BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Asfiksia
berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital
lainnya. (Saiffudin, 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab asfiksia menurut Towell (1966) dan Manoe dan Amir (2003) pada bayi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
- Faktor ibu
- Infeksi (korioamnionitis)
Infeksi
korioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban biasanya disebabkan
oleh penyebaran organisme. Faktor predisposisi terpenting adalah
pecahnya selaput ketuban lebih dari 24 jam dan persalinan lama (Benzion
1994 dalam Izati 2008).
- Preeklamsia/eklamsia
Pre
eklamsia dapat berkembang menjadi eklamsia. Salah satu gejalanya adalah
adanya kejang pada ibu hamil yang mengalami pre eklamsia. Kejang dapat
terjadi sebelum persalinan maupun pada saat persalinan atau sesudah
persalinan. Jika kejang terjadi pada saat persalinan, maka frekuensi dan
intensitas kontraksi meningkat dan dapat menyebabkan durasi persalinan
menjadi pendek. Sebagai akibatnya ibu mengalami kejang dapat mengalami maternal hypoxemia yang
dapat berakibat janin mengalami bradycardia. Sebuah studi di swedia
menunjukan pre eklamsia berkontribusi terhadap 10,7% kejadian asfiksia
(ladfaros 2002 dalam Izati 2008).
- Penyakit kronik ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru dan diabetes melitus).
- Hipoksia pada ibu: hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesia lain (Kattwinkel 2006).
- Usia ibu kurang dari 20 tahun atau melebihi 35 tahun
Umur
ibu ketika melahirkan merupakan salah satu factor resiko terhadap
berbagai komplikasi yang menyertai ibu ketika hamil dan selama proses
persalinan. Pada berbagai penelitian diketahui bahwa umur ibu
berhubungan dengan morbiditas dan kematian membentuk huruf U, yang
menunjukan bahwa risiko meningkat pada ibu dengan umur muda (<20
tahun) dan pada ibu dengan umur lebih tua, yaitu >35 tahun (Bakketeig
1984 dalam Izati 2008).
- Gravida keempat atau lebih
Hubungan
gravida dengan morbiditas dan kematian adalah bahwa pada multigravida
kontraksi uterus tidak adekuat tidak sama dengan primigravida, sehingga
memiliki risiko lebih tinggi untuk janin mengalami distress dibandingan
dengan primigravida (Saifudin 2001)
- Faktor janin
Kompresi
umbilikus akan mengakibatkan tergangguanya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher dan lain-lain (Kattwinkel 2006).
- Prematuritas (sebelum 37 minggu kehamilan)
Tahun
1935 Akademi Pediatrik Amerika mendefinisikan prematuritas adalah
kelahiran hidup bayi dengan berat < 2500 gram. Kriteria ini dipakai
terus secara luas, sampai tampak bahwa ada perbedaan antara usia hamil
dan berat lahir yang disebabkan adanya hambatan pertumbuhan janin. WHO
1961 menambahkan bahwa usiahamil sebagai kriteria untuk bayi prematur
adalah yang lahir sebelum 37 minggu dengan berat lahir dibawah 2500
gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang
belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda
umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis
juga semakin
buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna
seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia.
- Berat Bayi Lahir (BBL)
Bayi
berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir yang berat
badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Berkaitan dengan penanganan
dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah dibedakan dalam:
- Bayi dengan berat badan lahir rendah, berat lahir 1500-2500 gram
- Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, berat lahir 1000-1500 gram
- Bayi dengan berat badan lahir ekstra rendah, berat lahir <1000 gram
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby
(bayi dengan berat badan lahir rendah), dan kemudian WHO merubah
ketentuan tersebut pada tahun 1977 yang semula kriteria BBLR adalah ≤
2500 gram menjadi hanya < 2500 gram tanpa melihat usia kehamilan
- Kelainan bawaan (kongenital), misalnya hernia diafragmatika, atresia/ stenosis pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain
- Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
- Bayi KMK (kecil masa kehamilan)
- Gawat janin
- Bayi kembar
- Kelainan kehamilan
- Inkompatibilitas golongan darah
- Depresi susunan saraf pusat
- Partus lama
Partus
lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi,
dan lebih dari 18 jam pada multi. Sedangkan partus macet adalah
merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung
terlalu lama sehingga timbul komplikasi pada ibu dan atau janin, seperti
dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu, serta asfiksia dan Kematian Janin
Dalam Kandungan (KJDK) kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Ketuban pecah lama merupakan jarak waktu antara pecahnya
ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam yang mempunyai peranan
penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Dengan pecahnya
ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadiasfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
- Partus dengan tindakan
- Fraktor plasenta
Plasenta
merupakan akar janin untuk menghisap nutrisi dari ibu dalm bentuk O2,
asam amino, vitamin, mineral dan zat lain dan membuang sisa metabolisme
janin dan O2. Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas
kondisi plasenta. Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan
menyebabkan asfiksia janin. Fungsi plasenta akan berkurang sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan menutrisi metabolisme janin.
Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta.Kemampuan untuk transportasi O2 dan membuang CO2 tidak cukup
sehingga metabolisme janin berubah menjadi anaerob dan akhirnya asidosis
dan PH darah turun. Dapat terjadi pada bentuk:
- Lilitan tali pusat
- Tali pusat pendek
- Simpul tali pusat
- Prolapsus tali pusat
2.3 Manifestasi Klinis
Pada
asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaraya (Rukiyah & Yulianti,
2007) :
- Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
- Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi
yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus
neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi
memasuki periode apneu primer.
Gejala
dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi
pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
- Pernafasan megap-megap yang dalam.
- Denyut jantung terus menurun.
- Tekanan darah mulai menurun.
- Bayi terlihat lemas (flaccid).
- Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
- Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
- Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
2.4 Patofisiologi
Asfiksia dapat terjadi pada periode antepartum, intrapartum maupun postpartum. Birth asphyxia
atau asfiksia yang terjadi pada saat persalinan dapat disebabkan oleh
adanya hipoksia pada janin pada periode antepartum. Asfiksia dapat juga
terjadi tanpa didahului oleh adanya hipoksia pada janin, hal ini
disebabkan oleh karena proses persalinan yang menyebabkan bayi mengalami
kekurangan oksigen atau tidak dapat bernafas. Pada saat persalinan,
asfiksia dinilai dari ada atau tidaknya gejala abnormalitas janin pada
saat monitoring, bradikardia, late decelarations, loss of variability, meconium staining dan fetal acidosis.
Penyebab dari gejala tersebut adalah karena adanya penurunan aliran
darah dari plasenta kepada janin dan stres pada janin (Freeman &
Nelson 1988). Asfiksia juga dapat terjadi pada periode setelah
persalinan (postpartum) yaitu setelah bayi lahir, tanpa didahului oleh
adanya gejala atau tanda asfiksia pada saat periode antepartum maupun
intrapartum. Pada saat setelah persalinan di ruang bersalin, bayi yang
lahir dapat mengalami asfiksia yang dinilai dari Apgar Score pada menit
pertama, kelima, sepuluh dan 15 menit pertama kehidupan serta ada
tidaknya asidosis. Asfiksia postpartum mungkin disebabkan oleh
maladaptasi saat lahir atau kegagalan sistem pernafasan, jantung dan
saraf pada neonatus akibat kelainan konginetal, penyakit pada janin atau
cedera kelahiran (Gadoth & Gobel 2011).
Mekanisme
terjadinya hipoksia pada beberapa kondisi patologis adalah sebagai
berikut (Lewis & Berg dalam Beyond the Number 2004):
- Kontraksi uterus yang kuat akan memperburuk hipoksia akibat kompresi vaskuler tubuh bayi
- Partus lama atau macet akan disertai dengan kontraksi yang lebih lama daripada periode relaksasi
- Tekanan pada tali pusat dapat menyebabkan penyempitan arteri umbilikalis sehingga menimbulkan pengurangan aliran darah dari dan ke janin
- Spasme vaskuler secara sistemik vaskuler pada hipertensi atau pre eklamsia menyebabkan pengurangan pasokan oksigen pada bayi.
