BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
- Anatomi tulang belakang
Tulang belakang (Columna Vertebralis) adalah pilar yang kuat, melengkung dan dapat bergerak yang menopang tengkorak, dinding, dan ekstermitas atas, menyalurkan berat badan ke ekstremitas bawah, dan melindungi medulla spinalis. Tulang belakang terdiri dari sejumlah vertebra, yang dihubungkan oleh discus intevertebralis dan beberapa ligamentum. Setiap vertebra terdiri dari tulang spongiosa yang terisi dengan sumsum tulang merah dan dilapisi oleh selapis tipis tulang padat. (Gibson, 2003)
Panjang columna vertebralis kurang lebih sama pada semua orang pada tinggi rata-rata: 70 cm untuk laki-laki, 60 cm untuk wanita. Discus intevertebralis membentuk sekitar sepertila dari total tinggi badan.
Vertebra menunjukkan perbedaan berdasarkan pola umum. Vertebra tipikal menunjukkan:
- Corpus: lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan bawah
- Arcus vertebra terdiri dari
- Pediculus dibagian depan: bagian tulang yang berjalan ke arah bawah dari corpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intevertebrale.
- Lamina di bagian belakang: bagian tulang pipih berjalan ke arah belakang dan ke dalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan.
- Foramen vertebrale: lubang besar yang dibatasi oleh corpus di bagian depan, pediculus dibagian samping, dan lamina di bagian samping dan belakang.
- Foramen intevertebrale: lubang pada samping, di antara dua vertebra yang berdekatan, dilalui oleh nervus spinalis yang sesuai.
- Pocessus articularis superior dan inferior: membentuk persendian dengan processus yang dama pada vertebra di atas dan di bawahnya.
- Pocessus transversus: bagian tulang yang menonjol ke laperal
- Spina: penonjolan yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
- Discus intervertebralis adalah cakram yang melekat pada permukaan corpus dua vertebrae yang berdekatan; terdiri dari anulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nucleus pulposus, zat semi-cair yang menganding sedikit serat dan tertutup di dalam anulus fibrosus
Kolumna vertebralis terdiri dari serangkaian sendi di antara korpus vertebrae yang berdekatan, sendi lengkung vertebra, sendi kostovertebra, dan sendi sakroiliaka. Di antara dua korpus vertebra yang berdekatan, mulai vertebra sevikalis II (C2) hingga vertebra sakralis, terdapat diskus intevertebralis. Diskus ini terdiri dari dua bagian utama yaitu nukleus pulposus dibagian tengah dan anulus fibrosus yang mengelilinginya. Diskus dipisahkan dari tulang atas dan tulang bawah oleh dua lempeng tulang rawan hialin yang tipis. (Price&Wilson, 2006)
Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) adalah ketika nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosis yang robek. HNP menrupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses patologik di kolumna vertebralis pada diskus intevertebralis. (Muttaqin, 2008)
Herniasi diskus intervertebralis (prolaps diskus intervertebralis) adalah suatu kondisi medis yang mempengaruhi tulang belakang yang terjadi karena kerobekan pada lapisan terluar yaitu annulus fibrosus dari diskus intervertebralis yang menyebebkan nucleus pulposus mendesak keluar dari lapisan luar yang rusak. kerobekan pada cincin diskus ini dapat menyebabkan pelepasan mediator inflamasi kimiawi yang secara langsung dapat menyebabkan sakit parah, bahkan tanpa adanya kompresi akar saraf. (Magee, 2014)
Lokasi terjadi diskus intevertebralis
- Hernia Lumbosacralis
Mayoritas kasus herniasi diskus tulang belakang terjadi di daerah pinggang/lumbal (95% di L4-L5 atau L5-S1). Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh kejadian luka posisi fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar sampai anulus dan melintang sebagai potongan bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. (Magee, 2014)
- Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.
- Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia.Daerah thoraks menyumbang hanya 0,15% sampai 4,0% dari kasus. Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese. Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5 % dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
- Etiologi
HNP
terjadi saat seluruh atau sebagian dari nukleus pulposus (an
intervertebral disk’s gelatinous center) keluar melalui diskus yang
lemah atau anulus fibrous yang terobek. Hasil dari tekanan yang
diberikan pada akar saraf tulang belakang atau pada ruas-ruas tulang
belakangnya sendiri yang menyebabkan adanya nyeri punggung dan gejala
iritasi akar saraf.
Herniasi nukleus
pulposus bisa dimungkinkan terjadi karena berbagai macam mekanisme dan
patofisiologi. Trauma jaringan meliputi inflamasi dan spasme,
berkontribusi dalam derajat rasa nyeri.
