peningkatan darah.
- Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun atas beberapa zona:
- Zona Glomerulosa
Zona
Glomerulosa terdapat tepat di bawah sampai, terdiri atas sel polihedral
kecil berkelompok membentuk bulatan, berinti gelap dengan sitoplasma
basofilik. Zona glomerulosa pada manusia tidak begitu berkembang. Dan
merupakan penghasil hormon mineralokortikoid.
Hormon
Mineralokortikoidpada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan
epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam
proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi
aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran
darah. Kenaikan kadar aldosteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi
natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung
memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer
untuk mengatur keseimbangan natrim jangka panjang.
- Zona Fasikulata
Zona
fasikulata merupakan sel yang lebih tebal, terdiri atas sel polihedral
besar dengan sitoplasma basofilik. Selnya tersusun berderet lurus
setebal 2 sel, dengan sinusoid venosa bertingkap yang jalannya berjajar
dan diantara deretan itu. Sel-sel mengandung banyak tetes lipid,
fosfolipid, asam lemak, lemak dan kolesterol. Sel ini juga banyak
mengandung vitamin C dan mensekresikan kortikosteroid. Dan merupakan
penghasil hormon glukokortikoid.
Hormon
Glukokortikoid memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme
glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah.
Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi
terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi
ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks
adrenal. Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon
inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek
samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan
redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid
merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
- Zona Retikularis.
Lapisan
ini terdiri atas deretan sel bulat bercabang-cabang berkesinambungan.
Sel ini juga mengandung vitamin C. Sel-selnya penghasil hormon kelamin
(progesteron, estrogen & androgen). ·
Hormon-hormon seks adrenal (Androgen)
Androgen
dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula
adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin.
Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek
hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah
kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal
dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan,
maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan
defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormone:
- Glukokortikoid
Hormon
ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa;
peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah.
Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap
pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH
akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada
cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi.
Efek
samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang
mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan
redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid
merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan
menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
- Mineralokortikoid
Mineralokortikoid
pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal
untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk
mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya
sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai
respon terhadap adanya Angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan
traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk
kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh
hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk
keseimbangan natrim jangka panjang.
- Hormon-Hormon Seks Adrenal (Androgen)
Androgen
dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula
adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin.
Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek
hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah
kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal
dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan,
maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan
defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.
2.2 Definisi Addison Disease
Penyakit
Addison atau lebih dikenal dengan nama Addison’s Disease adalah suatu
hipofungsi dari adrenal yang timbul secara spontan dan berangsur-angsur,
dimana ketidakmemadaian adrenal, dapat menjadi penyakit yang mengancam
jiwa. Penyakit ini terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka
dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
Penyakit
Addison adalah gangguan yang melibatkan terganggunya fungsi dari
kelenjar korteks adrenal. Hal ini menyebabkan penurunan produksi dua
penting bahan kimia (hormon) biasanya dirilis oleh korteks adrenal yaitu
kortisol dan aldosteron (Liotta EA et all, 2010).
2.2 Etiologi
Etiologi
penyakit Addison terus mengalami perubahan sepanjang tahun. Prior,
1920, tuberculosis merupakan penyebab utama adrenal insufisiensi. Sejak
1950, adrenal autoimun dengan adrenal atrofi dijumpai pada sekitar 80%
dari kasus.
Autoimun
pada penyakit Addison semakin meningkat seiring meningkatnya penyebab
autoimun pada penyakit metabolic lainnya. Tampilan yang paling sering
pada autoimun adrenokortikal insufisiensi ialah berhubungan dengan
kerusakan pada HLA (human leucocyte antigen) termasuk diabetes tipe I,
penyakit tiroid autoimun, alopecia areata dan vitiligo (Gardner DG et
all, 2007).
Bilateral
adrenal hemoragik saat ini relative sering dijumpai sebagai penyebab
adrenal insufisiensi. Faktor anatomic yang merupakan predisposisi
terjadinya adrenal hemoragik. Adrenal glandula memiliki banyak arteri
untuk mensuplai darah, namun hanya memiliki single vena untuk drainase.
Adrenal vein thrombosis dapat terjadi periode statis atau aliran
turbulen. Ini merupakan penyebab dari hemoragik pada kelenjar adrenal
yang menyebabkan insufisiensi adrenal kortikal (Cooper MS et all, 2003).