Stres
pada janin atau bayi baru lahir karena kurang tersedianya oksigen dan
atau kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ, secara klinis
tampak bahwa bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur segera
setelah lahir. Dampak dari keadaan asfiksia tersebut adalah hipoksia,
hiperkarbia dan asidemia yang selanjutnya akan meningkatkan pemakaian
sumber energi dan mengganggu sirkulais bayi. Redistribusi sirkulasi yang
ditemukan pada bayi hipoksia dan iskemia akut menyebabkan disfungsi
berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia (Manoe dan Amir 2003).
Menurut
Radityo (2011), kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran
oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan kurangnya oksigen dan
meningkatnya karbondioksida diikuti dengan asidosis respiratorik.
Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam
suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama
glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik
yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan
beberapa keadaan di antaranya:
- Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
- Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan
- Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain terganggu.
Sehubungan
dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan
pernafasan cepat dan dalam selama 3 menit diikuti dengan apneu primer
kira-kira 1 menit di mana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah
menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10x/menit selama beberapa menit (Radityo 2011).
2.5 Web of Caucation
(terlampir)
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Asfiksia
yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia
janin. Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu (Septia, 2010):
- Denyut jantung janin
Frekuensi
normal ialah antara 120 dan 160 denyutan/menit, selama his frekuensi
ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai di bawah 100 kali permenit di luar
his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya. Di beberapa klinik elektrokardigraf janin digunakan untuk
terus-menerus menghadapi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
- Mekonium dalam air ketuban
Mekonium
pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
- Pemeriksaan pH darah janin
Dengan
menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh (sampel) darah janin.
Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda
bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosis adanya asfiksia pada bayi (pemeriksaan diagnostik) yaitu:
- Analisa gas darah
- Elektrolit darah
- Gula darah
- Berat bayi
- USG ( Kepala )
- Penilaian APGAR score
Merupakan
pemeriksaan paling awal & penting untuk bayi yang baru lahir.
Pemeriksaan ini terdiri atas 5 komponen untuk menggolongkan pemulihan
status neurologi neonatus dari proses kelahirannya & kemampuan
adaptasinya yang segera terhadap kehidupan ekstra uteri.
Penilaian
|
0
|
1
|
2
|
Appearance (warna kulit)
|
Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
|
Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
|
Warna kulit seluruh tubuh normal
|
Pulse (denyut jantung)
|
Tidak ada denyut jantung
|
Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
|
Denyut jantung lebih atau di atas 100 kali per menit
|
Grimace (respon refleks)
|
Tidak ada respon terhadap stimulasi
|
Wajah meringis saat distimulasi
|
Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat distimulasi
|
Activity (tonus otot)
|
Lemah, tidak ada gerakan
|
Lengan dan kaki dalam keadaan fleksi dengan sedikit gerakan
|
Bergerak aktif dan spontan
|
Respiration (pernapasan)
|
Tidak bernapas
|
Menangis lemah, seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
|
Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
|
Tabel 1. Skor Apgar
Skor Apgar dalam 1 menit, jika angkanya:
- 0-4: menunjukkan bahwa bayi mengalami depresi berat & memerlukan resusistasi segera
- 5-7: bayi mengalami depresi saraf
- 8-10: normal
Skor Apgar dalam 5 menit, jika angkanya:
- 0-7: berisiko tinggi untuk terjadinya disfungsi selanjutnya pada system saraf pusat dan organ lain
- 8-10: normal
7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan
2.7 Penatalaksanaan
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru
lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi
(Hidayat, 2009):
- Memastikan saluran nafas terbuka:
- Meletakan bayi dalam posisi yang benar
- Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
- Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
- Memulai pernapasan:
- Lakukan rangsangan taktil. Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kaki.Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
- Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
- Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
- Tindakan umum
- Pengawasan suhu
- Pembersihan jalan nafas
- Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
- Tindakan khusus
- Asfiksia berat
Resusitasi aktif
harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru
dengan pemberian O2 dengan tekanan, cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua
obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi
tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka
masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu
setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang
belum dikoreksi.