Perubahan
otot-otot karena penuaan yag dapat mencetuskan timbulnya low back pain
termasuk adanya penurunan ukuran dan jumlah sel-sel otot dan kapiler,
diameter serabut-serabut otot yag berkurang dan masa otot yang
berkurang. Beberapa hal juga berkontribusi timbulnya HNP (Hernia Nukleus
Pulposus) antara lain penyimpanan lemak yag bertambah, kehilangan
elastisitas jaringan dan bertambahnya kolagen.Penyakit diskus degeneratif akibat dari fibrosis dan penipisan nucleus pulposus yang dihubungkan dengan penuaan.
Spinal
stenosis yang mana dapat terjadi pada usia tengah dan orang dewasa
dengan penyempitan kanal spinal. Penekanan pada akar saraf dapat
menyebabkan nyeri dan klaudikasi neurogenik. (Eileen M. Crutchlow, 2002)
Herniasi
diskus intervertebralis atau HNP paling umum terjadi pada dekade ketiga
sampai keempat hidup manusia yang mana nukleus masih memiliki turgor
air yang tinggi. Biomekanik skeletal, okupasi, dan gaya hidup merupakan
faktor resiko yang berperan dalam perkembangan HNP. Gejala diskus
herniasi lebih umumnya terjadi pada laki-laki dengan paparan kendaraan
yang lama dan mereka yang sering menarik dan mengankat beban secara
berulang. Ketidakseimbangan tulang belakang sagital, kehamilan, dan gaya
hidup juga berkontribusi dalam resiko mengalami herniasi diskus. (Frank
M. Philips, 2010)
- Klasifikasi
Menurut Kesumaningtyas (2009) HNP terbagi atas :
- HNP sentral. HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine
- HNP lateral. Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah antara pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagan lateral pantat, tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif. Sensibilitas (ada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengangkat tungkai yang lurus (straight leg raising) yaitumengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri di sepanjang bagian belakang (tanda laseque positif). Valsava dan nafsingerakan memberikan hasil positif.
- Patofisiologi
Regio
lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami herniasi nukleus
pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari
90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia; Schwartz,1998). Selain
itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang
ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus
pulposus melalui anulus disertai penekanan akar saraf spianalis. Umumnya
herniasi paling besar kemungkinannya terjadi di daerah kolumna
vertebralis tempat terjadinya transisi dari segmen yang lebih banyak
bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan
servikotorakalis).
Sebagian besar
herniasi diskus terjadi di daerah lumbal diantar ruang lumbal IV ke V
(L4 ke L5) atau Lumbal ke V ke sacral pertama (L5 ke S1). Arah tersering
herniasi bahan nucleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar
saraf di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen
saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi akar saraf S1
daripada L5 seperti yang diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan
L5 menekan akar saraf L5.
Herniasi
diskus servikalis, walaupun lebih jarang bila dibandingkan dengan
herniasi diskus lumbalis, biasanya mengenai satu dari tiga akar
servikalis. Herniasi diskus servikalis berpotensi menimbulkan kelainan
serius, dan dapat terjadi kompresi medulla spinalis,bergantung pada arah
penonjolan. Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akar
dibawah ketinggian diskus. Dengan demikian, diskus C5 ke C6 menekan akar
saraf C6, dan diskus C6 ke C7 mengenai akar C7 (Swartz,1998).
Pasien
umumnya menceritakan riwayat serangan-serangan nyeri transien dan
berkurangnya mobilitas tulang belakang secar bertahap. Walaupun pasien
cenderung mengaitkan masalahnya dengan kejadian mengangkat barang atau
membungkuk, herniasi adalah suatu proses bertahap yag ditandai dengan
serangan-serangan penekanan akar saraf (yang menimbulkan berbagai gejala
dan periode penyesuaian anatomik).
- Manifestasi Klinis
Gejala klinis bergantung pada lokasi herniasi dan variasi anatomi individual. Tabel di bawah ini menyajikan ringkasan gejala dan tanda yang paling sering dijumpai.
