DIARE PADA ANAK
Diare
1. Definisi
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah.
2. Klasifikasi Diare
- Diare akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi,
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan,
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%
- Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
- Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
3. Etiologi
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2) Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
b. Faktor Malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar
e. Faktor Pendidikan
f. Faktor pekerjaan
g. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
h. Faktor lingkungan
i. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB.
j. Faktor sosial ekonomi masyarakat
k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan).
l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
4. Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi.
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.
5. Manifestasi Klinis
- Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.
- Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
- Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.
- Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak.
- Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
6. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan diare antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa.
- Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan umur.
- Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup,
- Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin.
Penanganan Diare yaitu hal pertama yang harus diperhatikan dalam penanggulangan diare adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi balita dan anak-anak. Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali (refeeding) sebab selama diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (sitorus, 2008).
7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah:
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
e. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).
f. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
g. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).
h. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik
c. Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.
f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.
9. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
- Identitas
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi dari pada anak, frekuensi diare untuk neonatus > 4 kali/hari sedangkan untuk anak > 3 kali/hari dalam sehari. Status ekonomi yang rendah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diare pada nak ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Tingkat pengetahuan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat perlaku kesehatan dan komunikasi dalam pengumpulan data melalui wawancara atau interview. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan orang)
- Keluhan utama
Yang membuat klien dibawa ke rumah sakit. Manifestasi klnis berupa BAB yang tidak normal/cair lebih banyak dari biasanya.
- Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
- Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain.
Prenatal
Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama, penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.
Natal
Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi dan maturitas organ vital.
Post natal
Apgar skor <6 berhubungan dengan asfiksia, resusitasi atau hiperbilirubinemia. berat badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.
- Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi bahan pertimbangan yang penting karena setiap individu mempunyai ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda, sehingga pendekatan pengkajian fisik dan tindakan harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan
- Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Penyakit
Apakah ada anggota keluarga yang menderita diare atau tetangga yang berhubungan dengan distribusi penularan.
b. Lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang kotor dan kumuh serta personal hygiene yang kurang mudah terkena kuman penyebab diare.
c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
BAB yang tidak pada tempat (sembarang)/ di sungai dan cara bermain anak yangkurang higienis dapat mempermudah masuknya kuman lewat Fecal-oral.
d. Persepsi keluarga
Kondisi lemah dan mencret yang berlebihan perlu suatu keputusan untuk penangan awal atau lanjutan ini bergantung pada tingkat pengetahuan dan penglaman yang dimiliki oleh anggota keluarga (orang tua).
B. Pemeriksaan Fisik
- Sistem Neurologi
a) Subyektif,
klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang
b) Inspeksi,
Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis, apatis, somnolen, delirium, stupor dan koma.
c) Palpasi, adakah parese, anestesia,
d) Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis.
- Sistem Penginderaan
a) Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang,
b) Inspeksi
Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (-), warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung.
Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.
Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung.
Telinga, adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada kemungkinan infeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare
c) Palpasi,
Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maksimal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata dapat menurun, Telinga, nyeri tekan, mastoiditis
- Sistem Integumen
a) Subyektif, kulit kering
b) Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering
c) Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat
- Sistem Kardiovaskuler
a) Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin
b) Inspeksi,
pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulsasi ictus cordis (-), adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat.
c) Palpasi,
suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi.
d) Perkusi,
normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kasus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8.
e) Auskultasi,
pada dehidrasi berat dapat terjadi gangguan sirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah.
- Sistem Pernafasan
a) Subyektif, sesak atau tidak
b) Inspeksi,
bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi.
c) Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-).
d) Auskultasi,
dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
- Sistem Pencernaan
a) Subyektif, Kelaparan, haus
b) Inspeksi
BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensi lebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dan kesemitrisan abdomen.
c) Auskultasi,
Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik.
d) Perkusi,
mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani.
e) Palpasi, adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba.
- Sistem Perkemihan
a) Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya
b) Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan.
c) Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis.