Infeksi
Human Immunodefisiensi Virus (HIV) memiliki efek yang kompleks pada
hipotalamik pituitary adrenal axis (Gardner DG et all, 2007). Adrenal
infeksi dan peningkatan penggunaan obat seperti rifampisin, ketokonazole
dan megestrol asetat meningkatkan resiko hipoadrenalisme (Bornstein SR,
2009). Insufisiensi adrenal pada pasien HIV mulai sering dijumpai.
Adrenal nekrosis sering dijumpai pada data postmortem pasien AIDS
(accured immune defisiensy syndrom). Adrenal insufisiensi pada AIDS
biasanya disebabkan oleh infeksi oportunistik seperti cytomegalovirus
dan mycobacterium avium kompleks (Cooper MS et al, 2003). Obat-obatan
yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi
biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya
amfenon, amino- glutetimid dan lain lain.
Penyebab
paling umum penyakit Addison adalah kerusakan dan/ atau atrofi dari
korteks adrenal. Pada sekitar 70% dari semua kasus, atrofi ini diduga
terjadi karena adanya gangguan autoimun. Pada sekitar 20% dari semua
kasus,kerusakan korteks adrenal disebabkan oleh tuberculosis. Kerusakan
kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita .
Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta
kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada
organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis
genito-urinari, tuberkulosis vertebrata(Pott s disease), hati,
limpa serta kelenjar limpa. Dan kasus lainnya dapat disebabkan oleh
infeksi jamurseperti histoplasmosis, coccidiomycosis dan kriptokokosis
yang memengaruhi glandula adrenal (Gardner DG et all, 2007).
2.3 Manifestasi Klinis
- Depresi karena kadar kortisol memengaruhi mood dan emosi.
- Keletihan, yang berkaitan dengan hipoglikemia, dan penurunan glukoneogenesis.
- Anoreksia, muntah, diare dan mual.
- Hiperpigmentasi kulit apabila kadar ACTH tinggi (insufisiensi adrenal primer) karena ACTH memiliki efek mirip hormone perangsang melanin (melanin stimulating hormon) pada kulit.
- Rambut tubuh yang tipis pada wanita apabila sel adrenal penghasil androgen rusak atau apabila kadar ACTH sangat rendah.
- Ketidakmampuan berespons terhadap situasi stress, mungkin menyebabkan hipotensi berat dan syok.
2.4 Patofisiologi
Penyakit Addison (Addison’s Disease)
merupakan gangguan autoimun yang mana lapisan dari korteks adrenal
rusak akibat inflamasi dan akibat dari antibodi IgG justru menyerang
seluruh maupun sebagian kelenjar adrenal. Penyebab lainnya antara lain
tuberculosis (yang dapat menyebabkan tersebarnya bakteri Bacillus tubercele dari
paru-paru ke organ lainnya melalui media aliran darah) dan tumor
kelenjar adrenal yang destruktif, kanker limfa, kanker payudara, kanker
paru-paru, kanker gastrointestinal (mengakibatkan penyebaran metastase)
dan gangguan hati yang menyebabkan perdarahan bilateral adrenal.
Penyakit
Addison terjadi akibat kekurangan hormon steroid yang dihasilkan oleh
korteks kelenjar adrenal (kortikosteroid). Penyakit ini juga sering
disebut melasma suprarenal atau penyakit kulit perunggu (bronze skin disease).
Penyakit
Addison dikarakteristikan dengan level glukokortikoid yang rendah
ditemani dengan kadar ACTH dan CRH yang tinggi. Keseluruhan adrenal
insufisiensi juga menyebabkan kekurangan hormon androgen dan aldosteron.
Defisiensi aldosteron memicu peningkatan natrium yang dikeluarkan
melalui urin menyebabkan hiponatremia (kekurangan natrium dalam darah),
dehidrasi, dan hipotensi (karena kehilangan air akibat kehilangan
natrium ). Penurunan ekskresi kalium melalui urin akan menyebabkan
hiperkalemia (peningkatan kadar kalium dalam darah). Kekurangan hormon
steroid ini, akan merangsang kelenjar hipofisis untuk memproduksi hormon
perangsang korteks adrenal (ACTH), yang berfungsi merangsang kelenjar
adrenal. Dalam keadaan normal, produksinya dihambat oleh hormon steroid
adrenal. Oleh karena itu, produksi ACTH menjadi berlebihan. ACTH yang
berlebihan akan menimbulkan bercak-bercak pigmentasi kehitaman pada
kulit muka, leher, dahi, siku, punggung, dan parut bekas luka.