No
|
Lokasi Herniasi
|
Akar saraf yang terkena
|
Nyeri
|
Kelemahan Otot
|
Parestesia
|
Atrofi
|
Refleks
|
1. | L4 ke L5 |
L5
|
Di
atas sendi sakroiliaka panggul, aspek lateral paha dan betis, aspek
medial kaki (nyeri yang menyebar ke bawah panggul dan tungkai disebut
skiatika)
| Dapat menyebabkan kaki lunglai (footdrop), kesulitan dorsifleksi kaki dan/atau jempol kaki; kesulitan berjalan dengan tumit | Tungkai lateral, bagian distal kaki, di antara jari kaki pertama dan kedua (lihat Gambar 5. Peta Dermatom) | Tidak bermakna | Biasanya tidak bermakna; refleks lutut dan pergelangan kaki mungkin berkurang |
2. | L5 ke S1 |
S1
| Di atas sendi sakroiliaka, bagian posterior seluruh tungkai sampai ke tumit, aspek lateral kaki | Dapat menyebabkan melemahnya fleksi plantar, abduksi jari kaki dan otot hamstring; kesulitan berjalan jinjit | Pertengahan betis dan aspek lateral kaki, termasuk jari kaki keempat dan kelima (lihat Gambar 5. Peta Dermatom) | gastroknemius | pergelangan kaki mungkin berkurang atau hilang |
3. | C5 ke C6 |
C6
| Nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan, dan lengan atas | Biseps | Aspek radial lengan atas, jempol, dan telunjuk | Tidak bermakna | Refleks biseps berkurang atau hilang |

Gambar 5. Peta Dermatom
- Penatalaksanaan
- Terapi konservatif
- Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat
tidur selama beberapa hari dengan sikap yang baik adalah sikap dalam
posisi setengah duduk, tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan
lutut tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per, dengan
demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutp dengan
lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik akut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan
yang dirasakan penderita. Pada HNP, klien memerlukan tirah baring dalam
waktu yang lebih lama. Setelah tirah baring, klien melakukan latihan
atau dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
- Medikamentosa
- Simptomatik
- Analgesic (salisilat,parasetamol),
- Kortikosteroid (prednisone,perdnisolon),
- Anti-inflamasi non-steroid (AINS) aeperti piroksikan,
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin),
- Obat penenang minor (diazepam, klordiasepoksid)
- Kausal; Kolagenese
- Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan
dengan jangkauan permukaaan yang lebih dalam ) untuk relaksasi otot dan
mengurangi lordosis.
- Terapi operatif
Terapi operatif dilakukan apabila dengan
tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang,
atau terjadi defisit neurologis.
- Rehabilitasi
- Megupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
- Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the activity of daily living).
- Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sebagainya
- Pembedahan
Laminektomi dan fusi spinal adalah
pembedahan kolumna vertebral paling umum dilakukan pada orang dewasa.
Ini dilakukan untuk dekompresi medula spinalis atau saraf perifer,
perbaikan vertebra tak stabil, dan anomali vaskular spinal.
Laminektomi meliputi pengangkatan
fragmen-fragmen diskus intervertebralis terherniasi melalui insisi yang
dibuat di atas vertebra yang sakit. Untuk mencegah adesi, potongan kecil
dari jaringan lemak subkutan ditempatkan di atas dua meter yang
dieksisi.
Pada fusi spinal, fragmen-fragmen tulang
diambil dari krista iliaka pasien yang digunakan untuk penanaman
vertebra bersama-sama untuk menghilangkan ketidakstabilan vertebra.
Prosedur pembedahan Laminektomi
Persiapan:
- Alat-alat disiapkan
- Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
- Dipasang infus pada tangan kanan
- Dipasang DC
- Dipasang negatif plate pada kaki
- Klien dipasang monitor
- Pasien diposisikan pronasi
- Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
Pelaksanaan operasi
- Klien diintubasi dengan ET No 7,5 kemudian dilakukan general anestesi
- Klien nafas spontan, RR 34 x/m, pemeliharaan dipasang O2 nasal kanul 4 liter/menit
- Dalam stadium anastesi dilakukan aseptik dan antiseptik medan operasi: diolesi aseton → hibitan 0,5 % → alkohol 79 % → betadin 10 % → diberikan anestesi lokal dengan lidokain 3 ampul + adrenalin Uuntuk mencegah perdarahan) →digambar untuk memberikan tanda yang akan dilakukan insisi.
- Dipasang linen (doek biasa) pada 4 sisi, difiksasi dengan doek klem selanjutnya ditutup/dipasang doek lubang besar.
- Operasi dimulai dengan melakukan insisi pada daerah lumbal 4-5
- Dilakukan hemi laminortomi (memotong daerah tepi lumbal)
- Control perdarahan → perdarahan disuction, jumlah perdarahan 150 cc.
- Instrumen, kassa dan jarum bekas pakai dihitung untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam tubuh klien.
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%
- Doek lubang diangkat, doek klem dilepaskan, 4 doek biasa diangkat.