- Sistem Muskuloskletal
a) Subyektif, lemah
b) Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun
c) Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a) Feces lengkap
Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula, biakan dan uji resistensi
b) Pemeriksaan Asam Basa
Analisa Blood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
c) Pemeriksaan kadar ureum kreatinin
Untuk mengetahui faal ginjal
d) Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor)
Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan terjadi penurunan kesadaran dan kejang.
e) Pemeriksaan intubasi duodenum
Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif.
f) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta seperti bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.
D. Masalah Keperawatan
1. Diare b/d Inflamasi gastrointestinal
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien
E. Intervensi Keperawatan
1. Diare b/d inflamasi gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diare pasien teratasi
|
NOC
|
NIC
|
1. Tidak ada diare
2. Feses tidak ada darah dan mukus
3. Nyeri perut tidak ada
4. Pola BAB normal
5. Elektrolit normal
6. Asam basa normal
7. Hidrasi baik (membran mukosa lembab, tidak panas, vital sign normal, hematokrit dan urin output dalam batas normaL
|
Diare Management
- Kelola pemeriksaan kultur sensitivitas feses
- Evaluasi pengobatan yang berefek samping gastrointestinal
- Evaluasi jenis intake makanan
- Monitor kulit sekitar perianal terhadap adanya iritasi dan ulserasi
- Ajarkan pada keluarga penggunaan obat anti diare
- Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses
- Ajarkan pada pasien tehnik pengurangan stress jika perlu
- Kolaburasi jika tanda dan gejala diare menetap
- Monitor hasil Lab (elektrolit dan leukosit)
- Monitor turgor kulit, mukosa oral sebagai indikator dehidrasi
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk diet yang tepat
|
2. Defisit volume cairan b/d kehilangan jumlah cairan secara aktif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam defisit volume cairan teratasi
|
NOC
|
NIC
|
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
- Tekanan darah 110-120/60-90 mmHg, Nadi 60-120 x/menit, Suhu tubuh 36,5-37,5◦C, Respirasi 20-60 x/meit
- Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
- Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
- Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
- Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
- pH urin dalam batas normal
- Intake oral dan intravena adekuat
|
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
- Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
- Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
- Kolaborasi pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan oral
- Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
- Atur kemungkinan tranfusi
- Persiapan untuk tranfusi
- Pasang kateter jika perlu
- Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
|
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh gangguan absorbsi nutrien
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam nutrisi kurang teratasi
|
NOC
|
NIC
|
- Albumin serum dalam batas normal
- Hematokrit dalam batas normal
- Hemoglobin dalam batas normal
- Total iron binding capacity dalam batas normal
- Jumlah limfosit dalam batas normal
- Intake nutrisi cukup/ sesuai usia
- Berat badan sesuai usia
|
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
- Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
- Monitor mual dan muntah
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor intake nuntrisi
- Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
- Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
- Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
- Kelola pemberan anti emetik
- Anjurkan banyak minum
- Pertahankan terapi IV line
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
|
Referensi
Aslis.Wirda Hayati. 2009. Gizi Bayi : Buku Saku Jakarta : EGC
Aziz, 2006, Diare, Pembunuh Utama Balita, Graha Pustaka, Jakarta.
Aziz, Aimul Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily Lynn. (2009). Pediatri. Jakarta: EGC
Cholina Trisa Siregar (2004). Kebutuhan Dasar manusia Eliminasi B.A.B.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran. Universitas Sumatera Utara.
Corwin, J Elizabeth. (2009). Patofisiologi : Buku Saku, edisi 1. Jakarta: EGC.
Depkes RI (2007). Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare, Ditjen PP&PL. Jakarta
Depkes RI, 2008, Diare Penyebab Kematian Utama pada Balita di Indonesia, Depkes RI, Jakarta
Sitorus, 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak, Jakarta, Yrama Widya.
Suharyono, 2002. Diare Akut Klinik dan Laboraktorik, Jakarta, Rhineka Cipta.de.