Pigmentasi juga terjadi di selaput lender dubur, mulut, usus besar dan
vagina.
Penyakit
Addison sekunder dapat terjadi sebagai akibat dari hipopituitarism
maupun disfungsi hipotalamus. Adrenal insufisiensi hormon ACTH tidak
dikeluarkan, sehingga adrenal tidak akan mensekresi glukokortikoid
maupun androgen. Pembentukan aldosteron pun mungkin juga bisa
terpengaruh. Keadaan kekurangan ACTH tidak menimbulkan bercak pigmentasi
pada kulit.
Insufisiensi
adrenal dapat terjadi karena pemakaian obat-obatan kortikosteroid.
Karena kortikosteroid akan menghambat sekresi ACTH dari pituitary dalam feedback negatif.
Selain itu, terapi glukokortikoid oral dapat menyebabkan kadar ACTH
menurun, dan menyebabkan insufisiensi adrenal sekunder.
2.5 Web of Caution
2.6 Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium menunjukkan:
- Penurunan konsentrasi glukosa darah (hipoglikemia)
- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
- Kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol)
- Kadar natrium yang rendah (hiponatremia)
- Peningkatan konsentrasi kalium serum (hiperkalemia).
- Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya klasifikasi di adrenal:
- CT Scan
Detektor
klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan
insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi
malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.
- Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik.
- Tes stimulating ACTH
Kortisol
darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik dari
ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat.
Penyukuran cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah
suatu suntikan ACTH adalah suatu kenaikan tingkatan – tingkatan cortisol
dalam darah dan urin.
- Tes Stimulating CRH
Ketika
respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes stimulasi CRH
“Panjang” diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan
adrenal. Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan
cortisol darah diukur sebelum dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah
suntikan. Pasien – pasien dengan ketidak cukupan adrenal seunder memp.
Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon – respon
ACTH. Ketidakhadiran respon – respon ACTH menunjuk pada pituitary
sebagai penyebab ; suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada
hypothalamus sebagai penyebab.
2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan cepat diarahkan untuk melawan syok.
- Pulihkan sirkulasi darah, berikan cairan, pantau tanda-tanda vital, dan baringkan pasien dalam posisi rekumben (setengah duduk) dengan tungkai ditinggikan.
- Berikan hidrokortison IV, disertai dengan dekstrosa 5% dalam salin normal.
- Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
- Antibiotik dapat saja diresepkan untuk mengatasi infeksi.
- Masukan oral mungkin dilakukan segera setelah dapat ditoleransi.
- Jika kelenjar adrenal tidak dapat pulih kembali fungsinya, maka perlu dilakukan terapi penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid sepanjang kehidupan.
- Masukan diit akan memerlukan tambahan dengan garam selama waktu kehilangan cairan gastrointestinal melalui muntah dan diare.
2.8 Pencegahan
Pencegahan
penyakit Addison lebih difokuskan untuk mengatasi gejala dan mencegah
terjadinya Addison crisis yang dipicu akibat lingkungan yang stress.
Pencegahan penyakit ini termasuk dalam perawatan terhadap kondisi dan
membatasi faktor risiko seperti penyakit autoimun. Berikut merupakan
faktor risiko yang bisa dicegah yakni :
- Perawatan penyakit infeksi jamur
- Mengontrol penyakit diabetes
- Mengidentifikasi gejala kanker untuk mencegah penyebaran sel ke kelenjar adrenal dan aliran darah
- Perawatan penyakit infeksi bakteri seperti tuberculosis
Bagi
penderita penyakit Addison , dianjurkan untuk mengurangi stress dan
melakukan kegiatan relaksasi guna mencegah beberapa gejala dan
komplikasi. Edukasi pasien sangatlah penting. Pasien tidak boleh
menghentikan pengobatannya dan meningkatkan dosis apabila diperlukan
selama pengobatan, seperti hidrokortison merupakan hormon stress yang
esensial.
2.9 Komplikasi
Komplikasi Addison’s disease
a. Syok akibat infeksi akut atau hiponatremia
b. Dehidrasi
c. Hiperkalemia
d. Hipotensi
e. Kardiak arrest
f. Diabetes mellitus
g. CA paru
h. Kolaps sirkulasi
3.1 Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
- Identitas :identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
- Keluhan utama: mengeluh badan panas, lemah, fatigue, mual, atau muntah
- Riwayat penyakit dahulu: klien pernah menderita TBC, hipoglikemia, Ca paru, payudara, atau lymphoma.