- Luka bekas operasi diolesi betadin → diberi sufratul → ditutup dengan kasa steril → diplester.
- Operasi selesai
- Mesin anestesi dimatikan dan ET dilepaskan
- Klien dipindahkan ke brancard dan dipindahkan ke RR
Pascaoperasi
- Balutan kecil diatas insisi vertebra
- Invus IV
- Kateter Folley
Ambulasi sering dimulai pada hari
pascaoperasi pertama setelah laminektomi; pada hari pascaoperasi kedua
atau ketiga setelah fusi spinal. Pasien dengan fusi spinal harus
menggunakan brace punggung sebelum turun dari tempat tidur.
Pasien dipertahankan tidur
datar tetapi dapat disunakan log-roll untuk posisi miring. Makan
dilakukan dengan bantuan pada posisi miring. Setelah ambulasi diiznkan,
lepala tempat tidur dapat ditinggikan kira-kira 30-40 derajat untuk
makan.
Bila turun dari tempat tidur, duduk dan
berdiri dibatasi karena aktivitas-aktivitas ini menampakkan terlalu
banyak stres di punggung.
Rata-rata waktu pemulihan setelah laminektomi kira-kira 4-6 minggu dan kira-kira tiga bulan setelah fusi spinal.
Konstipasi dapat menjadi masalah karena
penurunan aktivitas fisik dan penggunaan obat nyeri kronis dan relaksan
otot. Hal ini umum menemukan depresi pada nyeri punggung kronis. Sering
nyeri mengakibatkan kehilangan kerja dan kerusakan penampilan fungsi
peran di lingkungan rumah.
Komplikasi pascaoperasi utama adalah
retensi urin, infeksi luka, dan kerusakan penanaman tulang (setelah fusi
spinal) (Feingod. 1991).
- Penatalaksanaan nutrisi
Untuk merawat sendi sehat, kecukupan asupan
vitamin setiap harinya sangat penting. Berbagai jenis vitamin yang
mendukung sendi sehat adalah vitamin A, B, C, D, E, dan K. Secara umum,
fungsi vitamin dalam menjaga kesehatan sendi adalah karena adanya
aktivitas antioksidan dan aktivitasnya dalam berbagai reaksi kimia dalam
tubuh.
Vitamin A, C, dan E berperan sebagai
antioksidan yang mampu mencegah inflamasi maupun reaksi lain akibat
adanya radikal bebas. Sebuah studi menyebutkan bahwa vitamin A
berpotensi dalam pencegahan rheumatoid arthiritis. Sementara
itu vitamin C diketahui baik untuk kesehatan sendi (Carr dan Balz Frei.,
1999). Saat dikombinasikan dengan vitamin A dan E, vitamin C terbukti
lebih efektif dalam aktivitasnya sebagai antioksidan. Berbagai vitamin
ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alami dari alam seperti
buah-buahan dan sayur-sayuran.
Vitamin D diperlukan untuk sendi sehat
karena penyerapan kalsium membutuhkan vitamin D dalam jumlah yang cukup.
Konsumsi makanan yang mengandung vitamin K juga penting. Sebuah studi
menunjukkan bahwa kurangnya vitamin K dalam tubuh dapat meningkatkan
risiko osteoarthiritis (Neogi, et al. 2006). Beberapa jenis vitamin B
seperti vitamin B3, B5, dan B6 diperlukan oleh sendi untuk dapat
berfungsi secara lebih optimal. Kecukupan berbagai vitamin ini dapat
diperoleh dari sayuran hijau, telur, daging sapi, tuna, serta susu.
Omega-3
Omega-3 juga telah terbukti sangat baik
untuk sendi yang sehat. Asam lemak Omega-3 dapat membentuk senyawa
prostaglandin yang diketahui memiliki sifat anti-peradangan sehingga
risiko nyeri sendi dapat dikurangi (Zainal, et al., 2009). Selain itu
omega-3 juga diketahui dapat mempercepat penyembuhan ligament (jaringan
ikat antara tulang dengan tulang) (Hankenson, et al. 2000). Makanan yang
banyak mengandung omega-3 misalnya salmon, sardine, herring, kacang-kacangan, dan kedelai.
Glukosamin dan Kondroitin
Kombinasi suplemen glucosamine dan
kondroitin dapat membantu mengurangi nyeri sendi serta mencegah
kerusakan persendian, terutama pada penderita osteoarthritis.