- Asfiksia ringan dan sedang
Stimulasi agar timbul reflek
pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul
pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi
sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan
kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan
dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika
hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan
tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari
ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan
dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika
setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung
atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera
dilakukan, bikarbonat natrium dan glukosa dapat segera diberikan,
apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur,
meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Gambar 2.1 Algoritma resusitasi cairan neonatal
2.8 Prognosis
Pada
pasca penatalaksanaan resusitasi bayi baru lahir, kemungkinan menjadi
faktor resiko untuk terjadinya sepsis neonatorum pada bayi. Gejala
klinis pada saluran napas seperti terjadinya apnu, dispnu, takipnu,
retraksi, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis (Mansjoer, 2005).
Hasil
akhir asfiksia bergantung pada apakah komplikasi metabolik dan
kardiopulmonalnya (hipoksia, hipoglikemia, syok) dapat diobati, pada
umur kehamilan (hasil akhir paling jelek jika bayi preterm), dan pada
tingkat keparahan ensefalopati hipoksik-iskemik. Ensefalopati berat
(stadium 3), ditandai dengan koma flasid, apnea, refleks okulosefalik
tidak ada, kejang refrakter, dan pengurangan penipisan korteks yang
nyata pada CT scan, dihubungkan dengan prognosis yang jelek. Skor Apgar
rendah pada menit ke – 20, tidak ada respirasi spontan pada usia 20
menit, dan menetapnya tanda–tanda kelainan neurologis pada usia 2 minggu
juga meramalkan kematian atau adanya defisit kognitif dan motorik
berat.
Kematian otak
pasca–ensefalopati hipoksik–iskemik neonatus didiagnosis dengan
penemuan–penemuan klinis, yaitu koma yang tidak responsif terhadap
rangsangan nyeri, pendengaran atau penglihatan, apnea dengan kenaikan
PCO2dari 40 sampai lebih dari 60 mmHg, dan refleks batang
otak tidak ada (pupil, okulosefalik, okulovestibular, kornea, menyumbat,
menghisap). Keadaan ini harus terjadi bila tidak ada hipotermia,
hipotensi, dan kenaikan kadar obat – obatan depresan (misalnya,
fenobarbital). Tidak adanya aliran darah serebral pada scan radionuklid
dan aktivitas listrik pada EEG (elektroserebral tenang) diamati secara
tidak tetap pada neonatus yang mengalami kematian otak secara klinis.
Menetapnya kriteria klinis selama 2 hari pada bayi cukup bulan dan 3
hari pada bayi preterm meramalkan kematian otak pada kebanyakan bayi
baru lahir yang mengalami asfiksia (Nelson, 2005).
2.9 Asuhan Keperawatan Umum
Pengkajian Primer
Airway
: Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha untuk bernafas pada
asfiksia berat (Boxwell 2000), kadang-kadang terasa hembusan nafas pada
asfiksia ringan
Breathing : Apnea pada asfiksia berat (Saifudin 2001)
Circulation : HR <100x/menit (Boxwell 2000), HR>100x/menit pada asfiksia ringan
Disability : Tonus otot lemah (Saifudin 2001)
Exposure
: Seluruh tubuh berwarna biru, pucat, sianosis (Boxwell, 2000), cairan
ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada tubuh bayi (Ghai et al 2010), BBLR (berat badan lahir rendah)
APGAR : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang 4-6, asfiksia ringan 7-9, bayi normal bernilai 10 (Ghai et al 2010)
Menurut Henderson& Jones (2001) :
- Bayi dengan nilai APGAR sangat rendah tampak pucat, terkulai, tidak ada usaha napas, tidak berespon terhadap suksion oral dan nadi sangat lambat.
- Bayi dengan nilai APGAR 4-7 memiliki nadi dibawah 100 kali permenit, pernapasan tidak teratur dan kulit berwarna biru. Terdapat beberapa respon terhadap suksion dan beberapa tonus otot. Bayi ini dapat berespon dengan baik terhadap stimulasi.
- Bayi dengan nilai APGAR >7 mempunyai irama jantung normal, bernapas dan berespon terhadap stimulus.