- Riwayat penyakit sekarang: kelemahan, fatigue, anorexia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemia, lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada wanita, hipotensi arteri.
- Riwayat penyakit keluarga: Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit autoimun yang lain.
- Review of system
- B1 (Breathing): Dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, resonan,terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi.
- B2 (Blood): peningkatan denyut nadi dan lemah, hipotensi, termasuk hipotensi postural, takikardia, disritmia, suara jantung melemah, pengisian kapiler memanjang. Ictus Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra.
- B3 (Brain): Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis). Kelelahan mental, cemas, koma, kesemutan/ baal/ lemah.
- B4 (Bladder): diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan karakteristik urine.
- B5 (Bowel): anorexia, kram abdomen, diare sampai konstipasi, mual/ muntah. Mulut dan tenggorokan : bibir kering, bising usus ↑, nyeri tekan karena ada kram abdomen.
- B6 (Bone): nyeri ekstremitas atas dan bawah, penurunan tonus otot, lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
- Psikososial: riwayat faktor stres yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
- Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS:
Klien mengatakan mudah merasa haus.
DO:
|
Aldosteron ↓
↓
Ekskresi air ↑
↓
Volume ekstraseluler ↓
↓
Dehidrasi
|
Defisit volume cairan
|
DS:
Mukosa bibir klien terasa kering, dan kram pada area perut.
DO:
Diare
sampai konstipasi, mual/ muntah. Bibir kering, bising usus ↑, nyeri
tekan karena ada kram abdomen, penurunan BB, mata cekung, porsi makan
tidak habis.
|
Glukokortikoid/ Cortisol ↓
↓
Glukoneogenesis ↓
↓
Hipoglikemia
↓
Mual, muntah, kram abdomen
↓
Anoreksia
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
DS:
Klien mengeluh nyeri pada ekstremitas atas dan bawah.
DO:
|
Aldosteron ↓
↓
Ketidakseimbangan elektrolit
↓
Hipotensi
↓
CO↓
↓
Gangguan perfusi perifer
↓
Otot kekurangan suplai O2
↓
Kelemahan otot
Atau
Aldosteron ↓
↓
Ggn. Metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
↓
Kelemahan otot
|
Intoleransi aktivitas
|
DS :
DO:
Na = 132 mM
K= 5,5 mEq/L darah
|
Glukokortikoid ↓
↓
Defisiensi aldosteron
↓
Ekskresi natrium dalam urine naik sedangkan Ekskresi kalium dalam urine turun
↓
Natrium dalam darah turun sedangkan Kalium dalam darah naik
↓
Hiponatremia & Hiperkalemia
↓
Aritmia, syok, hipotensi, kolaps sirkulasi
↓
Resiko tinggi ↓ CO
|
Resiko tinggi ↓ CO
|
DS:
Pasien mengatakan enggan untuk bergaul dengan teman dan tetangga sekitar.
DO:
hiperpigmentasi, rambut pubis dan aksila berkurang pada wanita.
|
Glukokortikoid ↓
↓
Androgen ↓
↓
Peningkatan pigmentasi kulit dan mengurangi pertumbuhan rambut aksila & pubis
|
Risiko harga diri rendah situasional
|
- Diagnosa Keperawatan
- Defisit volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output.
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipoglikemia.
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan kelemahan otot
- Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya aliran darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
- Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan fungsi, hiperpigmentasi kulit
- Intervensi
- Defisit Volume cairan berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan output.