Glucosamine merupakan salah satu komponen penyusun tulang rawan dan
minyak synovial (cairan sendi). Konsumsi glucosamine dapat meningkatkan
volume minyak synovial sehingga dapat mencegah peradangan sendi
(Huskisson, 2008., Fox and Stephens, 2007). Sementara itu, chondroitin
merupakan komponen utama penyusun tulang rawan yang melapisi tulang dan
sendi. Karena itulah, konsumsi chondroitin sangat baik untuk melapisi
sendi sehingga mencegah osteoarthritis (Hardingham, 1998).
Kombinasi glucosamine dan chondroitin lebih
efektif dalam mengurangi nyeri sendi dan memperbaiki fungsi sendi
dibandingkan suplementasi hanya dengan glucosamine atau hanya dengan
chondroitin. Karena itu, lebih disarankan menggunakan kombinasi keduanya
dalam mencegah osteoarthritis (Huskisson, 2008., Fox and Stephens,
2007, Clegg, et.al. 2006).
Brokoli
Tidak hanya kaya antioksidan dan manfaatnya
sebagai antikanker, studi terbaru juga menyebutkan manfaat lain brokoli
untuk menjaga kesehatan sendi. Brokoli mengandung sulforaphane yang
dapat menghambat kerja enzim dalam kerusakan sendi pada penderita
osteoarthritis. Dengan demikian, brokoli memang berpotensi untuk
membantu menjaga sendi yang sehat (University of East Anglia, 2010).
Bawah putih dan bawang Bombay
Bawang putih dan bawang bombay mengandung
diallyl disulphide yang diketahui berpotensi untuk menurunkan kerja
enzim yang dapat merusak tulang rawan sehingga kesehatan sendi tetap
dapat terjaga. Studi terbaru menunjukkan bahwa konsumsi bawang putih dan
bawang bombay dapat melindungi osteoarthritis pada pinggul (BMC
Musculoskeletal Disorders, 2010).
Buah beri
Buah-buahan yang termasuk dalam kategori
berries seperti anggur, blueberry, strawberry, dan cranberry mengandung
senyawa flavonoids dan juga resveratrol sebagai antioksidan kuat yang
memiliki berbagai manfaat untuk mendukung sendi sehat. Kedua senyawa
tersebut mampu mencegah inflamasi dan berbagai reaksi oksidatif yang
dapat membahayakan kesehatan sendi (Youdim, et al. 2002, Wang, et al.
2002).
Biji-bijian
Selain kaya akan serat, whole grains juga
sangat baik untuk kesehatan sendi. Berdasarkan American Journal of
Clinical Nutrition whole grains mengandung choline dan betaine sebagai
turunannya yang dapat mencegah terjadinya inflamasi (Detopoulou, et al.
2002). Selain itu, whole grains juga kaya akan mineral Cu yang berperan
sebagai kofaktor dari kerja enzim lysyl oxidase dalam menjaga kesehatan
matriks sendi dan tulang (Rucker, et al. 1998).
Air putih dan susu
Secara umum, air memang sangat diperlukan
untuk kebutuhan fungsional tubuh dan menyusun lebih dari 60% keseluruhan
berat tubuh orang dewasa. Pelumas sendi atau yang dikenal sebagai
cairan synovial sebagian besar terdiri dari air. Konsumsi air yang cukup
sangat baik untuk membantu sistem bantalan sendi dan melumasi jarak
antar sendi sehingga gesekan atau nyeri sendi dapat dihindari (Hills,
Brian A. 2002). 20% kebutuhan air dapat dipenuhi dari makanan, akan
tetapi 80% tetap diperoleh dari minuman. Untuk itulah perlu konsumsi 8
gelas air setiap hari untuk sendi yang sehat. Susu dan produk turunannya
seperti keju dan yogurt tentunya merupakan sumber nutrisi sempurna
untuk sendi yang sehat. Dengan berbagai manfaat vitamin dan mineral
alami seperti kalsium, zinc, dan magnesium.
2.8 Komplikasi
a. Nyeri tulang belakang kronis
b. Cedera spinal cord yang permanent
c. Kehilangan kemampuan motorik atau sensorik pada kaki
d. Penurunan fungsi pencernaan atau kandung kemih
e. Gangguan fungsi seksual
- Web of Causation
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1) Identitas ( Data Biografi)
Nama pasien : Tn Y
Jenis Kelamin : Pria
Umur :50 tahun
Suku / Bangsa : Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : pekerja tambang
Alamat : Surabaya
2) Keluhan utama :
klien mengeluh nyeri pada punggung bawah seperti disayat dan kemeng yang terus-menerus.