APGAR Score
TANDA
|
0
|
1
|
2
|
Appearance
|
Biru, pucat
|
Badan pucat tungkai biru
|
Semuanya merah muda
|
Pulse
|
Tidak teraba
|
< 100
|
>100
|
Grimace
|
Tidak ada
|
Lambat
|
Menangis kuat
|
Activity
|
Lemah/lumpuh
|
Gerakan sedikit/fleksi tungkai
|
Aktif/fleksi tungkai baik/reaksi melawan
|
Respiratory
|
Tidak ada
|
Lambat, tidak teratur
|
Baik, menangis kuat
|
Tabel 2.2 Penilaian APGAR score
Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
- Kulit
warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
- Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
- Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
- Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
- Telinga
Perhatikan kebersihan dan adanya kelainan
- Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
- Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
- Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
- Abdomen
Bentuk
silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada
garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam
setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
- Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi pada tali pusat.
- Genitalia
Pada
neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor
dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
- Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeces.
- Ekstrimitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
- Reflek : Tidak ada reflek komplek seperti moro dan hisap (Snyder & Cloherty 1998)
- Nyeri : Bayi yang beresiko tinggi mengalami kerusakan dalam perkembangan syaraf yaitu bayi yang lahir prematur (American Academy of Pediatrics, 2006). Pada bayi nyeri dapat diekspresikan melalui menangis atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, dikutip dari Wong, 2004).Pada umumnya bayi dapat mengekspresikan rasa nyeri dengan perubahan perilaku seperti perubahan ekspresi wajah, menangis, dan posisi postural tertentu seperti; menggeliat, menyentak, dan menggapai-gapai (American Academy of Pediatrics, 2006). American Academy of Pediatrics menyatakan PIPP, NFCS, CRIES, NIPS sebagai skala nyeri yang bisa digunakan.
Berdasarkan perubahan perubahan perilaku
|
Kombinasi fisiologis dan perubahan perilaku
|
|
|
Table 2.3 Alat ukur nyeri pada neonates
Kondisi Ibu
|
Kondisi Persalinan
|
Kondisi Bayi
|
|
|
|
Pemeriksaan diagnostik
- Peningkatan metabolisme atau mixed acidemia (pH <7) yang dinilai dari sampel plasenta jika didapatkan, hasil asidosis pada darah tali pusat jika PaO2<50 mmH2O, PaCO2>55 mmH2O (ACOG dalam Cunningham et al 2005).
- Asfiksia pada periode intrapartum (dan pada periode antepartum) dapat dideteksi dengan monitoring denyut jantung janin (fetal heart rate) lewat CTG dan USG serta penilaian dari sampel darah untuk memeriksa tingkat keasaman darah (pH of scalp blood) (Beard 1974 dalam Izati 2008).
Diagnosa Keperawatan
- Domain : 4 Activity/Rest
Class : 4 Cardiovascular/Pulmonary respons
Pola napas tidak efektif (00032) berhubungan dengan jumlah CO2 dalam darah meningkat
- Domain : 11 Safety/Protection
Class : 6 Thermoregulation
Hipotermia (00006) berhubungan dengan suplai O2 menurun
- Domain : 2 Nutrition
Class : 5 Hydration
Defisit volume cairan (00027) berhubungan dengan oliguria
- Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Terputusnya ASI (00105) berhubungan dengan rawat pisah ranjang ibu dan bayi
Intervensi Keperawatan
- pola napas tidak efektif (00032) berhubungan dengan jumlah CO2 dalam darah meningkat
NOC
|
NIC
|
Level 1 : Domain-Physiologic Health (II)
Level 2 : Class-Cardiopulmonary (E)
Level 3 : Respiratory status (0425)
|
Ventilation assistance (3390)
|
- Hipotermia (00006) berhubungan dengan suplai O2 menurun
NOC
|
NIC
|
Level 1 : Domain-Physiologic Health (II)
Level 2 : Class-Metabolic Regulation (I)
Level 3 : Thermoregulation new born (0801)
Level 1 : Domain-Health Knowledge & Behavior (IV)
Level 2 : Class-Risk Control & Safety (T)
Level 3 : Risk control: hypothermia (1923)
|
Hypothermia induced theraphy (3790)
Infant care new born (6824)
|
- Defisit volume cairan (00027) berhubungan dengan oliguria
NOC
|
NIC
|
Level 1 : Domain-Physiologic Health (II)
Level 2 : Class-Fluid & Electrolytes (G)
Level 3 : Fluid balance (0601)
Level 1 : Domain-Physiologic Health (II)
Level 2 : Class-Fluid & Electrolytes (G)
Level 3 : Hidration (0602)
|
Fluid managemen (4120)
Fluid monitoring (4130)
|
- Terputusnya ASI (00105) berhubungan dengan rawat pisah ranjang ibu dan bayi
NOC
|
NIC
|
Level 1 : Domain-Physiologic Health (II)
Level 2 : Class-Digestion & Nutrition (K)
Level 3 : Bottle Feeding Establishment : Infant (1016)
|
Bottle Feeding (1052)
|
2.10 AsuhanKeperawatan (Kasus)
A. Kasus
Ny.