Tujuan
: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat
klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal (N:80-100 x/mnt S: 36-370C , TD: 120/80 mmHg )
- Rasa haus tidak ada
- CRT < 3 detik
- Hematokrit dan hemoglobin pasien dalam batas normal
- Asupan dan haluaran klien seimbang dalam 24 jam (0,5- 1cc/kgBB/jam)
- Turgor kulit elastis
- Membran mukosa klien baik / lembab
- BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaborasi :
Berikan cairan / terapi IV sesuai dengan kebutuhan
|
Hipotensi
postural merupakan bagian hipovolemia akibat kekurangan hormon
aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan
kortisol. Nadi mungkin melemah yang dengan mudah dapat menghilang
Memberikan perkiraan kebutuhan akan penggantian volume cairan dan keefektifan pengobatan
Membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibatt dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membran mukosa
|
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipoglikemia.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat
Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
- BB ideal sesuai TB : (TB-100)-10%(TB-100)
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
- Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
- TTV dalam batas normal ( Nadi: 80-100x/menit, TD: 120/80 mmHg, Suhu: 36-370C, dan RR: 16-24x/menit)
Intervensi
|
Rasional
|
|
Gejala hipoglikemiadengan timbulnya tanda tersebut dan mungkin perlu pemberian glukosa dan pemberian tambahan glukokortikoid
|
|
Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki intake makanan
|
|
Perencanaan menu yang disukai dapat merangsang nafsu makan dan meningkatkan intake makanan
|
|
Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah
|
|
Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan terapi, jika menurun sebaiknya pemberian glukokortikoid dikaji kembali
|
Berikan glukosa IV dan obat-obatan sesuai indikasi
|
Memperbaiki hipoglikemia, dan memberikan asupan energy untuk fungsi seluler
|
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit dan kelemahan otot.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat beraktivitas secara normal
Kriteria Hasil :
- Saturasi oksigen dalam batas normal saat beraktivitas
- Mampu menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
- Menunjukkan peningkatan tenaga dan kemampuan
- Berpartisipasi dalam aktivitas
- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)
Intervensi
|
Rasional
|
|
Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelelahan otot menjadi terus memburuk setiap hari.
Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat sterss aktivitas jika curah jantung terus meningkat.
Memastikan sumber –sumber energy yang adekuat
Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung
|
- Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya aliran darah vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, menunjukkan curah jantung yang adekuat.
Kriteria Hasil :
- TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)
- Nadi perifer teraba dengan baik
- Pengisian kapiler cepat dan status mental baik
Intervensi
|
Rasional
|
Kolaborasi :
|
Peningkatan Fungsi jantung merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hipovolemia dan kegagalan otot jantung.
Walaupun biasanya ada poliuria, penurunan haluaran urine menggambarkan penurunan perfusi ginjal oleh penurunan curah jantung
Hiperpireksia
yang tiba-tiba dapat terjadi yang di ikuti oleh hipotermia sebagai
akibat dari ketidakseimbangan hormonal, cairan, dan elektrolit yang
mempengaruhi FJ dan curah jantung.
Dapat memperbaiki volume sirkulasi
|
- Risiko harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan fungsi, hiperpigmentasi kulit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan harga diri pasien kembali positif
Kriteria Hasil :
- Mampu beradaptasi dengan orang lain
- Mampu mengungkapkan perasaan tentang dirinya
Intervensi
|
Rasional
|
|
Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
|
|
Meminimalkan perasaan stres, frustasi, dan meningkatkan kemampuan koping
|
|
Dapat meningkatkan semangat dan harga diri klien
|
|
Dapat menolong klien untuk melihat hasil pengobatan yang telah dilakukan
|
|
Pendekatan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan klien untuk memelihara tingkah laku klien.
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
KASUS :
Tn.
G (60 th) dibawa ke rumah sakit oleh istrinya pada tanggal 05 Oktober
2014 pukul 10.30 WIB dengan kondisi tubuh yang lemas. Tn.G mengeluh
mual dan terus muntah serta jantungnya berdebar- debar. Baru 6 bulan
lalu Tn G didiagnosa positif TB. Kakak Tn.G meninggal akibat TB 5 tahun
yang lalu. Pada saat di inspeksi Tn.G tampak pucat, mengalami
hiperpigmentasi dan gemetar. Pada serum Tn.G terdapat peningkatan
imunoglobulin G. Klien diberikan terapi berupa pemberian kortisol
sebesar 25mg pada pagi hari dan 12,5 mg pada sore hari per oral. Ketika
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV sebagai berikut: suhu 370C,
TD 80/60 (saat berdiri), nadi: 125 x/menit teraba lemah, pernapasan: 28
x/ menit. Hasil laboratorium Tn. G adalah GDA= 25 mg/dL, Na = 102 mM
dan K= 5,5 mEq/L darah
A. Pengkajian
- Identitas :
Nama : Tn.G
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Alamat : Surabaya
Tanggal masuk : 05 Oktober 2014
- Keluhan utama:
Tn.G mengeluh nausea dan muntah
- Riwayat penyakit dahulu:
Tn.G pernah positif TB enam bulan yang lalu.