Riwayat penyakit sekarang :
Sebelum masuk rumahsakit 2 hari sebelumnya,
klien mempunyai kebiasaan sering mengangkat beban berat dan duduk
mengemudi dalam waktu yang lama, sehingga terjadi penurunan rentang
gerak dari extremitas punggung bawah, nyeri akan menjadi hebat bila
batuk, bersin atau membungkuk, sehingga klien saat initidak mampu
melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah menderita Tb tulang
4) Riwayat penyakit keluarga.
Herniasi diskus intervertebralis tidak diturunkan secara genetik.
5) Pengkajian Psikososial
Pada umumnya klien menolak bila langsung
menanyakan tentang banyak pikiran/pikiran sedang (ruwet). Lebih
bijakasana bila kita menanyakan kemungkinan adanya ketidakseimbangan
mental secara tidak langsung ( faktor-faktor stres)
6) Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
7) Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin C, vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola
makan yang buruk, misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein
saja.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi
dan bila pasien tetap berdiri dan menolak untuk duduk, maka sudah harus
dicurigai adanya suatu herniasi diskus. Gerakan aktif pasien harus
dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan juga bentuk
kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya skoliosis.
Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme
otot paravertebral.
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:
- Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.
- Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.
- Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).
- Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang sama.
- Nyeri LBP pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.
Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa
menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya
(psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang
menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau
dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus spinosus sambil
melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba
adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang
terkena. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan
untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis:
- Pemeriksaan refleks
- Refleks lutut /patela/hammer (klien bebraring.duduk dengan tungkai menjuntai), pada HNP lateral di L4-5 refleks negatif.
- Refleks tumit.achiles (klien dalam posisi berbaring , luutu posisi fleksi, tumit diletakkan diatas tungkai yang satunya dan ujung kaki ditahan dalam posisi dorsofleksi ringan, kemudian tendon achiles dipukul. Pada aHNP lateral 4-5 refleks ini negatif.
- Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan aktif
atau pasif untuk memperkirakan derajat nyeri, functio laesa, atau untuk
mememriksa ada/tidaknya penyebaran nyeri.
3. Pemeriksaan motoris
Harus dilakukan dengan seksama dan harus
dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas motoris yang sering
mungkin dengan memperhatikan miotom yang mempersarafinya. Diantaranya :
- Kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki, ibu jari dan jari lainnya dengan menyuruh klien untuk melakukan gerak fleksi dan ekstensi dengan menahan gerakan.
- Atropi otot pada maleolus atau kaput fibula dengan membandingkan kanan-kiri.
- Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
4. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat
subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang
keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan
lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik
lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal :
Tanda Laseque atau modifikasinya yang
positif menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5
atau S1. Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut
terlebih dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan
perlahan-lahan dan graduil dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan
menghasilkan nyeri pada tungkai pasien terutama di betis (tes yang
positif) dan nyeri akan berkurang bila lutut dalam keadaan fleksi.
Terdapat modifikasi tes ini dengan mengangkat tungkai dengan lutut dalam
keadaan ekstensi (stright leg rising). Modifikasi-modifikasi tanda
laseque yang lain semua dianggap positif bila menyebabkan suatu nyeri
radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri pada tungkai kontra
lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.Tanda laseque,
makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan nyeri makin besar
kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya. Demikian juga dengan
tanda laseque kontralateral.
Tanda Laseque adalah tanda pre-operatif
yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8% dari 2157 pasien
yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia yang besar
dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Adanya tanda
Laseque lebih menandakan adanya lesi pada L4-5 atau L5-S1 daripada
herniasi lain yang lebih tinggi (L1-4), dimana tes ini hanya positif
pada 73,3% penderita.Harus diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan
dengan usia dan tidak begitu sering dijumpai pada penderita yang tua
dibandingkan dengan yang muda (<30 tahun). Karena tanda Laseque tidak
patognomonis untuk suatu HNP, maka bila tidak dijumpai pada seseorang
yang umurnya kurang dari 30 tahun dengan sangat mungkin akan
menyingkirkan diagnosis HNP.
Tanda Laseque kontralateral
(contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila
tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang
positif pada tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya
suatu HNP.
Tanda Laseque terbalik (femoral
nerve stretch test / reverse Laseque sign) : Tes ini dapat menimbukan
nyeri akibat ketegangan saraf yang mengalami iritasi ataupun kompresi,
terutama pada lumbal bagian tengah dan atas. Bila tes ini positif, maka
dicurigai adanya ketegangan pada radiks L2, L3 atau L4 dan tes ini
dilakukan pada pasien yang terlungkup dengan jalan meng-ekstensikan paha
dimana lutut dalam keadaan fleksi dan bisa juga dilakukan dengan pasien
tidur pada sisi yang sehat dan meluruskan paha yang terkena dengan
lutut dalam keadaan fleksi dan suatu tes yang positif akan menghasilkan
nyeri pada paha medial atau anterior.