A (40) melahirkan anak kelimanya, seorang bayi laki-laki di Rumah Sakit
Universitas Airlangga pada tanggal 03 April 2016 pukul 07.55. Keadaan
bayi ketika lahir seluruh tubuh berwarna biru, denyut nadi 90 x/menit,
menangis lemah ketika distimulasi, sedikit gerakan, bernapas megap-megap
atau sesak. Berat badan bayi 2780 gram dengan panjang bayi 48 cm.
Setelah dilakukan tindakan resusitasi bayi pada menit pertama lahir,
keadaan bayi masih sama. Terdapat cairan secret pada hidung dan mulut
bayi. APGAR skor = 4, TD tidak dikur, R=55 x/mnt, S: 35,5̊C.
B. Pengkajian
- Biodata bayi
- Nama : By.L
- Umur/tgl lahir : 03 April 2016
- Jenis kelamin : laki-laki
- BB : 2780 gram
- PB/TB : 48 cm
- Alamat : Surabaya
- Agama : Islam
- Anak ke- : 5
- Suku bangsa : Jawa
Identitas Penanggung Jawab
- Nama : Ny.A
- Umur : 40 tahun
- Jenis kelamin : perempuan
- Alamat : Surabaya
- Pendidikan : SMA
- Pekerjaan : buruh pabrik
- KeluhanUtama
Sesaknapas
- Riwayat Kehamilan dan Persalinan
G5P3A1, umur kehamilan 38 minggu lebih 2 hari, ANC: 7x, presentasi kepala, persalinan spontan.
- Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga
- Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum : lemah
- Antropometri : BB=2780g, PB=48cm, LILA=11cm, LK=32cm, LD=31cm
- Kepala :fontanel posterior an anterior belum menutup
- Mata : simetris, sclera ikterik, konjungtiva tidak anemis
- Hidung : simetris, terdapat sekret
- Telinga :simetris, tidak ada serumen, tidak ada kelainan bentuk telinga
- Mulut : mukosa bibir sianosis, terdapat secret
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan vena jugularis
- Dada
Jantung:
I: tampak retraksi dinding dada interkostalis dan suprasternal
P: bunyi pekak
P: tidak teraba iktus kordis
A: S1-S2 reguler, tidak ada bunyi tambahan
Paru:
I: ekspansi dada tidak maksimal
P: bunyi sonor
P: fokal fremitus seimbang
A: terdapat ronkhi
- Abdomen : tali pusat masih basah
- Punggung : simetris
- Kulit : elastis, akral dingin, sianosis
- Ekstremitas : lengkap
- Genetalia : tidak ada kelainan fisiologis
- Anus : tidak ada kelainan
C. Analisis Data
Tanggal, Jam Pengkajian
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
03-04-2016
08.00
|
DS: -
DO:
|
Penumpukan sekret
|
Bersihan jalan napas tidak efektif
|
03-04-2016
08.00
|
DS: -
DO:
|
Terpajan lingkungan dingin
|
Hipotermia
|
- Diagnosa Keperawatan
- Bersihan jalan napas tidak efektif bd penumpukan secret
- Hipotermia bd terpajan lingkungan dingin
- Intervensi
No.
|
Diagnosis
|
NOC
|
NIC
|
Ttd
|
1.