- Riwayat penyakit sekarang:
Tn
G mengalami lemah yang berlebih, anorexia, nausea, muntah, BB turun,
hipotensi dan hipoglikemia hiperpigmentasi, hipotensi postural.
- Riwayat penyakit keluarga:
Dahulu kakak Tn.G meninggal akibat TB
- Review of system
a. B1 (Breathing):
- Dada simetris,
- pergerakan dada cepat,
- adanya kontraksi otot bantu pernapasan (dispneu),
- terdapat pergerakan cuping hidung,
- krekels pada keadaan infeksi.
b. B2 (Blood):
- peningkatan denyut nadi dan lemah,
- hipotensi, termasuk hipotensi postural,
- takikardia, disritmia,
- suara jantung melemah,
- pengisian kapiler memanjang.
- Ictus Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra.
c. B3 (Brain):
- Pusing
- gemetar,
- kelemahan,
- terjadi disorientasi waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
- letargi, kelelahan mental,
- peka rangsangan,
d. B4 (Bladder):
- diuresis yang diikuti oliguria,
- perubahan frekuensi ( Tn.G 7-9X bolak balik kamar mandi) dan karakteristik urine (pekat)
e. B5 (Bowel):
- anorexia,
- kram abdomen,
- mual/ muntah.
- mulut dan tenggorokan : bibir kering,
- nyeri tekan karena ada kram abdomen.
f. B6 (Bone):
- nyeri ekstremitas atas dan bawah,
- penurunan tonus otot, lelah
- Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
B. Analisis Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah keperawatan
|
DS: Pasien mengeluh pusing dan tubuhnya lemas
DO:
TD : 80/50 mmHg
Nadi : 141x/menit
|
↑ Eksresi insulin
↑Ekskresi air
Vol. Ekstra seluler ↑
Dehidrasi
Hipotensi
↓Cardiac Output
Penurunan curah jantung
|
Penurunan Curah Jantung
|
S : Pasien mengatakan mual, nafsu makan kurang.
O :
- Porsi makan tidak habis
- Muntah setelah selesai makan
|
kortisol ↓
glukoneogenis ↓
hipoglikemia
Mual Muntah
Kurang intake nutrisi
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
|
DS:
DO:
|
Aldosteron↓↓
Penyerapan Na+↓↓
Kadar K+↑↑
↑Ekskresi air
Vol. Ekstra seluler ↑
Dehidrasi
Kurang volume cairan dalam tubuh
|
Kurang volume cairan dalam tubuh
|
DS : pasien mengatakan merasa malu dengan bintik-bintik coklat yang keluar di kulitnya .
DO : kulit pasien terdapat bintik-bintik berwarna coklat sehingga pasien selalu menunduk saat berbicara dengan orang.
|
Insufisiensi kortisol
ACTH ↓
MSH ↑
Hiperpigmentasi kulit dan mukosa
Harga diri rendah
|
Harga Diri rendah
|
C. Diagnosa Keperawatan
- Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipotensi berat
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah
- Kurang volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
- Harga diri rendah berhubungan dengan hiperpigmentasi kulit dan mukosa.
D. Intervensi
Diagnosa 1: Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipotensi berat
| |
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tanda vital dalam batas yang normal
| |
Kriteria Hasil:
| |
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
Diagnosa 2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah
| |
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam pada pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
| |
Kriteria Hasil:
| |
Intervensi
|
Rasional
|
Diet TKTP
|
|
Diagnosa 3: Kurang volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit
| |
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
volume cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh dapat seimbang
| |
Kriteria Hasil:
-
| |
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
Diagnosa 4: Harga diri rendah berhubungan dengan hiperpigmentasi kulit dan mukosa.
| |
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan harga diri pasien meningkat
| |
Kriteria Hasil:
| |
Intervensi
|
Rasional
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Bruner, Suddarth.2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1. Jakarta:EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J.2008. Handbook of Pathophysilogy, 3rd Edition.Michigan: Lippincott Williams & Wilkins
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Peerencanaan Dan Pendekomentasian Pasien; Alih Bahasa. I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati ; editor bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin Asih,- Ed. 3. Jakarta : EGC
Florida Hospital Medical Center. Addison’s Disease. https://www.floridahospital.com/addisons-disease/prevention. Diakses hari Rabu, 08 Oktober 2014 pada pukul 05:17.
http://alfinzone.files.wordpress.com/2011/08/addison-disease.pdf / diakses pada tgl 05 Oktober 2014 pukul 11:43
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC.
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.