Tanda Neri (Neri’s sign) : bisa ditimbulkan bila pasien membungkuk ke depan dan dikatakan positif bila akan terjadi fleksi lutut pada sisi yang terkena.
7. Analisa Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
| |||
1.
|
DS : px mengeluh nyeri pada punggung bawah dan kemeng terus-menerus.
DO : penurunan kesadaran, gelisah, suhu tubuh diatas 37,5 Leukosit lebih dari 40.000 skala nyeri 4-7
| ![]() ![]() ![]() ![]() ![]()
nyeri punggung
| Nyeri punggung | |||
2.
|
DS : px mengeluh lemas dan tidak bisa melakukan aktivitas yang ringan
DO : Tanda Laseque (+), kekuatan otot berkurang,
| ![]()
Ke arah kostalateral
![]() ![]() ![]() ![]()
Gangguan mobilitas fisik
| Gangguan mobilitas fisik | |||
3.
|
DS : pasien merasa cemas karena keterbatasan aktivitas dan kelemahan fungsi motorik sensoriknya
DO : wajah klien tampak pucat, dan bingung
| ![]() ![]() ![]()
Ansietas
| ansietas | |||
4
|
DS : px merasa tidak nyaman karena berbaring terlalu lama
DO : timbul kemerahan disekitar daerah punggung, ketika dipalpasi terasa hangat
| ![]() ![]()
Paresis
![]()
Gangguan integritas kulit
| Resiko gangguan integritas kulit | |||
5
|
DS : Seminggu tidak BAB, bahkan kebiasaan BAB klien 3x sehari
DO: bising usus tidak terdengar, perut terasa keras, ada impaksi feses
|
Herniasi Diskus Intervertebralis
![]() ![]() ![]() ![]()
Gangguan eliminasi alvi
| Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) |
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu
pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan
membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat
ditanggulangi atau dikurangi.
Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
Perubahan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
3.3 Intervensi dan Rasional
1) Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervetebralis
Tujuan : Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
Tujuan : Nyeri berkurang atau rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien mengatakan tidak terasa nyeri.
b. Lokasi nyeri minimal
c. Keparahan nyeri berskala 0
d. Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)
b. Lokasi nyeri minimal
c. Keparahan nyeri berskala 0
d. Indikator nyeri verbal dan noverbal (tidak menyeringai)
Intervensi | Rasional |
|
|
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertabahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertabahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi | Rasional |
|
|
- Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
- Respon klien tampak tersenyum.
Intervensi | Rasional |
|
|
- Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, nyeri
Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
a. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
b. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi | Rasional |
perawatan diri
dengan sungguh-sungguh
tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
keberhasilannya
|
mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara
individual
semangat untuk berusaha terus-
menerus
ketakutan dan sangat tergantung
meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam
mencegah frustasi, adalah penting
bagi klien untuk melakukan
sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk mepertahankan harga
diri dan meningkatkan pemulihan
|
- Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil :- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )
Intervensi | Rasional |
pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
|
yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi reguler
|
- Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan : Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
b. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Intervensi | Rasional |
|
|
Daftar Pustaka
Carr, Anita C. and Balz Frei. 1999.
Toward a new recommended dietary allowance for vitamin C based on
antioxidant and health effects in humans. American Journal of Clinical
Nutrition, Vol. 69 (6): 1086 – 1107.
Clegg, D.O., et.al. 2006. Glucosamine,
Chondroitin Sulfate, and the Two in Combination for Painful Knee
Osteoarthritis. N Engl J Med 354:795-808.
Detopoulou, Paraskevi., et al. 2002.
Dietary choline and betaine intakes in relation to concentrations of
inflammatory markers in healthy adults: the ATTICA study. American
Journal of Clinical Nutrition vol. 87 (2): 424 – 430.
Eileen M. Crutchlow. 2002. Pathofisiology (Quick Look Nursing S). SLACK Incorporated
Engram, Barbara. 1999. Rencana asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol 3. Jakarta : EGC
Fox, B.A. and M.M. Stephens. 2007.
Glucosamine hydrochloride for the treatment of osteoarthritis symptoms.
Clin Interv Aging 2: 599–604.
Frances MK Williams, Jane Skinner, Tim D
Spector, Aedin Cassidy, Ian M Clark, Rose M Davidson, Alex J MacGregor.