|
Bersihan jalan napas tidak efektif bd penumpukan secret
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x15 menit diharapkan bersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil:
|
a. Cek dan observasi KU dan TTV
b. Atur posisi untuk memaksimalkan ventilasi
c. Lakukan pengisapan menggunakan suction
d. Beri oksigen sesuai program
| |
2.
|
Hipotermia bd terpajan lingkungan dingin
|
Setelah dilakukan tindakan keperwatan 2x24 jam diharapkan hipotermi teratasi dengan criteria hasil:
|
| |
3.
|
Gangguan perfusi jaringan bd gangguan transport alveolar
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan gangguan perfusi jaringan teratasi dengan criteria hasil:
|
|
DAFTAR PUSTAKA
American
Academy of Pediatrics Steering Committee on Quality Improvement and
Management, Subcommitee on Febrile Seizures. Febrile seizures: clinical
practice guideline for the long-term management of child with simple
febrile seizures. Pediatrics. 2008;121(6):1281-6.
Beyond the Number (2004). Reviewing Maternal Deaths and Complications to Make Pregnancy Safer. Geneva: World Health Organization
Dewi, VNL. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salmeba Medika
Freeman, JM & Nelson, KB (1988). Intrapartum Asphyxia and Cerebral Palsy. Pediatrics. 82, pp. 240-249
Gadoth, N & Gobel, HH (2011). Oxidative Stress and Free Radical Damage in Neurology. New York: Springer Science+Media, LCC
Ghai, OP, Paul VK & Bagga, A (2010). Essential Pediatrics. Seventh edition. Pp96-140
Henderson C & Jones K (2005). Buku Ajar Konsep Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: EGC
Izati, YN (2008). Pola
Kejadian Asfiksia pada Bayi yang Dilahirkan oelh Ibu dengan Komplikasi
di RS di Kabupaten Serang dan Pandeglang, Provinsi Banten Berdasarkan
Tempat Tinggal Ibu Ketika Akan Melahirkan Tahun 2003-2004. Tesis: Universitas Indonesia
Kattwinkel J (2006). Textbook Of Neonatal Resucitation. Edisi ke-5. American Heart Association And American Academy Of Pediatrics. New York: Lippincott, William & Wilkins, 2004
Liborio, AB, Pereira KM, & de Melo Bezerra, CT (2014). Acute Kidney Injury in Neonates: From Urine Output to New Biomarkers. BioMed Research International. Volume 2014, pp1-8 , Article ID 601568. http://dx.doi.org/10.1155/2014/601568
Manoe, VM & Amir A (2003). Gangguan Fungsi Multi Organ pada Bayi Asfiksia Berat. Sari Pediatri. Vol.5. No.2. Pp 72-78
Mochtar R. 2003. Sinopsis Obstetric Fisiologis. Jakarta: EGC
Radityo, AN (2011). Asfiksia Neonatrum Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Gagal Ginjal Akut. Tesis: Universitas Diponegoro.
Rohani, et al. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika
Saifudin, AB (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Kesehatan dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Su, J & Wang, L (2012). Research Advances in Neonatal Hypoglycemic Brain Injury. Vol.1, No.2. doi: 10.3978/j.issn.2224-4336.2012.04.06. Diakses dari <http://www.thetp.org/article/view/1093/1400> pada 25 Maret 2016
Snyder, EY, Cloherty, JP (1998). Manual of Neonatal Care: Perinatal Asphyxia. Edisi ke-4. Philadelphia: Williams & Wilkins; Pp 515-33.
Winkjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Jakarta : EGC.
Zlatnik,
FJ (2005). Multiorgan System Failure from Perinatal Asphyxia. The Iowa
Perinatal Letter. Vol XXVI. No. 1. Diunduh dari <https://www.idph.state.ia.us/hpcdp/common/pdf/perinatal_newsletters/perinatal_jan-march_05.pdf >pada 25 Maret 2016
memang kalau kita tidak ahli dalam bidang ini pastinya akan berbahaya sekali, :(
ReplyDeletehttp://www.obatmaagkronisampuh.web.id/herbal-asam-urat-dan-kolesterol-tinggi/