Dietary garlic and hip osteoarthritis: evidence of a protective effect
and putative mechanism of action. BMC Musculoskeletal Disorders, 2010;
11 (1): 28.
Gibson, John. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC
George J, Jaovisidha S, Siriwongpairat P.
Disease of spine in : Peh WCG, Hiramatsu Y. Editors. The asian-oceanian
text book of radiology, Singapore. TTG Asia Media Pte Ltd. 2003 : p;
995-1002
Hankenson, Kurt D. et al. 2000. Omega-3
Fatty Acids Enhance Ligament Fibroblast Collagen Formation in
Association with Changes in Interleukin-6 Production. Proceedings of the
Society for Experimental Biology and Medicine Vol. 223 (1): 88-95.
Hardingham, T. 1998. Chondroitin Sulfate and Joint Disease. Osteoarthritis and Cartilage 6: 3-5.
Hills, Brian A. 2002. Identity of Joint Lubricant. The Journal of Rheumatology vol. 29 (1): 200-205.
Huskisson, E.C. 2008. Glucosamine and
Chondroitin for Osteoarthritis. The Journal of International Medical
Research 36: 1161-1179.
Juwono, T.. 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta : EGC
Kesumaningtyas, Ami. 2009. Tugas Kuliah : Hernia Diskus Intervetebralis. FKM Universitas Indonesia.
Magee, David J. 2014. E-Study Guide for: Ortjopedic Physical Assessment 5th Edition. ISBN
Muttaqin, Arif.2008 .Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:Salemba Medika
Neogi, T., et al. 2006. Low vitamin K
status is associated with osteoarthritis in the hand and knee. Arthritis
Rheum 54: 1255–61.
Price, S.A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A & Lorraine M, Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol. 2. Jakarta: EGC
Priguna Sidharta. 1996. Sakit Muskuloskeletal dam Praktek. Jakarta : Dian Rakyat
Purwanto ET. Hernia nukleus pulposus
lumbalis dalam : Meliala L. Suryamiharja A. Purba JS. Sadeli HA.
Editors. Nyeri punggung bawah, Jakarta. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI),2003: p;133-48.
Ramachandran TS. Raghunathan UI. Latorre
JGS. Chang JK. Disc herniation. [serial on line] Jul 2, 2008. [citied
march 20, 2010] available from : http://emedicine.medscape.com/article.
Rucker, Robert B., et al. 1998. Copper,
lysyl oxidase, and extracellular matrix protein cross-linking. American
Journal of Clinical Nutrition vol. 67: 996s – 1002s.
Sammer MBK, Jarvik JG. Imaging of adulths
with low back pain in the primary care setting. In : Medina LS,
Blackmore CC, editors. Evidence – base imaging optimizing imaging in
patient care. USA: Springer Science + Busines Media, Inc; 2006.
p.294-305.
University of East Anglia (2010,
September 15). Eating broccoli could guard against arthritis.
ScienceDaily. Retrieved April 9, 2014, from http://www.sciencedaily.com
/releases/2010/09/100915084504.htm
Wang, Yan., et al. 2002. An LC-MS Method
for Analyzing Total Resveratrol in Grape Juice, Cranberry Juice, and in
Wine. Journal of Agricultural and Food Chemistry 50 (3): 431 – 435.
Yong PY, Alias NAA, Shuaib IL.
Correlation of clincal presentation, radiography, and magnetic resonance
imaging for low back pain- a preliminary survey. Kuala Lumpur: J HK
Coll radiol, 2003.p.144-151
Youdim, K.A., et al. 2002. Potential role
of dietary flavonoids in reducing microvascular endothelium
vulnerability to oxidative and inflammatory insults. Journal of
Nutritional Biochemistry 13: 282-288.
Zainal, Z., et al. 2009. Relative
efficacies of omega-3 polyunsaturated fatty acids in reducing expression
of key proteins in a model system for studying osteoarthritis.
Osteoarthritis and Cartilage Vol. 17 (7): 896-905.
Baridah, Izzah. 2012. Hernia Nukleus Pulposus. http://izzahbaridah.wordpress.com/medicine/blok-digesti/hernia-nukleus-pulposus/ . Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 21.00.\
http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-sub&id=66%3Ahnp&format=pdf& diakses pada tanggal 16 Maret 2014 pukul 15.35
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/6f4350be910b7cfe325ead062401569d.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 21.00.
0 comments:
Post a Comment
Mari kita budayakan berkomentar yang baik dan santun ya sobat.